MENCINTAI BUDAYA MELALUI KESENIAN TRADISIONAL KARAWITAN
Oleh: Mumayizah
Menumbuhkan kecintaan budaya dalam diri anak bukanlah hal yang mudah, memerlukan waktu yang cukup lama untuk membuat anak menjadi suka kemudian cinta pada kebudayaan. Menumbuhkan cinta terhadap diri seseorang tentu memerlukan suatu proses yang cukup panjang, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu mengenalkan terlebih dahulu kepada anak. Mengenalkan apa itu karawitan dan keistimewaannya, sehingga anak mengetahui mengapa harus melestarikan dan terus menjaga budaya tersebut.
Cinta terhadap budaya harus ditanamkan pada anak sejak dini. Dengan memperkenalkan alat-alat musik dan lagu-lagu tradisional agar anak dapat lebih faham dan mencintai keunikan dari kekayaan budaya bangsa. Karena saat ini kebanyakan musik yang digemarin para generasi muda bukan lagi musik lokal milik bangsa, tetapi lagu-lagu asing berganre pop, rock, jazz, dan yang menjadi trand baru saat ini remaja menyukai musik k-pop. Lagu-lagu dari korea ini sudah terasa lumrah didengar dan diucapkan para remaja masa kini. Sedangkan musik lokal dianggap sebagai lagu orang tua, yang sering dilupakan dan dianggap kuno. Selain itu sikap para remaja yang tidak mau mengenal dan melestarikan budayanya sendiri, tetapi mereka memilih untuk mengenal lebih dalam budaya asing tersebut agar terlihat keren dan mengikuti zaman.
Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang tersebar diseluruh pulau dari Sabang sampai Merauke. Dalam peradabannya, kebudayaan Indonesia memiliki beragam bentuk kebudayaan seperti rumah adat, upacara adat, pakaian tradisional, tarian, alat musik dan lagu tradisional yang dilestarikan oleh masyarakat secara turun-temurun. Karena, selama masih hidup, seni tidak akan pernah mati. Melainkan turun-temurun, terus berputar, sesuai dengan kodrat dan hidup manusia. Hal ini sesuai dengan sifat kebudayaan sebagai suatu superorganik, yaitu kebudayaan yang tetap hidup dan turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Walaupun pelaku dalam melestarikan budaya ini terus silih berganti karena adanya kematian dan kelahiran.
Masyarakat saat ini lebih menganut konsep hidup praktis dan ekonomis. Hal ini berakibat pada kemasan suatu sajian seni yang harus berorientasi pada konsep hidup tersebut. Belakangan ini muncul berbagai seni karawitan, seperti campursari, kolaborasi musik diatonis dan pentatonis, karawitan modern, maupun kontemporer. Dalam seni karawitan tradisi perubahan yang terjadi ditandai dengan semakin banyaknya gending-gending srambahan yang disajikan dalam suatu hajatan. Perubahan ini menjadikan keberadaan seni karawitan dianggap kurang mewadahi
kebutuhan masyarakat pendukungnya, kurang komunikatif atau istilah lainnya karawitan dianggap kurang sesuai dengan kondisi zaman sekarang.
Alat musik tradisional merupakan alat musik khas yang terdapat di seluruh daerah Indonesia. Jenis dari alat musik ini sangat beragam, dan memiliki ciri khas yang berbeda-beda disetiap daerah, hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki banyak keragaman di setiap daerahnya. Alat musik tradisional sebagai ciri khas dari setiap daerah seharusnya dilestarikan agar bisa dikenal anak cucu nantinya. Namun, kurangnya pelaku dan antusias dalam mengenalkan alat musik ini menjadikan musik tradisional kurang diminati khususnya bagi anak-anak, karena dianggap kuno dan tidak keren seperti musik-musik jaman sekarang. Alat musik tradisional biasanya hanya digunakan oleh orang-orang tertentu, seperti sanggar dan organisasi tertentu yang memiliki kesukaan dengan hal itu.
