Sabtu, 03 Juni 2023

  • Jurnal Karya 2022 "Esai" #20

                     MENCINTAI BUDAYA MELALUI KESENIAN TRADISIONAL KARAWITAN 

                                                                        Oleh: Mumayizah

    Menumbuhkan kecintaan budaya dalam diri anak bukanlah hal yang mudah, memerlukan  waktu yang cukup lama untuk membuat anak menjadi suka kemudian cinta pada kebudayaan.  Menumbuhkan cinta terhadap diri seseorang tentu memerlukan suatu proses yang cukup panjang,  langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mengenalkan terlebih dahulu kepada anak.  Mengenalkan apa itu karawitan dan keistimewaannya, sehingga anak mengetahui mengapa harus  melestarikan dan terus menjaga budaya tersebut.  

    Cinta terhadap budaya harus ditanamkan pada anak sejak dini. Dengan memperkenalkan  alat-alat musik dan lagu-lagu tradisional agar anak dapat lebih faham dan mencintai keunikan dari  kekayaan budaya bangsa. Karena saat ini kebanyakan musik yang digemarin para generasi muda  bukan lagi musik lokal milik bangsa, tetapi lagu-lagu asing berganre pop, rock, jazz, dan yang  menjadi trand baru saat ini remaja menyukai musik k-pop. Lagu-lagu dari korea ini sudah terasa  lumrah didengar dan diucapkan para remaja masa kini. Sedangkan musik lokal dianggap sebagai  lagu orang tua, yang sering dilupakan dan dianggap kuno. Selain itu sikap para remaja yang tidak  mau mengenal dan melestarikan budayanya sendiri, tetapi mereka memilih untuk mengenal lebih  dalam budaya asing tersebut agar terlihat keren dan mengikuti zaman. 

    Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang tersebar diseluruh pulau dari Sabang sampai  Merauke. Dalam peradabannya, kebudayaan Indonesia memiliki beragam bentuk kebudayaan  seperti rumah adat, upacara adat, pakaian tradisional, tarian, alat musik dan lagu tradisional yang  dilestarikan oleh masyarakat secara turun-temurun. Karena, selama masih hidup, seni tidak akan  pernah mati. Melainkan turun-temurun, terus berputar, sesuai dengan kodrat dan hidup manusia.  Hal ini sesuai dengan sifat kebudayaan sebagai suatu superorganik, yaitu kebudayaan yang tetap  hidup dan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Walaupun pelaku dalam  melestarikan budaya ini terus silih berganti karena adanya kematian dan kelahiran.  

    Masyarakat saat ini lebih menganut konsep hidup praktis dan ekonomis. Hal ini berakibat pada kemasan suatu sajian seni yang harus berorientasi pada konsep hidup tersebut. Belakangan  ini muncul berbagai seni karawitan, seperti campursari, kolaborasi musik diatonis dan pentatonis,  karawitan modern, maupun kontemporer. Dalam seni karawitan tradisi perubahan yang terjadi  ditandai dengan semakin banyaknya gending-gending srambahan yang disajikan dalam suatu  hajatan. Perubahan ini menjadikan keberadaan seni karawitan dianggap kurang mewadahi 

    kebutuhan masyarakat pendukungnya, kurang komunikatif atau istilah lainnya karawitan dianggap  kurang sesuai dengan kondisi zaman sekarang.  

    Alat musik tradisional merupakan alat musik khas yang terdapat di seluruh daerah  Indonesia. Jenis dari alat musik ini sangat beragam, dan memiliki ciri khas yang berbeda-beda  disetiap daerah, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki banyak keragaman di setiap  daerahnya. Alat musik tradisional sebagai ciri khas dari setiap daerah seharusnya dilestarikan agar  bisa dikenal anak cucu nantinya. Namun, kurangnya pelaku dan antusias dalam mengenalkan alat  musik ini menjadikan musik tradisional kurang diminati khususnya bagi anak-anak, karena  dianggap kuno dan tidak keren seperti musik-musik jaman sekarang. Alat musik tradisional  biasanya hanya digunakan oleh orang-orang tertentu, seperti sanggar dan organisasi tertentu yang  memiliki kesukaan dengan hal itu.  

