Kamis, 17 Agustus 2023

  • Jurnal Karya 2023 "Makalah" #29

     

    SUMBER UTAMA HUKUM ISLAM

    Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

    Dosen Pengampu: Drs. Imam Suyanto, M.Pd.



    Disusun Oleh:

    Nama                           : Nuril Fajriyah

    NIM                            : K7122240

    Kelas                           : 2H

    Nomor Urut                   44

     

     

     

     

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KEBUMEN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2023

     

     

     

     

     

     

     

     

    i


     

    Alhamdullillahirobbil’alamiin. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya tulis tentang sumber utama hukum Islam ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan kita, Nabi Muhammad saw sebagai khatamul anbiya’ yang telah menyampaikan kisah untuk membimbing manusia ke jalan yang diridhoi Allah Swt.

    Terselesaikannya karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik materiil maupun spiritual, untuk itu penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penulisan karya tulis ini sehingga dapat terselesaikan. Pihak-pihak yang terkait, diantaranya:

    1.      Bapak Dr. Suhartono, M.Pd selaku Kepala Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Kebumen.

    2.      Bapak Drs. Imam Suyanto, M.Pd selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

    3.      Orang tua serta teman-teman penulis yang selalu memberikan dukungan serta dorongan dalam penyusunan karya tulis ini.

    Semoga segala pertolongan dan amal baiknya yang tak terhitung nilainya mendapatkan balasan dari Allah Swt. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki banyak kekurangan baik dari susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya membangun dari pembaca sekalian

    Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat serta dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan tentang sumber utama hukum Islam bagi pembaca.

    Kebumen, 11 April 2023

     

     

    Penulis

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    ii


     

    HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

    KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

    DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

    A.     Latar Belakang............................................................................................. 1

    B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 2

    C.     Tujuan.......................................................................................................... 2

    BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

    A.     Konsep Al-Qur’an, Sunah, Ijma, dan Qiyas................................................ 3

    1.      Al-Qur’an............................................................................................... 3

    2.      Sunah..................................................................................................... 5

    3.      Ijma’....................................................................................................... 7

    4.      Qiyas...................................................................................................... 8

    B.     Sumber Hukum Islam dan Urutannya....................................................... 10

    C.     Sumber Utama Hukum Islam Saat ini........................................................ 11

    BAB III PENUTUP............................................................................................. 15

    A.     Kesimpulan................................................................................................ 15

    B.     Saran.......................................................................................................... 15

    DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

     

    iii


     


     

     

     

    A.     Latar Belakang


    BAB I PENDAHULUAN


    Setiap individu memiliki tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan dan telah tercantum dalam sebuah aturan yang berlaku. Dalam agama Islam, terdapat aturan yang harus dilakukan serta ditaati dalam menjalani kehidupannya sebagai umat muslim, yaitu hukum Islam.

    Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata ‘hukum’ dan kata ‘Islam’. Kedua kata tersebut dipisah dan merupakan kata yang digunakan dalam Bahasa Arab dan terdapat dalam al-qur’an namun juga berlaku dalam Bahasa Indonesia. ’Hukum Islam’ sebagai suatu rangkaian kata telah menjadi Bahasa Indonesia yang hidup dan terpakai.

    Syarifuddin (dalam Sulistiani,2018) mengatakan bahwa kata ‘hukum’ adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya.

    Bila dihubungkan dengan ‘Islam’ dan ‘syara’ maka kata ‘hukum’ akan berarti “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan sunah rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf, baik berupa tuntutan, pilihan, atau ketetapan yang diakui dan diyakini mengikat bagi semua umat beragama Islam.

    Hukum Islam memuat tentang ajaran-ajaran Islam. Hukum Islam bersifat statis sekaligus dinamis. Dikatakan statis karena hukum Islam merupakan suatu hal yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunah dalam setiap aspek kehidupannya. Sedangkan, Hukum Islam dapat dikatakan dinamis karena didalamnya mampu menjawab mengenai segala permasalahan yang ada sesuai dengan perkembangan zaman, tempat, keadaan, serta dapat ditempatkan pada segala macam bentuk struktur sosial dalam kehidupan, baik secara individu maupun bermasyarakat.

    Hukum Islam berasal dari sumber hukum Islam. Sumber hukum Islam juga dapat disebut sebagai dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam. Sumber hukum Islam ada yang telah disepakati oleh para ulama, namun ada juga yang masih diperselisihkan. Sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh para Jumhur Ulama antara lain, Al- Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas.

