SUMBER UTAMA HUKUM ISLAM
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Drs. Imam Suyanto,
M.Pd.
Disusun Oleh:
Nama : Nuril Fajriyah
NIM :
K7122240
Kelas : 2H
Nomor Urut 44
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR KEBUMEN FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET TAHUN 2023
i
Alhamdullillahirobbil’alamiin. Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya tulis tentang sumber utama hukum Islam ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan kita, Nabi Muhammad
saw sebagai khatamul
anbiya’ yang telah menyampaikan kisah untuk membimbing
manusia ke jalan yang diridhoi Allah
Swt.
Terselesaikannya karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak baik materiil maupun spiritual, untuk itu
penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya tulis ini sehingga
dapat terselesaikan. Pihak-pihak
yang terkait, diantaranya:
1.
Bapak Dr. Suhartono, M.Pd selaku Kepala Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Kebumen.
2. Bapak Drs. Imam Suyanto,
M.Pd selaku Dosen
Pengampu mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
3.
Orang tua serta teman-teman penulis yang selalu
memberikan dukungan serta
dorongan dalam penyusunan karya tulis
ini.
Semoga segala pertolongan dan amal
baiknya yang tak terhitung nilainya mendapatkan
balasan dari Allah Swt. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan baik dari susunan
kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya
membangun dari pembaca sekalian
Penulis berharap semoga karya tulis ini
dapat memberikan manfaat serta dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan tentang
sumber utama hukum Islam
bagi pembaca.
Kebumen, 11 April 2023
Penulis
ii
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 2
C.
Tujuan.......................................................................................................... 2
A.
Konsep Al-Qur’an, Sunah, Ijma, dan
Qiyas................................................ 3
1.
Al-Qur’an............................................................................................... 3
2.
Sunah..................................................................................................... 5
3.
Ijma’....................................................................................................... 7
4.
Qiyas...................................................................................................... 8
B. Sumber Hukum Islam dan
Urutannya....................................................... 10
C.
Sumber Utama Hukum Islam Saat
ini........................................................ 11
A.
Kesimpulan................................................................................................ 15
B. Saran.......................................................................................................... 15
iii
Setiap
individu memiliki tanggung
jawab atas perbuatan
yang dilakukan dan telah
tercantum dalam sebuah aturan yang berlaku. Dalam agama Islam, terdapat
aturan yang harus dilakukan serta ditaati dalam menjalani
kehidupannya sebagai umat
muslim, yaitu hukum Islam.
Hukum Islam merupakan rangkaian dari
kata ‘hukum’ dan kata ‘Islam’. Kedua
kata tersebut dipisah dan merupakan kata yang digunakan dalam Bahasa Arab dan terdapat
dalam al-qur’an namun
juga berlaku dalam
Bahasa Indonesia. ’Hukum Islam’ sebagai
suatu rangkaian kata telah menjadi
Bahasa Indonesia yang hidup
dan terpakai.
Syarifuddin (dalam Sulistiani,2018) mengatakan bahwa kata ‘hukum’ adalah seperangkat peraturan
tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang
oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh
anggotanya.
Bila dihubungkan dengan ‘Islam’ dan
‘syara’ maka kata ‘hukum’ akan
berarti “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf, baik berupa tuntutan, pilihan, atau ketetapan yang diakui dan diyakini mengikat
bagi semua umat beragama
Islam.
Hukum Islam memuat tentang ajaran-ajaran
Islam. Hukum Islam bersifat statis sekaligus dinamis.
Dikatakan statis karena hukum Islam
merupakan suatu hal yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah dalam setiap aspek kehidupannya. Sedangkan, Hukum Islam dapat dikatakan
dinamis karena didalamnya mampu menjawab mengenai
segala permasalahan yang ada sesuai dengan perkembangan zaman, tempat, keadaan,
serta dapat ditempatkan pada segala macam bentuk struktur
sosial dalam kehidupan, baik secara individu
maupun bermasyarakat.
Hukum Islam berasal dari sumber hukum
Islam. Sumber hukum Islam juga dapat disebut sebagai
dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam
atau dasar hukum Islam. Sumber hukum Islam ada yang telah disepakati oleh para ulama, namun ada juga yang masih diperselisihkan.
Sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh para Jumhur
Ulama antara lain,
Al- Qur’an, Sunah, Ijma’,
Qiyas.