    Karawitan Jawa merupakan musik tradisional etnis Jawa, berupa seperangkat gamelan  yang berkembang dikomunitas orang Jawa. Memiliki akar kata “rawit” yang artinya “halus”.  Karawitan juga disebut “gamelan orchestra”, memiliki modus utama slendro dan pelog. Awalnya  seni musik ini adalah musik yang sakral dan hanya dimainkan dalam upacara-upacara tertentu di  keraton, namun kini karawitan cenderung menjadi hiburan bagi masyarakat, walaupun beberapa  gendhing masih bersifat sakral. 

    Banyak penulis tentang karawitan yang mendefinisikan karawitan sebagai berikut, menurut  Suhastjarja seni karawitan adalah musik Indonesia yang berlaras non diatonic (dalam larasslendro,  dan pelog) yang garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, sifat  pathet, dan aturan garap dalam bentuk instrumen, vokalis dan campuran, sehingga menghasilkan  suara yang enak didengar oleh dirinya sendiri dan orang lain. Martopangrawit berpendapat, seni  karawitan adalah sebagai seni suara vokal dan instrumen yang menggunakan nada-nada yang  berlaras slendro dan pelog (Setyawan, 2017:79).  

    Karawitan memiliki pengaturan nada gamelan yang unik dan khas. Pengaturan nada  memberikan keindahan dan harmoni pukulan gamelan, setiap pengaturan nada memiliki urutan  nada sendiri yang berbeda-beda. Pembatasan dan pengaturan nada pada gamelan memiliki makna  tersendiri dalam budaya Jawa. Dalam kesenian karawitan terdapat dua jenis laras, yaitu laras  slendro dan laras pelog. Laras slendro merupakan sistem urutan nada yang terdiri dari lima urutan  nada dalam satu gambyang dengan pola jarak yang hampir sama. Sedangkan laras pelog memiliki 

    sistem urutan nada yang terdiri dari lima atau tujuh nada dengan menggunakan satu pola jarak  nada yang tidak sama, yaitu tiga jarak dekat dan dua jarak jauh.  

    Dalam kesenian karawitan terdapat berbagai jenis perangkat gamelan yang yang dibedakan  menurut jenis, jumlah dan fungsinya. Jenis perangkat gamelan yaitu meliputi gamelan kodhok  ngorek, gamelan monggang, gamelan carabalen, gamelan sekaten, dan gamelan ageng. Berbagai  jenis gamelan diatas tentunya memiliki makna filosofis sendiri dalam budaa Jawa yang memiliki  fungsi yang berbeda. Perangkat gamelan yang biasa digunakan dalam penampilan kesenian  karawitan, yaitu bonang, kendang, gong, kenong, kecer, gender, gambang, penontoong, kempul,  saron, dan lain-lain. Selain perangkat utama dalam kesenian karawitan juga terdapat alat musik modern yang digunakan sebagai pelengkap seperti keyboard, terompet, drum, dan lain lain 

    Seni karawitan, selain terdiri dari pemain yang berperan sebagai penabuh gamelan  (pemusik), juga terdiri dari anggota yang berperan sebagai penggerong dan pesinden (sekelompok  penyanyi). Selain itu, ada juga yang berperan sebagai bawa. Bawa merupakan lagu yang  dibawakan secara solo sebagai pembuka gendhing. 

    Menurut Ranggawarsita dalam “Pustaka Raja Purwa”, seperti yang dikutip Yudhoyono,  gamelan sudah ada sejak tahun 326 Caka atau 404 Masehi, bertepatan dengan kedatangan orang  Hindu Jawa. Dari perspektif mitologis, gamelan Jawa diciptakan oleh Batara Guru. Gamelan  orchestra ini juga terdapat dalam relief Karmawibangga di candi Borobudur. Hal itu menandakan  bahwa gamelan sudah popular sejak masa pemerintahan Samarotulangga, pendidir Borobudur,  dari wangsa Syailendra (Sailendravamsa) (Hartanti, 2021:63). 