    Dari sumber hukum Islam yang telah disebutkan, ternyata masih banyak dari kalangan umat muslim yang belum memahami tentang sumber hukum Islam tersebut. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa semua sumber hukum Islam adalah sama. Baik sama  dalam definisi, konsep,


     

    fungsi, urutan, serta sumber utama hukum Islam yang berlaku hingga saat ini dan telah disetujui dan disepakati oleh para ulama. Oleh karena itu, penulis akan membahas secara rinci tentang sumber utama hukum Islam Al- Qur’an, Sunah, Ijma’, serta Qiyas. Pembahasan berisi mengenai konsep Al- Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas sebagai sumber hukum Islam, urutan sumber hukum Islam yang telah disetujui oleh para Ulama, serta sumber utama hukum Islam yang telah disepakati dan berlaku hingga saat ini.

    B.     Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:

    1.      Bagaimanakah konsep Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas sebagai sumber hukum Islam?

    2.      Bagaimanakah urutan sumber hukum Islam yang telah disetujui oleh para Ulama?

    3.      Apakah sumber utama hukum Islam yang telah disepakati dan berlaku hingga saat ini?

    C.     Tujuan

    Berdasarkan rumusan masalah terseuit, diperoleh tujuan pembahasan sebagai berikut:

    1.      Untuk mengetahui dan menjelaskan konsep Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas sebagai sumber hukum Islam.

    2.      Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang urutan sumber hukum Islam yang telah disetujui oleh para Ulama.

    3.      Untuk mengetahui sumber utama hukum Islam yang telah disepakati dan berlaku hingga saat ini.


     

    BAB II PEMBAHASAN

    A.     Konsep Al-Qur’an, Sunah, Ijma, dan Qiyas

    1.      Al-Qur’an

    Kata Al-Qur’an berasal dari Bahasa Arab Qara’a yang berarti membaca. Al-Qur’an yaitu Kalam Allah yang mengandung mu’jizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad kepada kita dengan jalan mutawatir, tertulis dengan Bahasa Arab, terdapat dalam mushaf, dan membacanya bernilai ibadah. Bacaannya diawali dengan surah Al- Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas. Oleh karena itu, jika bukan kalam Allah dan tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, hal tersebut tidak disebut sebagai Al-Qur’an seperti Zabur, Taurat, dan Injil. Meskipun ketiga kitab tersebut merupakan kalam Allah, namun ketiga kitab tersebut tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, sehingga tidak dapat disebut sebagai Al-Qur’an.

    Menurut Abdul Wahab Kholaf, Al-Qur’an merupakan Kalamullah yang diturunkan Allah Swt melalui melaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah. Makna yang benar mengenai Al-Qur’an yaitu untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah, bahwa beliau itu utusan-Nya, sebagai undang- undang bgi umat manusia, sebagai petunjuk, sebagai pendekatan diri pada Allah dengan membacanya, dan dikodifikasi dalam satu mushaf, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas, diriwayatkan secara mutawatir secara tulisan maupun lisan, terjaga dari perubahan dan sebagai pembenar.

    Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hijr: 9


    ظ ْون


    ٰحـ ِف


    ا ٗه


    واِ


    َّز ْلنَا ال ِذ ْك َر


    اِنَّا نَحن


    Artinya: "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."

    Al-Jurjani (dalam Sulistiani,2018) mendefinisikan Al-Qur’an sebagai Kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah, tertulis dalam mushaf, ditukil dari Rasulullah secara mutawatir dengan tidak diragukan.

    Tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah agar dapat memperbaiki sikap hidup manusia. Oleh karena itu, dalam Al-Qur’an berisi perintah untuk berbuat yang baik dan larangan untuk berbuat keji. Dalam penyampaian perintah dan larangannya, Al-Qur’an memiliki pedoman, sebagai berikut:


     

    1.      Tidak memberatkan atau menyusahkan

    Hal yang dimaksud seperti mengqasar salat jika sedang dalam prejalanan, tidak berpuasa bagi musafir, bertayamum sebagai ganti wudhu jika sedang tidak ada air disekitarnya, memakan makanan yang terlarang saat dalam keadaan darurat.

    2.      Tidak memperbanyak beban atau tuntutan

    Salah satu contohnya adalah zakat, karena zakat hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu saja.

    3.      Berangsur-angsur dalam mensyari’atkan sesuatu

    Dalam hal ini dapat seperti pengharaman minuman keras prosesnya sampai tiga kali, kemudian diputuskan tidak boleh.

    Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa hukum yang terkandung didalamnya, yaitu:

    1.      Hukum-hukum I’tiqadiyyah

    Hukum ini disebut juga dengan hukum akidah (kepercayaan), hukum akidah merupakan hukum yang berhubungan dengan hal-hal yang harus dipercaya mengenai Allah Swt, malaikat, kitab-kitab, para Rasul Allah, serta kepada hari akhir (kiamat). Hukum ini dibahas secara khusus dalam ilmu tauhid atau aqo’id, dan ilmu kalam atau teologi.