Dari sumber hukum Islam yang telah
disebutkan, ternyata masih banyak
dari kalangan umat muslim yang belum memahami tentang sumber hukum
Islam tersebut. Banyak
dari mereka yang beranggapan bahwa semua sumber
hukum Islam adalah sama. Baik sama dalam definisi, konsep,
fungsi, urutan, serta sumber utama hukum Islam yang berlaku
hingga saat ini dan telah disetujui
dan disepakati oleh para ulama. Oleh karena itu, penulis akan membahas
secara rinci tentang
sumber utama hukum Islam Al- Qur’an, Sunah,
Ijma’, serta Qiyas.
Pembahasan berisi mengenai
konsep Al- Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas sebagai
sumber hukum Islam, urutan sumber
hukum Islam yang telah disetujui oleh para Ulama, serta sumber utama hukum
Islam yang telah disepakati dan
berlaku hingga saat ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep
Al-Qur’an, Sunah, Ijma’,
dan Qiyas sebagai
sumber hukum Islam?
2. Bagaimanakah urutan
sumber hukum Islam yang telah disetujui oleh para Ulama?
3. Apakah sumber utama hukum Islam yang telah disepakati
dan berlaku hingga
saat ini?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah terseuit, diperoleh
tujuan pembahasan sebagai
berikut:
1. Untuk
mengetahui dan menjelaskan konsep
Al-Qur’an, Sunah, Ijma’,
dan Qiyas sebagai sumber
hukum Islam.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang urutan sumber
hukum Islam yang
telah disetujui oleh para Ulama.
3. Untuk mengetahui sumber utama hukum Islam yang telah disepakati dan berlaku hingga
saat ini.
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Al-Qur’an, Sunah, Ijma, dan Qiyas
1.
Al-Qur’an
Kata Al-Qur’an berasal
dari Bahasa Arab Qara’a yang berarti
membaca. Al-Qur’an yaitu Kalam Allah yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
kepada kita dengan jalan mutawatir,
tertulis dengan Bahasa Arab, terdapat dalam mushaf, dan membacanya bernilai ibadah.
Bacaannya diawali dengan surah Al- Fatihah
dan diakhiri dengan surah An-Nas. Oleh karena itu, jika bukan kalam Allah dan tidak diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, hal tersebut tidak disebut sebagai
Al-Qur’an seperti Zabur,
Taurat, dan Injil.
Meskipun ketiga kitab tersebut merupakan kalam Allah, namun ketiga kitab tersebut tidak diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw, sehingga tidak dapat disebut sebagai Al-Qur’an.
Menurut Abdul Wahab Kholaf, Al-Qur’an
merupakan Kalamullah yang diturunkan Allah Swt melalui
melaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah. Makna yang benar mengenai Al-Qur’an yaitu untuk menjadi
hujjah bagi Rasulullah, bahwa beliau itu utusan-Nya, sebagai undang- undang bgi umat manusia, sebagai petunjuk,
sebagai pendekatan diri pada Allah
dengan membacanya, dan dikodifikasi dalam satu mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah
An-Nas, diriwayatkan secara mutawatir
secara tulisan maupun lisan, terjaga dari perubahan dan sebagai pembenar.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hijr: 9
ظ ْون
ٰحـ ِف
ا ٗه
واِ
َّز ْلنَا ال ِذ’ ْك َر
اِنَّا نَحن
Artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula)
yang memeliharanya."
Al-Jurjani (dalam Sulistiani,2018) mendefinisikan Al-Qur’an sebagai
Kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah, tertulis dalam mushaf,
ditukil dari Rasulullah secara mutawatir dengan tidak diragukan.
Tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah
agar dapat memperbaiki sikap hidup
manusia. Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an berisi perintah untuk berbuat yang baik dan larangan untuk berbuat keji. Dalam penyampaian perintah dan larangannya,
Al-Qur’an memiliki pedoman, sebagai berikut:
1.
Tidak memberatkan atau menyusahkan
Hal yang dimaksud
seperti mengqasar salat jika sedang
dalam prejalanan, tidak berpuasa bagi musafir, bertayamum sebagai ganti wudhu jika sedang tidak ada air disekitarnya, memakan makanan yang terlarang saat dalam keadaan
darurat.
2.
Tidak memperbanyak beban
atau tuntutan
Salah
satu contohnya adalah zakat, karena zakat hanya diwajibkan bagi orang-orang
yang mampu saja.
3. Berangsur-angsur dalam
mensyari’atkan sesuatu
Dalam hal ini dapat seperti pengharaman
minuman keras prosesnya sampai tiga kali, kemudian diputuskan
tidak boleh.