Karawitan Jawa merupakan musik tradisional etnis Jawa, berupa seperangkat gamelan yang berkembang dikomunitas orang Jawa. Memiliki akar kata “rawit” yang artinya “halus”. Karawitan juga disebut “gamelan orchestra”, memiliki modus utama slendro dan pelog. Awalnya seni musik ini adalah musik yang sakral dan hanya dimainkan dalam upacara-upacara tertentu di keraton, namun kini karawitan cenderung menjadi hiburan bagi masyarakat, walaupun beberapa gendhing masih bersifat sakral.
Banyak penulis tentang karawitan yang mendefinisikan karawitan sebagai berikut, menurut Suhastjarja seni karawitan adalah musik Indonesia yang berlaras non diatonic (dalam larasslendro, dan pelog) yang garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, sifat pathet, dan aturan garap dalam bentuk instrumen, vokalis dan campuran, sehingga menghasilkan suara yang enak didengar oleh dirinya sendiri dan orang lain. Martopangrawit berpendapat, seni karawitan adalah sebagai seni suara vokal dan instrumen yang menggunakan nada-nada yang berlaras slendro dan pelog (Setyawan, 2017:79).
Karawitan memiliki pengaturan nada gamelan yang unik dan khas. Pengaturan nada memberikan keindahan dan harmoni pukulan gamelan, setiap pengaturan nada memiliki urutan nada sendiri yang berbeda-beda. Pembatasan dan pengaturan nada pada gamelan memiliki makna tersendiri dalam budaya Jawa. Dalam kesenian karawitan terdapat dua jenis laras, yaitu laras slendro dan laras pelog. Laras slendro merupakan sistem urutan nada yang terdiri dari lima urutan nada dalam satu gambyang dengan pola jarak yang hampir sama. Sedangkan laras pelog memiliki
sistem urutan nada yang terdiri dari lima atau tujuh nada dengan menggunakan satu pola jarak nada yang tidak sama, yaitu tiga jarak dekat dan dua jarak jauh.
Dalam kesenian karawitan terdapat berbagai jenis perangkat gamelan yang yang dibedakan menurut jenis, jumlah dan fungsinya. Jenis perangkat gamelan yaitu meliputi gamelan kodhok ngorek, gamelan monggang, gamelan carabalen, gamelan sekaten, dan gamelan ageng. Berbagai jenis gamelan diatas tentunya memiliki makna filosofis sendiri dalam budaa Jawa yang memiliki fungsi yang berbeda. Perangkat gamelan yang biasa digunakan dalam penampilan kesenian karawitan, yaitu bonang, kendang, gong, kenong, kecer, gender, gambang, penontoong, kempul, saron, dan lain-lain. Selain perangkat utama dalam kesenian karawitan juga terdapat alat musik modern yang digunakan sebagai pelengkap seperti keyboard, terompet, drum, dan lain lain
Seni karawitan, selain terdiri dari pemain yang berperan sebagai penabuh gamelan (pemusik), juga terdiri dari anggota yang berperan sebagai penggerong dan pesinden (sekelompok penyanyi). Selain itu, ada juga yang berperan sebagai bawa. Bawa merupakan lagu yang dibawakan secara solo sebagai pembuka gendhing.
Menurut Ranggawarsita dalam “Pustaka Raja Purwa”, seperti yang dikutip Yudhoyono, gamelan sudah ada sejak tahun 326 Caka atau 404 Masehi, bertepatan dengan kedatangan orang Hindu Jawa. Dari perspektif mitologis, gamelan Jawa diciptakan oleh Batara Guru. Gamelan orchestra ini juga terdapat dalam relief Karmawibangga di candi Borobudur. Hal itu menandakan bahwa gamelan sudah popular sejak masa pemerintahan Samarotulangga, pendidir Borobudur, dari wangsa Syailendra (Sailendravamsa) (Hartanti, 2021:63).