    2.      Hukum-hukum Khuluqiyyah

    Hukum ini merupakan hukum yang berhubungan dengan akhlak seorang manusia, yaitu hal-hal yang harus dijadikan perhiasan dan menghindarkan diri dari kehinaan. Manusia wajib memiliki akhlak yang baik dan menjauhi segala perilaku yang buruk. Tentunya manusia dapat membedakan mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Hukum ini scara khusus dibahas dalam ilmu akhlak dan tasawuf.

    3.      Hukum-hukum Amaliyah

    Hukum ini merupakan hukum yang berhubungan dengan perbuatan setiap manusia. Perbuatan tersebut meliputi masalah ucapan dan pembelanjaan pengelolaan harta benda, ibadah, muamalah, dan lain sebagainya. Hukum ini dibahas dalam ilmu fiqh. Di dalam hukum amaliyah terdapat dua jenis, yaitu hukum amaliyah  mengenai                  ibadah        dan        hukum             amaliyah    mengenai muamalah dalam artian yang luas. Di dalam Al-Qur’an, penjelasan mengenai hukum-hukum ibadah dijelaskan secara lebih rinci dibandingkan dengan hukum muamalah. Terdapat 140 ayat dalam

    Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai ibadah.


     

    Al-Qur’an ditetapkan sebagai sumber utama hukum Islam oleh para ushul fiqh yang telah menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara:

    1.      Penjelasan rinci (juz’i) terhadap hukum yang dikandung Al-Qur’an, yang berkaitan dengan masalah aqidah, hukum waris, hukum yang terkait dengan masalah pidana hudud, dan kaffarah.

    2.      Penjelasan Al-Qur’an terhadap sebagian besar hukum itu bersifat global (kulli), umum, dan mutlak.

    3.      Hukum yang diterangkan terperinci yaitu hukum-hukum jihad, undang-undang perang, perhubungan umat Islam dengan umat-umat lain, hukum-hukum tawanan dan rampasan perang.

    4.      Menetapkan kaidah-kaidah dan dasar-dasar umum.

    2.      Sunah

    Al-Sunah yaitu jalan hidup yang dijalani atau disebut juga sebagai suatu yang telah dibiasakan. Sunah Rasul adalah sesuatu yang biasa dijalankan dalam kehidupan Rasulullah baik dalam perkataan maupun perbuatan serta persetujuan Rasul.

    Mustafa (dalam Muannif,2021) berpendapat bahwa Sunah adalah segala perkataan, perbuatan, taqrir, sifat fisik, atau akhlak yang ditinggalkan Rasulullah, serta perilaku kehidupan baik sebelum diangkat menjadi Rasul (seperti mengasingkan diri yang beliau lakukan di Gua Hira’) atau setelah kerasulan beliau.

    Menurut salah seorang ulama fiqh, Sunah yaitu segala sesuatu yang datang dari Nabi yang bukan fardlu atau tidak wajib. Definisi sunah dalam bidang hukum yaitu sunah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an yang sama-sama memiliki peranan penting. Selain memerinci keumuman paparan ayat Al-Qur’an, sunah juga befungsi untuk menjadi penjelas terhadap ayat Al-Qur’an yang belum jelas atau bisa juga menjadi penentu hukum yang tidak ada dalam Al- Qur’an.

    Adapun hubungan Alqur'an dilihat dari sisi materi hukum yang terkandung di dalamnya sebagai berikut :

    a.       Muqqid

    Yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan Al- Qur'an, dikuatkan dan dipertegas lagi oleh Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat, zakat terdapat dalam Al-Qur'an dan dikuatkan oleh Al-sunnah.

    b.      Bayan

    Yaitu al-Sunnah menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur,an yang belum jelas, dalam hal ini ada tiga hal :


     

    (1).Memberikan perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mujmal, misalnya perintah shalat dalam Al-Qur'an yang mujmal, diperjelas dengan Sunnah. Demikian juga tentang zakat, haji dan shaum. Dalam Shalat misalnya.

    (2).Membatasi kemutlakan ( taqyid al-muthlaq)

    Misalnya: Al-Qur'an memerintahkan untuk berwasiat, dengan tidak dibatasi berapa jumlahnya. Kemudian Al-Sunnah membatasinya. (3). Mentakhshishkan keumuman,

    Misalnya: Al-Qur’an mengharamkan tentang bangkai, darah dan daging babi kemudian al-Sunnah mengkhususkan dengan memberikan pengecualian kepada bangkai ikan laut, belalang, hati dan limpa.