Dalam
Al-Qur’an terdapat beberapa
hukum yang terkandung didalamnya, yaitu:
1. Hukum-hukum I’tiqadiyyah
Hukum
ini disebut juga dengan hukum akidah (kepercayaan), hukum akidah merupakan hukum yang berhubungan dengan hal-hal yang harus dipercaya
mengenai Allah Swt, malaikat, kitab-kitab, para Rasul Allah, serta kepada hari akhir (kiamat). Hukum
ini dibahas secara
khusus dalam ilmu tauhid atau aqo’id, dan ilmu kalam atau teologi.
2.
Hukum-hukum Khuluqiyyah
Hukum ini merupakan hukum yang
berhubungan dengan akhlak seorang
manusia, yaitu hal-hal
yang harus dijadikan
perhiasan dan menghindarkan diri dari kehinaan. Manusia wajib memiliki
akhlak yang baik dan menjauhi
segala perilaku yang buruk.
Tentunya manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Hukum ini scara khusus dibahas dalam ilmu akhlak
dan tasawuf.
3.
Hukum-hukum Amaliyah
Hukum ini merupakan
hukum yang berhubungan dengan perbuatan setiap manusia. Perbuatan
tersebut meliputi masalah
ucapan dan pembelanjaan pengelolaan harta benda, ibadah, muamalah, dan lain sebagainya. Hukum ini dibahas
dalam ilmu fiqh.
Di dalam hukum amaliyah terdapat dua jenis, yaitu hukum amaliyah mengenai ibadah dan hukum amaliyah mengenai muamalah dalam artian yang luas. Di dalam Al-Qur’an, penjelasan mengenai hukum-hukum ibadah dijelaskan secara lebih rinci
dibandingkan dengan hukum muamalah. Terdapat
140 ayat dalam
Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai ibadah.
Al-Qur’an ditetapkan sebagai sumber utama hukum Islam oleh para ushul fiqh yang telah menjelaskan hukum-hukum
yang terkandung di dalamnya dengan cara:
1. Penjelasan rinci (juz’i)
terhadap hukum yang dikandung Al-Qur’an, yang berkaitan dengan masalah aqidah, hukum waris, hukum yang terkait
dengan masalah pidana hudud,
dan kaffarah.
2. Penjelasan
Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum itu bersifat global (kulli), umum, dan mutlak.
3. Hukum yang diterangkan terperinci yaitu hukum-hukum jihad, undang-undang perang,
perhubungan umat Islam dengan umat-umat lain, hukum-hukum
tawanan dan rampasan perang.
4.
Menetapkan kaidah-kaidah dan dasar-dasar umum.
2.
Sunah
Al-Sunah yaitu jalan hidup yang dijalani
atau disebut juga sebagai suatu yang
telah dibiasakan. Sunah Rasul adalah sesuatu yang biasa dijalankan dalam kehidupan Rasulullah baik dalam perkataan
maupun perbuatan serta persetujuan
Rasul.
Mustafa (dalam Muannif,2021) berpendapat
bahwa Sunah adalah segala perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik, atau akhlak yang ditinggalkan Rasulullah, serta perilaku kehidupan
baik sebelum diangkat menjadi Rasul (seperti
mengasingkan diri yang beliau lakukan
di Gua Hira’) atau setelah
kerasulan beliau.
Menurut salah seorang ulama fiqh, Sunah
yaitu segala sesuatu yang datang
dari Nabi yang bukan fardlu atau tidak wajib. Definisi sunah dalam bidang
hukum yaitu sunah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah
Al-Qur’an yang sama-sama memiliki peranan penting. Selain memerinci keumuman
paparan ayat Al-Qur’an, sunah juga befungsi untuk menjadi penjelas terhadap
ayat Al-Qur’an yang belum jelas atau
bisa juga menjadi penentu hukum yang tidak ada dalam Al- Qur’an.
Adapun hubungan Alqur'an
dilihat dari sisi materi hukum yang terkandung di dalamnya sebagai
berikut :
a.
Muqqid
Yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah
ditetapkan Al- Qur'an, dikuatkan dan dipertegas lagi oleh
Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat,
zakat terdapat dalam Al-Qur'an dan dikuatkan oleh Al-sunnah.
b.
Bayan
Yaitu al-Sunnah menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur,an
yang belum jelas, dalam hal ini ada tiga hal :
(1).Memberikan perincian terhadap
ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mujmal, misalnya perintah shalat dalam
Al-Qur'an yang mujmal, diperjelas dengan Sunnah. Demikian juga
tentang zakat, haji dan shaum. Dalam Shalat misalnya.
(2).Membatasi kemutlakan ( taqyid al-muthlaq)
Misalnya: Al-Qur'an
memerintahkan untuk berwasiat, dengan tidak dibatasi berapa jumlahnya. Kemudian
Al-Sunnah membatasinya. (3). Mentakhshishkan keumuman,
Misalnya: Al-Qur’an mengharamkan tentang bangkai, darah dan daging babi kemudian
al-Sunnah mengkhususkan dengan memberikan
pengecualian kepada bangkai ikan laut, belalang, hati dan limpa.