Sampai saat ini berbagai upaya sudah dilakukan untuk menanamkan rasa cinta anak-anak terhadap budaya, beberapa pengembangan yang dilakukan untuk tetap melestarikan kesenian karawitan, seperti pembuatan “Aplikasi Alat Musik Tradisional Gamelan Jawa Berasis Android” yang dikembangkan oleh Khotim Hidayati dan Nur Nafi’iyah pada tahun 2017. Kemudian ditahun berikutnya muncul inovasi serupa yaitu “Aplikasi Pengenalan Alat Musik Tradisional Indonesia Berbasis Android” yang dikembangkan oleh Arief Mukti Hidayat, Nuzul Imam Fadlilah, dan Ubaidilah pada tahun 2018.
Selain pengenalan melalui android, karawitan juga digunakan sebagai media belajar yang digunakan oleh guru di sekolah melalui pembelajaran rutin ekstrakulikuler. Seni karawitan sebagai
media pendidikan dapat dilihat dari sudut pandang cara membunyikannya, karawitan menjadi suatu sajian seni yang menarik dan enak didengar apabila dimainkan secara bersama-sama mengikuti aturan nada yang sudah ditentukan. Hal ini memiliki arti bahwa kebersamaan menjadi satu hal yang sangat penting untuk mencapai suatu karya yang bagus dan berkualitas. Filosofi karawitan dalam pendidikan budi pekerti berarti kita hidup harus saling bergotong royong, tenggang rasa, tepa slira, menghindari sifat egois dan individualis. Tidak heran jika pendidikan karawitan diajarkan kepada anak sejak usia dini sebagai modal pemahaman kebersamaan.
Dari keseluruhan pembahasan dapat dikatakan bahwa kebudayaan merupakan bentuk ciri khas yang dimiliki suatu daerah, dengan adanya kebudayaan itulah yang membedakan daerah satu dengan daerah yang lain. Kebudayaan yang beragam tersebut apabila bersatu akan menjadi sebuah keindahan. Keindahan budaya inilah yang membedakan negara Indonesia dengan negara-negara lainnya, keindahan tersebut harus tetap dijaga dan dilestarikan dengan baik
Sebelum masuknya pengaruh Hindu masyarakat Indonesia telah mengenal sepuluh keahlian, salah satunya adalah wayang dan gamelan. Sebagai ahli waris budaya, seni karawitan jawa sudah seharusnya dihargai, dilestarikan, dan dicintai oleh masyarakat Indonesia, sebelum adanya klaim-klaim lain dari negara lain dan barulah mata kita terbuka dan menyadari betapa indahnya budaya Indonesia. Karena ituah, mencintai budaya perlu diajarkan kepada anak sejak dini, agar mereka selalu mencintai keanekaragaman budaya sejak kecil dan akan melekat hingga dia dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Aisara, F., Nursaptini, & Widodo, A. (2020). Melestarikan Kembali Budaya Lokal Melalui Kegiatan Ekstrakulikuler untuk Anak Usia Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala, 9 (2), 149-165.
Hartanti, C.H. (2021). Kreativitas Guru dalam Pembelajaran Karawitan Jawa. Jurnal Pertunjukan dan Pendidikan Musik, 3 (1). 62-71.
Hidayat, A.M., Fadlilah, N.I., & Ubaidilah. (2018). Aplikasi Pengenalan Alat Musik Tradisional Indonesia Berbasis Android. Jurnal Evolusi, 6 (2). 98-105.
Hidayati, K. & Nafi’iyah, N. (2017). Aplikasi Alat Musik Tradisional Gamelan Jawa Berbasis Android. Jurnal Teknika, 9 (1). 7-13.
Setyawan, A.D. (2017). Karawitan Jawa sebagai Media Belajar dan Media Komunikasi Sosial. Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 3 (2). 78-82
Sidik, Y.P., Wiyoso, J., & Widjajantie, K. (2019). Strategi Pembelajaran Karawitan dalam Kegiatan Ekstrakulikuler di SMP Negeri 1 Bodeh Kecamatan Bodeh Kabupaten Pemalang. Jurnal Seni Musik, 8 (2). 137-149.
0 comments:
Posting Komentar