    (4) menciptakan hukum baru.

    Rasulullah melarang untuk binatang buas dan yang bertaring kuat, dan burung yang berkuku kuat, dimana hal ini tidak disebutkan dalam Al-Qur'an.

    Sunah dapat dibagi menjadi empat macam, diantaranya:

    1.      Sunah Qauliyah

    Sunah Qauliyah yaitu segala perkataan Rasulullah

    2.      Sunah Fi’liyah

    Sunah Fi’liyah yaitu segala perbuatan Rasulullah

    3.      Sunah Taqririyah

    Sunah Taqririyah yaitu penetapan dan pengakuan dari Nabi Muhammad terhadap pernyataan maupun perbuatan orang lain.

    4.      Sunah Hammiyah

    Sunah Hammiyah yaitu sesuatu yang sudah direncanakan untuk dikerjakan tetapi tidak sampai dikerjakan.

    Sebagai salah satu sumber hukum Islam, sunah memiliki fungsi sebagai berikut:

    1.      Menegaskan atau menjelaskan lebih jauh mengenai ketentuan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

    Sebagai contoh, dalam Al-Qur’an dijelaskan mengenai ayat yang berkaitan dengan salat, namun tidak dijelaskan secara detail bagaimana tata cara pelaksanannya.

    2.      Sebagai penjelas dari isi Al-Qur’an.

    Misalnya, dalam Al-Qur’an terdapat perintah untuk mendirikan salat namun tidak dijelaskan mengenai jumlah rekaat, cara pelaksanaannya, rukun, serta syarat untuk mendirikan salat tersebut.


     

    3.      Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang masih samar- samar atau bahkan tidak ada mengenai ketentuannya dalam Al- Qur’an.

    3.      Ijma’

    Menurut bahasa, Ijma' yaitu mengumpulkan perkara dan memberi hukum atasnya serta meyakininya. Sedangkan menurut istilah, Ijma' yaitu kebulatan pendapat semua ahli ijtihad setelah wafatnya Rasulullah saw pada suatu masa atas sesuatu hukum syara'

    Menurut Djazuli dan Aen (dalam Muannif,2021) berpendapat bahwa Ijma’ merupakan kesepakatan dari seluruh ulama mujtahid tentang suatu hukum syara’ mengenai satu kasus Rasulullah wafat.

    Terdapat beberapa persyaratan sebagai Ijma’ ulama, diantaranya:

    1.      Terdapat perwakilan ulama mujtahid dari segenap perwakilan umat Islam di seluruh negara untuk berkumpul atau saling berkomunikasi untuk saling membahas suatu permasalahan baru yang tidak bisa ditemukan kejelasannya baik dalam Al-Qur’an maupun sunah.

    2.      Para ulama mujtahid sepakat untuk memutuskan hukum agar dibahas secara bersama-sama.

    3.      Kesepakatan pendapat harus nyata, baik dalam perbuatan maupun fatwanya, sebab ada kemungkinan beberapa ulama mujtahid yang diam dan menyebabkan perbedaan dalam nilai Ijma’ sukuti atau diam.

    4.      Kebulatan pendapat dari yang bukan merupakan ulama mujtahid tidak disebut ijma’ ulama, demikian pula kebulatan pendapat hanya mencakup Sebagian besar ulama mujtahid, bukan ijma’ ulama. Ijma' dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:

    a.       Ijma' Salaby

    Ijma' salaby yaitu kesepakatan dalam suatu masalah pada masa tertentu oleh semua ulama.

    b.      Ijma' Ulama Madinah

    Ijma' ulama Madinah yaitu kesepakatan pada masa tertentu oleh para ulama Madinah.

    c.       Ijma' Ulama Kufah

    Ijma' ulama Kufah yaitu kesepakatan pada suatu masalah oleh para ulama Kuffah.

    d.      Ijma' Khulafaur Rasyidin

    Ijma' Khulafaur Rasyidin yaitu kesepakatan pada suatu masalah oleh empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali)


     

    e.       Ijma' Ahlu Bait

    Ijma' Ahlu Bait yaitu kesepakatan dalam suatu masalah oleh keluarga Nabi.

    Sebagai salah satu sumber hukum Islam, hasil ijma’ ulama wajib ditaati bagi seluruh umat Islam. Karena dalam hukum tersebut terdapat nilai qath’iy tidak dapat dihapus ataupun ditentang oleh hasil Ijtihad. Menurut kesepakatan para ulama, hasil ijtihad merupakan sumber hukum. Ijtihad berfungsi sebagai metode dalam penerapan hukum. Jika terdapat permasalahan dalam hukum umat Islam, sedangkan yang menujukkan kesahihannya tidak ditemukan, maka menurut para ulama mereka boleh melakukan itjihad menetapkan hukum tersebut demi kemaslahataan umat manusia.

    Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah QS. An-Nisa ayat 59

     


    ن تَ َنا زعتُ ْم  ي


    واُ و ِلى ا ْلَ م ِر م ْن  ُك ْمۚ فَ ِا


     ْي  ُـعوا ال َّرس ْول ط


    واَ


    َّللا


    ط ْيـعُوا


    يـاَ ُّي َها الَّ ِذ ْين  ²ا َمنُ ٰۤ ْوا اَ


    شي ء    ُردُّ ْوهُ اِلَى    ِّللا وا ل َّرس ْول اِ  ْن ك ْنـتُ ْم تُ ْؤ ِمنُ ْون  ِبا   ِّلل وا ل َيـ ْو ِم ا ْ ²ل خ ِرۗ ذ ِلك خ ْي ˚ر واَ  ْحسن

    تَأْ ِو ْي ًل

    Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa Ijma’ juga dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam.

    4.    Qiyas

    Menurut bahasa, Qiyas berarti mengukurkan sesuatu atas lainnya dan mempersamakanya. Sedangkan menurut istilah, Qiyas berarti menetapkan hukum sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, berdasarkan sesuatu yang sudah ada ketentuan hukumnya.

    Menurut Abdul Wahab Al-Khallaf, Qiyas yaitu mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan suatu kasus yang ada nash hukumnya, karena persamaan kedua itu dalam illat hukumnya.

    Secara terminologi, definisi Qiyas yang dikemukakan oleh beberapa ulama, yaitu:

    a.       Menurut Muhammad Abdul Gani Al-Bayiqani

    Definisi Qiyas yang dikemukakan yaitu Qiyas merupakan hubungan suatu persoalan yang tidak ada ketentuan hukumnya di dalam nash


     

    dengan sesuatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash karena di antara keduanya terdapat pertautan, illat hukumnya.

    b.      Menurut Syaikh Muhammad Al-Khudari Beik

    Pendapat yang dikemukakan tentang definisi Qiyas yaitu Qiyas adalah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok (asal) kepada cabang karena adanya pertautan illat keduanya.

    Qiyas dapat dibagi menjadi tiga bagian, diantaranya:

    1.      Qiyas illat

    Qiyas illat merupakan giyas yang jelas illatnya, mempertemukan pokok dengan cabang dan illat itu yang menumbuhkan hukum pada dasarnya. Qiyas illat dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu

    2.      Qiyas Jaili

    Qiyas Jaili merupakan Qiyas yang illatnya baik dinashkan atau jika tidak dinashkan pemisah antara asal dan cabang jelas tidak berpengaruh.

    3.      Qiyas Khafi

    Qiyas Khafi merupakan Qiyas yang illatnya diambil dari hukum asal (pokok)

    4.      Qiyas Dalalah

    Qiyas Dalalah yaitu Qiyas yang menunjuki kepada hukum berdasarkan dalil illat. Contohnya adalah mengqiyaskan harta anam kecil dalam perkara wajibnha zakat kepada harta orang besar atas fasar sama-sama harta yang baik.

    5.      Qiyas Syabah

    Qiyas Syabah merupakan Qiyas yang menjadi sebab illat yang mempertemukan antara cabang dengan pokok hanyalah penyerupaan semata-mata.


     

    B.     Sumber Hukum Islam dan Urutannya

    Menurut Abdul Wahab Khalaf, telah dietetapkan bahwa dalil syara’ yang menjadi dasar pengambilan hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia ada 4 macam, diantaranya: Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, dan Qiyas. Jumhur ulama juga telah sepakat bahwa empat hal ini digunakan sebagai dalil juga sepakat bahwa urutan penggunaan dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut: pertama Al-Quran, kedua As-Sunah, ketiga Ijma’, dan keempat Qiyas.

    Bila ditemukan suatu kejadian, yang pertama kali dicari hukumnya dalam al-Quran, dan bila hukumnya ditemukan maka harus dilaksanakan. Namun, bila dalam Al-Quran tidak ditemukan maka harus dicari ke dalam sunah. Bila dalam sunah juga tidak ditemukan maka harus dilihat, apakah para mujtahid telah sepakat tentang hukum dari kejadian tersebut, dan bila tidak ditemukan juga, maka harus berijtihad mengenai hukum atas kejadian itu dengan mengkiaskan kepada hukum yang memiliki nash.