(4) menciptakan hukum
baru.
Rasulullah melarang untuk binatang buas dan yang bertaring
kuat, dan burung yang berkuku kuat,
dimana hal ini tidak disebutkan dalam Al-Qur'an.
Sunah dapat dibagi
menjadi empat macam,
diantaranya:
1.
Sunah Qauliyah
Sunah Qauliyah yaitu
segala perkataan Rasulullah
2.
Sunah Fi’liyah
Sunah Fi’liyah yaitu segala perbuatan
Rasulullah
3.
Sunah Taqririyah
Sunah Taqririyah yaitu penetapan dan pengakuan dari Nabi Muhammad terhadap pernyataan maupun
perbuatan orang lain.
4.
Sunah Hammiyah
Sunah Hammiyah yaitu sesuatu yang sudah direncanakan untuk dikerjakan tetapi tidak sampai dikerjakan.
Sebagai salah satu sumber hukum Islam,
sunah memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Menegaskan atau menjelaskan lebih
jauh mengenai ketentuan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Sebagai contoh, dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai ayat
yang berkaitan dengan salat, namun tidak dijelaskan secara detail bagaimana
tata cara pelaksanannya.
2.
Sebagai penjelas dari isi Al-Qur’an.
Misalnya, dalam Al-Qur’an terdapat
perintah untuk mendirikan salat namun tidak dijelaskan mengenai
jumlah rekaat, cara pelaksanaannya, rukun, serta syarat
untuk mendirikan salat tersebut.
3. Menambahkan
atau mengembangkan sesuatu yang masih samar-
samar atau bahkan tidak ada mengenai ketentuannya dalam Al- Qur’an.
3.
Ijma’
Menurut bahasa, Ijma' yaitu mengumpulkan
perkara dan memberi hukum atasnya
serta meyakininya. Sedangkan menurut istilah, Ijma' yaitu kebulatan pendapat
semua ahli ijtihad
setelah wafatnya Rasulullah saw pada suatu masa atas sesuatu hukum syara'
Menurut
Djazuli dan Aen (dalam Muannif,2021) berpendapat bahwa Ijma’ merupakan kesepakatan dari seluruh ulama mujtahid tentang
suatu hukum syara’
mengenai satu kasus Rasulullah wafat.
Terdapat beberapa
persyaratan sebagai Ijma’ ulama, diantaranya:
1. Terdapat
perwakilan ulama mujtahid dari segenap perwakilan umat Islam di seluruh
negara untuk berkumpul
atau saling berkomunikasi untuk saling membahas suatu permasalahan baru yang tidak bisa ditemukan
kejelasannya baik dalam Al-Qur’an
maupun sunah.
2. Para ulama mujtahid sepakat
untuk memutuskan hukum agar dibahas
secara bersama-sama.
3. Kesepakatan
pendapat harus nyata, baik dalam perbuatan maupun fatwanya, sebab ada kemungkinan beberapa ulama mujtahid yang diam dan menyebabkan perbedaan dalam nilai
Ijma’ sukuti atau diam.
4. Kebulatan pendapat
dari yang bukan merupakan ulama
mujtahid tidak disebut ijma’
ulama, demikian pula kebulatan pendapat hanya
mencakup Sebagian besar ulama mujtahid, bukan ijma’ ulama. Ijma' dapat
dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:
a.
Ijma' Salaby
Ijma' salaby yaitu kesepakatan dalam suatu masalah pada masa tertentu oleh semua ulama.
b.
Ijma' Ulama Madinah
Ijma' ulama Madinah yaitu
kesepakatan pada masa tertentu oleh para ulama Madinah.
c. Ijma' Ulama Kufah
Ijma' ulama Kufah yaitu kesepakatan pada suatu masalah
oleh para ulama Kuffah.
d.
Ijma' Khulafaur Rasyidin
Ijma'
Khulafaur Rasyidin yaitu kesepakatan pada suatu masalah oleh empat khalifah
(Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali)
e.
Ijma' Ahlu Bait
Ijma' Ahlu Bait yaitu kesepakatan dalam suatu masalah oleh keluarga
Nabi.