    Sampai saat ini berbagai upaya sudah dilakukan untuk menanamkan rasa cinta anak-anak terhadap budaya, beberapa pengembangan yang dilakukan untuk tetap melestarikan kesenian  karawitan, seperti pembuatan “Aplikasi Alat Musik Tradisional Gamelan Jawa Berasis Android”  yang dikembangkan oleh Khotim Hidayati dan Nur Nafi’iyah pada tahun 2017. Kemudian ditahun  berikutnya muncul inovasi serupa yaitu “Aplikasi Pengenalan Alat Musik Tradisional Indonesia  Berbasis Android” yang dikembangkan oleh Arief Mukti Hidayat, Nuzul Imam Fadlilah, dan  Ubaidilah pada tahun 2018. 

    Selain pengenalan melalui android, karawitan juga digunakan sebagai media belajar yang  digunakan oleh guru di sekolah melalui pembelajaran rutin ekstrakulikuler. Seni karawitan sebagai 

    media pendidikan dapat dilihat dari sudut pandang cara membunyikannya, karawitan menjadi  suatu sajian seni yang menarik dan enak didengar apabila dimainkan secara bersama-sama  mengikuti aturan nada yang sudah ditentukan. Hal ini memiliki arti bahwa kebersamaan menjadi  satu hal yang sangat penting untuk mencapai suatu karya yang bagus dan berkualitas. Filosofi  karawitan dalam pendidikan budi pekerti berarti kita hidup harus saling bergotong royong,  tenggang rasa, tepa slira, menghindari sifat egois dan individualis. Tidak heran jika pendidikan  karawitan diajarkan kepada anak sejak usia dini sebagai modal pemahaman kebersamaan. 

    Dari keseluruhan pembahasan dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan bentuk ciri  khas yang dimiliki suatu daerah, dengan adanya kebudayaan itulah yang membedakan daerah satu  dengan daerah yang lain. Kebudayaan yang beragam tersebut apabila bersatu akan menjadi sebuah  keindahan. Keindahan budaya inilah yang membedakan negara Indonesia dengan negara-negara  lainnya, keindahan tersebut harus tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik 

    Sebelum masuknya pengaruh Hindu masyarakat Indonesia telah mengenal sepuluh  keahlian, salah satunya adalah wayang dan gamelan. Sebagai ahli waris budaya, seni karawitan  jawa sudah seharusnya dihargai, dilestarikan, dan dicintai oleh masyarakat Indonesia, sebelum  adanya klaim-klaim lain dari negara lain dan barulah mata kita terbuka dan menyadari betapa  indahnya budaya Indonesia. Karena ituah, mencintai budaya perlu diajarkan kepada anak sejak  dini, agar mereka selalu mencintai keanekaragaman budaya sejak kecil dan akan melekat hingga  dia dewasa. 

    DAFTAR PUSTAKA 

    Aisara, F., Nursaptini, & Widodo, A. (2020). Melestarikan Kembali Budaya Lokal Melalui  Kegiatan Ekstrakulikuler untuk Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala, 9 (2),  149-165. 

    Hartanti, C.H. (2021). Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Karawitan Jawa. Jurnal Pertunjukan  dan Pendidikan Musik, 3 (1). 62-71. 

    Hidayat, A.M., Fadlilah, N.I., & Ubaidilah. (2018). Aplikasi Pengenalan Alat Musik Tradisional  Indonesia Berbasis Android. Jurnal Evolusi, 6 (2). 98-105. 

    Hidayati, K. & Nafi’iyah, N. (2017). Aplikasi Alat Musik Tradisional Gamelan Jawa Berbasis  Android. Jurnal Teknika, 9 (1). 7-13. 

    Setyawan, A.D. (2017). Karawitan Jawa sebagai Media Belajar dan Media Komunikasi Sosial.  Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 3 (2). 78-82 

    Sidik, Y.P., Wiyoso, J., & Widjajantie, K. (2019). Strategi Pembelajaran Karawitan dalam  Kegiatan Ekstrakulikuler di SMP Negeri 1 Bodeh Kecamatan Bodeh Kabupaten  Pemalang. Jurnal Seni Musik, 8 (2). 137-149.


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.