    Adapun dalil yang menunjukan urutan dalam menggunakan empat dalil di atas antara lain QS. An-Nisa: 59

     


    ن تَ َنا زعتُ ْم  ي


    واُ و ِلى ا ْلَ م ِر م ْن  ُك ْمۚ فَ ِا


     ْي  ُـعوا ال َّرس ْول ط


    واَ


    َّللا


    ط ْيـعُوا


    يـاَ ُّي َها الَّ ِذ ْين  ²ا َمنُ ٰۤ ْوا اَ


    شي ء    ُردُّ ْوهُ اِلَى    ِّللا وا ل َّرس ْول اِ  ْن ك ْنـتُ ْم تُ ْؤ ِمنُ ْون  ِبا   ِّلل وا ل َيـ ْو ِم ا ْ ²ل خ ِرۗ ذ ِلك خ ْي ˚ر واَ  ْحسن

    تَأْ ِو ْي ًل

    Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

    Sumber hukum dalam Islam sangat penting, karena merupakan sumber utama dalam menentukan hukum yang melandasi kehidupan bagi seorang muslim.

    Menurut Mu'tazilah, akal adalah urutan pertama sebelum Al-Qur'an, Sunah, Ijma'. Dasar petimbangan ditempatkannya akal dalam urutan pertama adalah karena dengan akal, manusia mengatahui al-qur'an, sunah, dan ijma'. Selain itu, 'Abd Al-Jabbar mendasar pandangan dam istinbath al- ahkam pada dalil akal, sebagai urutan pertama sebelum al-qur'an, as-sunah, dan ijma'. Melihat urutan ini, sudah jelas bahwa akal lebih tinggi dan lebih penting dari dalil-dalil lainnya. Dasar pertimbangannya karena debgan akal manusia mengetahui al-qur'an, sunah, dan ijma'. Selain itu, dengan akal juga manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dalam


     

    pandangan kaum Mu'tazilah, akal selain mempunyai daya untuk memperoleh pengetahuan juga mempunyai daya untuk membedakan antara kebaikan dan keburukan. Akal, dengan kata lain, mempunyai fungsi dan tugas moral.

    Urutan selanjutnya adalah sunah, sebagai sumber ketiga dalam pandangan 'Abd al-Jabbar, khabar yabg djbawa oleh nabi sapat dijadikan dalil, baik itu al-qur'an maupun sunah, hadist, dan al-khabar adalah kata- kata yang mengandung arti yang sama dalam pandangan kebanyakan ulama hadist dan 'Abd al-Jabbar. Sunah sebagai pemikiran setelah al-qur'an berisikan berbagai khabar yang diinformasikan oleh nabi baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir (pernyataan). Khabar yang diketahui kebenarannya dapat diperoleh tanpa dalil seperti al-khabar al-mhtawatir tentqng salat lima waktu dengan perantara dalil seperti khabar tentang keesaan serta keadilan Tuhan.

    Sumber pemikiran lain setelah al-qur'an adalah ijma'. Hal yang terpenting dalam ijma' adalah tercapainya kesepakatan orang banyak dalam satu masalah yang dianggap sebagai obyek kesepakatan mereka. Menurut ulama Mu'tazilah, mereka yang bersepakat harus memiliki pengetahuan tentang konsep ijma dan mengetahui kedudukannya yang sesungguhnya. Yang dimaksud dengan 'orang banyak' dalam hal ini adalah para mujtahid yang beriman, yakni memahami dan mengakui kebenaran ajaran al-tawhid wa al-adl. Pandangannya tersebut tidak lepas dari pandangan teologi Mu'tazilah yang dianutnya. Sebagaimana diketahui dalam teologi Mu'tazilah peranan akal amat tinggi dan penting dalam penyelesaian berbagai persoalan mengenai teologi.

    C.     Sumber Utama Hukum Islam Saat ini

    Para ulama sepakat jika Al-Qur'an menjadi sumber hukum pertama dan utama bagi syari'at Islam. Hal tersebut bukanlah karena tanpa alasan, namun ketetapan tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

    1.      Kebenaran Al-Qur'an

    Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa “kehujjahan Al-qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”. Hal ini didasarkan pada firman Allah QS. Al- Baqarah ayat 2


    ل ْل ُمتَّ ِق ْين


    ْي ِه ۛ هُدًى


    ب ۛ


    ْي ر


     ا ْل ِك ²تب ل ك


    ذ ِل


    Artinya: "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,"


     

    2.      Kemukjizatan Al-Qur'an

    Mukjizat yaitu sesuatu yang luar biasa dan tidak ada kuasa manusia membuatnya karena hal itu merupakan hal yang diluar kesanggupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Mukjizat merupakan suatu kelebihan yang telah djberikan Allah Swt kepada para nabi dan rasul untuk menguatkan kenabian dan kerasulan mereka, dan untuk menunjukkan bahwa agama yang mereka bawa bukanlah buatan mereka sendiri melainkan benar-benar datang dari Allah Swt. Semua nabi dan rasul memiliki mukjizat, termasuk diantara mereka adalah Nabi Muhammad saw yang memiliki salah satu mukjizat yaitu kita suci Al-Qur'an.