Sebagai salah satu sumber hukum Islam,
hasil ijma’ ulama wajib ditaati bagi seluruh umat Islam. Karena
dalam hukum tersebut
terdapat nilai qath’iy tidak
dapat dihapus ataupun ditentang oleh hasil Ijtihad. Menurut kesepakatan para ulama, hasil ijtihad merupakan
sumber hukum. Ijtihad
berfungsi sebagai metode
dalam penerapan hukum. Jika terdapat
permasalahan dalam hukum umat Islam, sedangkan yang menujukkan
kesahihannya tidak ditemukan, maka menurut para ulama mereka boleh melakukan
itjihad menetapkan hukum tersebut
demi kemaslahataan umat manusia.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
QS. An-Nisa ayat 59
ن تَ َنا زعتُ ْم ي
واُ و ِلى ا ْلَ م ِر م ْن ُك ْم ۚ فَ ِا
ْي ُـعوا ال َّرس ْول ط
واَ
َّللا
ط ْيـعُوا
يـاَ ُّي
َها الَّ ِذ ْين
²ا َمنُ ٰۤ ْوا اَ
شي „ء ُردُّ ْوهُ اِلَى ِّللا وا ل َّرس ْول اِ ْن ك ْنـتُ ْم تُ ْؤ ِمنُ ْون ِبا ِّلل وا ل َيـ ْو ِم ا ْ ²ل خ ِر ۗ ذ ِلك خ ْي ˚ر واَ ْحسن
تَأْ ِو ْي ًل
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah
Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Ijma’ juga dapat dijadikan
sebagai sumber hukum Islam.
4.
Qiyas
Menurut bahasa, Qiyas berarti
mengukurkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakanya. Sedangkan menurut istilah,
Qiyas berarti menetapkan hukum sesuatu perbuatan yang
belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya.
Menurut Abdul Wahab Al-Khallaf, Qiyas
yaitu mempersamakan suatu kasus
yang tidak ada nash hukumnya
dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnya.
Secara
terminologi, definisi Qiyas yang dikemukakan oleh beberapa ulama,
yaitu:
a.
Menurut Muhammad Abdul Gani Al-Bayiqani
Definisi Qiyas yang dikemukakan yaitu Qiyas merupakan
hubungan suatu persoalan
yang tidak ada ketentuan hukumnya
di dalam nash
dengan sesuatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash
karena di antara keduanya
terdapat pertautan, illat hukumnya.
b.
Menurut Syaikh Muhammad
Al-Khudari Beik
Pendapat yang dikemukakan tentang definisi Qiyas yaitu Qiyas adalah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok (asal)
kepada cabang karena adanya pertautan illat keduanya.
Qiyas dapat dibagi menjadi
tiga bagian, diantaranya:
1.
Qiyas illat
Qiyas illat merupakan giyas yang jelas illatnya,
mempertemukan pokok dengan cabang dan
illat itu yang menumbuhkan hukum pada dasarnya. Qiyas illat
dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu
2.
Qiyas Jaili
Qiyas Jaili merupakan Qiyas yang illatnya baik dinashkan
atau jika tidak dinashkan
pemisah antara asal dan cabang jelas tidak berpengaruh.
3. Qiyas Khafi
Qiyas Khafi merupakan Qiyas yang illatnya
diambil dari hukum asal (pokok)
4.
Qiyas Dalalah
Qiyas Dalalah yaitu Qiyas yang menunjuki kepada hukum berdasarkan dalil illat. Contohnya adalah
mengqiyaskan harta anam kecil dalam
perkara wajibnha zakat kepada harta orang besar atas fasar sama-sama harta yang
baik.
5.
Qiyas Syabah
Qiyas Syabah merupakan
Qiyas yang menjadi
sebab illat yang mempertemukan antara cabang dengan
pokok hanyalah penyerupaan semata-mata.
B. Sumber Hukum
Islam dan Urutannya
Menurut
Abdul Wahab Khalaf,
telah dietetapkan bahwa dalil syara’
yang menjadi dasar pengambilan hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia
ada 4 macam, diantaranya: Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas.
Jumhur ulama juga telah sepakat bahwa empat hal ini digunakan sebagai dalil juga sepakat bahwa urutan
penggunaan dalil-dalil tersebut adalah
sebagai berikut: pertama Al-Quran, kedua As-Sunah, ketiga Ijma’, dan keempat
Qiyas.
Bila ditemukan suatu kejadian, yang
pertama kali dicari hukumnya dalam
al-Quran, dan bila hukumnya ditemukan maka harus dilaksanakan. Namun, bila dalam Al-Quran tidak ditemukan
maka harus dicari ke dalam sunah.
Bila dalam sunah juga tidak ditemukan maka harus dilihat, apakah para mujtahid telah sepakat tentang hukum
dari kejadian tersebut, dan bila tidak ditemukan
juga, maka harus berijtihad mengenai
hukum atas kejadian
itu dengan mengkiaskan kepada hukum
yang memiliki nash.
Adapun dalil yang menunjukan urutan dalam menggunakan empat
dalil di atas antara lain QS.
An-Nisa: 59
ن تَ َنا زعتُ ْم ي
واُ و ِلى ا ْلَ م ِر م ْن ُك ْم ۚ فَ ِا
ْي ُـعوا ال َّرس ْول ط
واَ
َّللا
ط ْيـعُوا
يـاَ ُّي
َها الَّ ِذ ْين
²ا َمنُ ٰۤ ْوا اَ
شي „ء ُردُّ ْوهُ اِلَى ِّللا وا ل َّرس ْول اِ ْن ك ْنـتُ ْم تُ ْؤ ِمنُ ْون ِبا ِّلل وا ل َيـ ْو ِم ا ْ ²ل خ ِر ۗ ذ ِلك خ ْي ˚ر واَ ْحسن
تَأْ ِو ْي ًل
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah
kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu,
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
Sumber
hukum dalam Islam sangat penting,
karena merupakan sumber utama dalam menentukan hukum yang
melandasi kehidupan bagi seorang muslim.
Menurut
Mu'tazilah, akal adalah
urutan pertama sebelum
Al-Qur'an, Sunah, Ijma'. Dasar petimbangan ditempatkannya akal dalam urutan pertama adalah karena dengan akal, manusia
mengatahui al-qur'an, sunah, dan ijma'.
Selain itu, 'Abd Al-Jabbar mendasar
pandangan dam istinbath al- ahkam pada dalil
akal, sebagai urutan pertama sebelum al-qur'an, as-sunah, dan ijma'. Melihat urutan ini, sudah
jelas bahwa akal lebih tinggi dan lebih penting
dari dalil-dalil lainnya. Dasar pertimbangannya karena debgan akal manusia
mengetahui al-qur'an, sunah, dan ijma'.
Selain itu, dengan akal juga
manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dalam
pandangan kaum Mu'tazilah, akal selain mempunyai
daya untuk memperoleh pengetahuan juga mempunyai
daya untuk membedakan antara kebaikan dan
keburukan. Akal, dengan kata lain, mempunyai fungsi dan tugas moral.
Urutan
selanjutnya adalah sunah, sebagai sumber ketiga dalam
pandangan 'Abd al-Jabbar, khabar yabg djbawa oleh nabi sapat dijadikan dalil, baik itu al-qur'an maupun sunah,
hadist, dan al-khabar adalah kata- kata yang mengandung arti yang sama dalam pandangan kebanyakan ulama hadist
dan 'Abd al-Jabbar. Sunah sebagai pemikiran
setelah al-qur'an berisikan
berbagai khabar yang diinformasikan oleh nabi baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir
(pernyataan). Khabar yang diketahui kebenarannya
dapat diperoleh tanpa dalil seperti al-khabar al-mhtawatir tentqng salat lima waktu dengan perantara
dalil seperti khabar tentang keesaan serta keadilan
Tuhan.
Sumber pemikiran lain setelah al-qur'an
adalah ijma'. Hal yang terpenting dalam ijma' adalah
tercapainya kesepakatan orang banyak dalam
satu masalah yang dianggap sebagai obyek kesepakatan mereka. Menurut ulama Mu'tazilah, mereka yang bersepakat
harus memiliki pengetahuan tentang
konsep ijma dan mengetahui kedudukannya yang sesungguhnya. Yang dimaksud dengan 'orang banyak' dalam
hal ini adalah para mujtahid yang
beriman, yakni memahami dan mengakui kebenaran ajaran al-tawhid wa al-adl. Pandangannya tersebut tidak lepas dari pandangan
teologi Mu'tazilah yang dianutnya. Sebagaimana diketahui dalam teologi
Mu'tazilah peranan akal amat tinggi dan penting
dalam penyelesaian berbagai
persoalan mengenai teologi.
C. Sumber Utama
Hukum Islam Saat ini
Para ulama sepakat jika Al-Qur'an
menjadi sumber hukum pertama dan
utama bagi syari'at Islam. Hal tersebut bukanlah karena tanpa alasan, namun ketetapan tersebut dilatarbelakangi
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1.
Kebenaran Al-Qur'an
Abdul
Wahab Khallaf mengatakan bahwa “kehujjahan Al-qur’an itu terletak pada
kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”. Hal ini didasarkan pada firman Allah QS. Al- Baqarah ayat 2
ل’ ْل ُمتَّ ِق ْين
ْي ِه ۛ هُدًى
ب ۛ
ْي ر
ا ْل ِك ²تب ل ك
ذ ِل
Artinya: "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa,"
2.