    Berikut adalah beberapa bukti dari kemukjizatan Al-Qur'an:

    a.       Dari segi keindahan sastranya.

    Keindahan sastra yang dimiliki Al-Qur'an melebihi seluruh sastra yang disusun oleh sastrawan Arab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Selain itu, keindahan sastra yang terdapat pada Al-Qur'an tidak hanya diakui oleh umat Islam saja, melainkan juga diakui oleh non- muslim.

    b.      Pemberitaan tentang berbagai macam peristiwa yang akan terjadi di masa depan.

    Pemberitaan ini sudah diakui kebenarannya dan terbukti adanya.

    Misalnya yang terdapat dalam QS. Al-Rum ayat 1-4, yang berbunyi:


     

     

    Artinya: "Alif Lam Mim."

     

     

    Artinya: "Bangsa Romawi telah dikalahkan,"


     

     

    ت ال ُّر ْو ُم


    ٓل ٓم ا

     

    ُغ ِل َب


    س َي ْغ ِلبُ ْون


    غلَ ِب ِه ْم


    م ْۢ ْن  َب ْع ِد


    و  ْم ض


    ْۤ ْي اَدْنَى ا ْْلَ ر


    Artinya: "di negeri yang terdekat dan mereka setelah kekalahannya itu akan menang,"


    ح ا ْل ُم ْؤ ِمنُ ْون


    ۗ و َي ْو َمئِ ٍذ َّي ْف َر


    ْعدُ


    و ِم ْۢ ْن


    م  ْن قَ ْبل


    ُر م


    ۗ   ه ِّلِل ا ْْلَ


    س ِن ْين


    ي  ض  ِع


    Artinya: "dalam beberapa tahun (lagi). Bagi Allahlah urusan sebelum dan setelah (mereka menang). Dan pada hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,"

    c.       Pemberitaan mengenai peristiwa yang terjadi pada umat terdahulu yang tidak pernah terungkap oleh sejarah yang ada sebelumnya.


     

    Dalam hal ini, Allah berfirman dalam QS. Hud ayat 49 yang berbunyi:


    ۗ اِن


    ْر ص ِب


    هذَا ۗ  ا


    م  ْن قَ ْبل


    و َْل قَ ْو ُمك ت


    ُم َه ْۤا اَ ْن ت تَ ْعلَ


    كْن


    ۗ ما


    ب نُ ْو ِح ْي َه ْۤا اِلَ ْيك


    م  ْن اَ ْۢ ْن َبآ ِء ا ْلغَ ْي


    ِت ْلك


    َبةَ ل ْل ُمتَّ ِق ْين


    ا ْل َعا


    Artinya: "Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah engkau mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sungguh, kesudahan (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa."

    d.      Isyaratnya terhadap fenomena alam yang terbukti kebenarannya berdasarkan ilmu pengetahuan.

    Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Anbiya ayat 30 yang berbunyi:


    شي ٍء


    ا ْل َمآ ِء كل من


    ۗ وج  َع ْلنَا


    ْق ٰن ُه َما فَتَ


    رتْقًا


    ض كا نَـتَا


    ت وا ْلَ ر


    ٰم ٰو س


    كفَ ُر ْۤ ْوا اَ  َّن ال


    َر الَّ ِذ ْين


    اَ َولَ ْم


    حيٍ ۗ اَفَ ََل يُ ْؤ ِمنُ ْون

    Artinya: "Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman?"

    Berikut adalah pandangan dari beberapa Mazhab tentang Al-Qur’an sebagai sumber hukum:

    1.      Pandangan Imam Abu Hanifah

    Menurut Imam Abu Hanifah, Al-Qur’an merupakan sumber hukum pertama Islam. Hal ini sejalan dengan pendapat dari jumhur. Namun, terdapat dalil yang menyatakan bahwa Imam Abu Hanifah memaknai Al-Qur’an hanya maknanya saja. Sebagai contoh Ia mengatakan boleh melakukan salat dengan Bahasa Parsi, padahal menurut Imam Syafi’I menyatakan bahwa sekalipun orang bodoh tidak boleh melaksanakan salat dengan Bahasa selain Arab.