Kemukjizatan Al-Qur'an
Mukjizat yaitu sesuatu yang luar biasa
dan tidak ada kuasa manusia membuatnya
karena hal itu merupakan hal yang diluar kesanggupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Mukjizat merupakan suatu
kelebihan yang telah djberikan Allah Swt kepada para nabi dan rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulan
mereka, dan untuk menunjukkan bahwa agama yang mereka bawa bukanlah
buatan mereka sendiri
melainkan benar-benar datang dari Allah Swt. Semua nabi dan rasul memiliki mukjizat, termasuk diantara
mereka adalah Nabi Muhammad saw yang memiliki
salah satu mukjizat yaitu kita suci Al-Qur'an.
Berikut adalah beberapa bukti dari kemukjizatan
Al-Qur'an:
a.
Dari segi keindahan sastranya.
Keindahan sastra yang dimiliki Al-Qur'an
melebihi seluruh sastra yang disusun
oleh sastrawan Arab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Selain itu, keindahan sastra yang terdapat pada Al-Qur'an
tidak hanya diakui oleh umat Islam
saja, melainkan juga diakui oleh non- muslim.
b.
Pemberitaan tentang berbagai macam
peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
Pemberitaan ini sudah diakui kebenarannya dan terbukti adanya.
Misalnya yang terdapat dalam QS. Al-Rum ayat 1-4, yang berbunyi:
Artinya: "Alif Lam Mim."
Artinya: "Bangsa Romawi telah dikalahkan,"
ت ال ُّر ْو ُم
ٓل ٓ’م
ا
ُغ
ِل َب
س َي ْغ ِلبُ ْون
غلَ ِب ِه ْم
’م
ْۢ ْن َب ْع ِد
و ْم ض
ْۤ ْي اَدْنَى ا
ْْلَ ر
Artinya: "di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang,"
ح ا ْل ُم ْؤ ِمنُ ْون
ۗ و َي ْو َمئِ ٍذ َّي ْف َر
ْعدُ
و ِم ْۢ ْن
م ْن قَ ْبل
ُر م
ۗ ه ِّلِل ا ْْلَ
س ِن ْين
ي ض ِع
Artinya: "dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allahlah
urusan sebelum dan setelah (mereka
menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman,"
c. Pemberitaan mengenai
peristiwa yang terjadi
pada umat terdahulu
yang tidak pernah terungkap oleh sejarah yang ada sebelumnya.
Dalam hal ini,
Allah berfirman dalam QS. Hud ayat 49
yang berbunyi:
ۗ اِن
ْر ص ِب
هذَا ۗ ا
م ْن قَ ْبل
و
َْل قَ ْو ُمك ت
ُم َه ْۤا اَ ْن ت تَ ْعلَ
كْن
ۗ ما
ب نُ ْو ِح ْي َه ْۤا اِلَ ْيك
م ْن اَ ْۢ ْن َبآ ِء ا ْلغَ ْي
ِت ْلك
َبةَ ل ْل ُمتَّ ِق ْين
ا ْل َعا
Artinya: "Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang
Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah engkau mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum
ini. Maka bersabarlah, sungguh, kesudahan (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa."
d.
Isyaratnya terhadap fenomena alam yang terbukti
kebenarannya berdasarkan ilmu pengetahuan.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anbiya ayat 30 yang berbunyi:
شي ٍء
ا ْل َمآ ِء كل من
ۗ وج َع
ْلنَا
ْق ٰن ُه َما فَتَ
رتْقًا
ض كا نَـتَا
ت وا ْلَ ر
ٰم ٰو س
كفَ ُر ْۤ ْوا اَ َّن ال
َر الَّ ِذ ْين
اَ َولَ ْم
حيٍ ۗ اَفَ ََل يُ ْؤ ِمنُ ْون
Artinya: "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian
Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan
segala sesuatu yang hidup berasal
dari air; maka
mengapa mereka tidak beriman?"
Berikut adalah pandangan dari beberapa Mazhab tentang
Al-Qur’an sebagai sumber hukum:
1.
Pandangan Imam Abu Hanifah
Menurut Imam Abu Hanifah, Al-Qur’an
merupakan sumber hukum pertama
Islam. Hal ini sejalan dengan
pendapat dari jumhur.
Namun, terdapat dalil yang menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah memaknai Al-Qur’an hanya maknanya
saja. Sebagai contoh Ia mengatakan boleh melakukan salat dengan
Bahasa Parsi, padahal menurut Imam
Syafi’I menyatakan bahwa sekalipun orang bodoh
tidak boleh melaksanakan salat dengan Bahasa selain Arab.
2.
Pandangan Imam Malik
Imam Malik menyatakan bahwa hakikat
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang lafadz
dan maknanya berasal
dari Allah. Menurut
Imam Malik, Al-Qur’an bukanlah makhluk, karena kalam Allah termasuk
kitab Allah. Sifat Allah tidak dikatakan sebagai makhluk, bahkan beliau memberikan predikat kafir zindiq (orang yang menampakkan
keislamannya dan menyembunyikan kekafirannya)
terhadap orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Belia
berkata “seandainya aku mempunyai wewenang
untuk membunuh seseorang yang menafsirkan Al-qur’an (dengan daya nalar
murni) maka akan kupenggal leher orang itu”
3. Pandangan Imam Syafi’i
Imam
Syafi’I menetapkan bahwa sumber hukum Islam yang paling
pokok adalah Al-Qur’an. Beliau juga berpendapat bahwa “tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali
petunjuk terdapat didalam Al-qur’an.”
Menurutnya, Al- Qur’an tidak
bisa dilepaskan dari sunah karena kaitannya yang sangat erat. Jika para ulama berpendapat bahwa sumber hukum Islam pertama adalah Al-Qur’an dan kedua
as-sunah, maka Imam Syafi’I
berpandangan bahwa Al-Qur’an dan sunah berada dalam posisi yang sama atau dalam satu martabat (keduanya wahyu ilahi yang berasal dari Allah). Sebagaimana firman Allah dalam
QS. An- Najm ayat
4:
ي ْو ٰحى
اِ ْن هُ َو اِ َّْل وح
Artinya: "Tidak lain
(Al-Qur'an itu)
adalah
wahyu
yang
diwahyukan (kepadanya),"
4.
Pandangan Imam Ibnu Hambal
Pandangan Imam Ibnu Hambal sama dengan
Imam Syafi’i. Al-Qur’an merupakan
sumber dan tiangnya
agama Islam yang didalamnya terkandung berbagai kaidah yang tidak akan dapat berubah
dengan perubahan zaman dan tempat.
Al-Qur’an juga mengandung hukum global serta penjelasan
tentang akidah yang benar sebagai hujjah untuk tetap berdirinya Islam.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Sebagai sumber hukum Islam,
al-qur'an, sunah, ijma', dan qiyas memiliki
kedudukan serta peran penting yang dapat kita peroleh. Hanya dapat dikatakan sebagai al-qur'an jika
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Tujuan diturunkannya al-quran adalah agar dapat memperbaiki hidup manusia.
2.
Meskipun terdapat beberapa perbedaan
pendapat dari berbagai
ulama, namun urutan pertama dari sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an. Kemudian dilanjutkan dengan sunah, lalu
urutan ketiga adalah ijma', dan yang
terakhir adalah qiyas. Urutan tersebut telah disepakati oleh jumhur ulama.
3.
Menurut para ulama, yang menjadi
sumber utama hukum Islam adalah al-qur'an. Penetapan tersebut bukan tanpa sebab dan alasan,
melainkan telah dilatarbelakangi dengan berbagai faktor pendukung yang menyebabkan al-qur'an dijadikan sebagai
sumber utama serta pertama dalam hukum
Islam.
B.
Saran
Hukum Islam ditetapkan untuk semua umat
Islam agar menjadi pedoman dalam menjalani kehidupannya. Aturan yang terdapat
dalam hukum Islam ditetapkan bersumber
dari Allah Swt dan dalam pelaksanaannya
akan mendapat kemaslahatan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, kita sebaiknya menaati hukum yang
berlaku dalam bertingkah laku dalam
menjalani kehidupan kita sebagai makhluk Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, L. (2017). AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA. Jurnal
Hukum dan Keadilan, 4(1), 64-66.
Asrowi. (2018). Ijma dan Qiyas dalam Hukum Islam. Jurnal Aksioma
Al-Musaqoh, 30-49.
Muannif, R., Hasbi, U., & Ghafar,
A. (2021). SUMBER-SUMBER HUKUM
ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA. Borneo: Journal
of Islamic Studies, 28-41.
Siska, L. S. (2018).
PERBANDINGAN SUMBER HUKUM ISLAM. TAHKIM,
Jurnal Peradaban dan Hukum Islam, 1(1),
102-116.
Tentiyo, S., Asmuni,
& Tuti, A. (2022). Konsep
Al-Qur’an sebagai Sumber
Utama dalam Hukum Islam. Jurnal Multidisiplin Madani (MUDIMA),
2(2), 955- 976.
0 comments:
Posting Komentar