    2.      Pandangan Imam Malik

    Imam Malik menyatakan bahwa hakikat Al-Qur’an adalah kalam Allah yang lafadz dan maknanya berasal dari Allah. Menurut Imam Malik, Al-Qur’an bukanlah makhluk, karena kalam Allah termasuk kitab Allah. Sifat Allah tidak dikatakan sebagai makhluk, bahkan beliau memberikan predikat kafir zindiq (orang yang menampakkan keislamannya dan menyembunyikan kekafirannya) terhadap orang yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Belia berkata “seandainya aku mempunyai wewenang


     

    untuk membunuh seseorang yang menafsirkan Al-qur’an (dengan daya nalar murni) maka akan kupenggal leher orang itu”

    3.      Pandangan Imam Syafi’i

    Imam Syafi’I menetapkan bahwa sumber hukum Islam yang paling pokok adalah Al-Qur’an. Beliau juga berpendapat bahwa “tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuk terdapat didalam Al-qur’an.” Menurutnya, Al- Qur’an tidak bisa dilepaskan dari sunah karena kaitannya yang sangat erat. Jika para ulama berpendapat bahwa sumber hukum Islam pertama adalah Al-Qur’an dan kedua as-sunah, maka Imam Syafi’I berpandangan bahwa Al-Qur’an dan sunah berada dalam posisi yang sama atau dalam satu martabat (keduanya wahyu ilahi yang berasal dari Allah). Sebagaimana firman Allah dalam QS. An- Najm ayat 4:


    ي ْو ٰحى


    اِ ْن هُ َو اِ َّْل وح


    Artinya: "Tidak   lain   (Al-Qur'an   itu)   adalah   wahyu   yang

    diwahyukan (kepadanya),"

    4.      Pandangan Imam Ibnu Hambal

    Pandangan Imam Ibnu Hambal sama dengan Imam Syafi’i. Al-Qur’an merupakan sumber dan tiangnya agama Islam yang didalamnya terkandung berbagai kaidah yang tidak akan dapat berubah dengan perubahan zaman dan tempat. Al-Qur’an juga mengandung hukum global serta penjelasan tentang akidah yang benar sebagai hujjah untuk tetap berdirinya Islam.


     


     

     

     

    A.     Kesimpulan


    BAB III PENUTUP


    Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

    1.                   Sebagai sumber hukum Islam, al-qur'an, sunah, ijma', dan qiyas memiliki kedudukan serta peran penting yang dapat kita peroleh. Hanya dapat dikatakan sebagai al-qur'an jika diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Tujuan diturunkannya al-quran adalah agar dapat memperbaiki hidup manusia.

    2.                   Meskipun terdapat beberapa perbedaan pendapat dari berbagai ulama, namun urutan pertama dari sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an. Kemudian dilanjutkan dengan sunah, lalu urutan ketiga adalah ijma', dan yang terakhir adalah qiyas. Urutan tersebut telah disepakati oleh jumhur ulama.

    3.                   Menurut para ulama, yang menjadi sumber utama hukum Islam adalah al-qur'an. Penetapan tersebut bukan tanpa sebab dan alasan, melainkan telah dilatarbelakangi dengan berbagai faktor pendukung yang menyebabkan al-qur'an dijadikan sebagai sumber utama serta pertama dalam hukum Islam.

    B.     Saran

    Hukum Islam ditetapkan untuk semua umat Islam agar menjadi pedoman dalam menjalani kehidupannya. Aturan yang terdapat dalam hukum Islam ditetapkan bersumber dari Allah Swt dan dalam pelaksanaannya akan mendapat kemaslahatan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, kita sebaiknya menaati hukum yang berlaku dalam bertingkah laku dalam menjalani kehidupan kita sebagai makhluk Tuhan.


     

                                    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul, L. (2017). AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER HUKUM UTAMA. Jurnal

    Hukum dan Keadilan, 4(1), 64-66.

    Asrowi. (2018). Ijma dan Qiyas dalam Hukum Islam. Jurnal Aksioma Al-Musaqoh, 30-49.

    Muannif, R., Hasbi, U., & Ghafar, A. (2021). SUMBER-SUMBER HUKUM

    ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA. Borneo: Journal of Islamic Studies, 28-41.

    Siska, L. S. (2018). PERBANDINGAN SUMBER HUKUM ISLAM. TAHKIM,

    Jurnal Peradaban dan Hukum Islam, 1(1), 102-116.

    Tentiyo, S., Asmuni, & Tuti, A. (2022). Konsep Al-Qur’an sebagai Sumber Utama dalam Hukum Islam. Jurnal Multidisiplin Madani (MUDIMA), 2(2), 955- 976.


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.