ADE
Oleh: Novita Riana S.
Part 1
Adelia berjalan memasuki universitas yang sangat megah, dan terbilang favorit itu. Kerja kerasnya selama dua tahun terakhir ini tidaklah sia-sia, karena impian Adelia untuk masuk ke salah satu perguruan tinggi negeri di kota ini terwujud. Bahkan kebanggan tersendiri baginya karena ia mendapatkan kesempatan itu melalui jalur undangan. Kini ia bukan lagi seorang anak SMA melainkan seorang mahasiswi, dimana mulai saat ini ia harus berusaha lebih mandiri lagi. Dan bersifat lebih dewasa lagi tentunya.
Hari pertama masa orientasi, Adelia telah siap dengan segala perlengkapannya. Baju putih dengan bawahan rok warna hitam, serta kartu identitas diri yang dibuat sendiri dari kardus dan diikat oleh pita berwarna merah. Ia datang lebih awal sebelum acara pembukaan dimulai. Ia juga berusaha berpenampilan serapi mungkin, karena ia sadar saat ini statusnya masih sebagai mahasiswi baru.
Adelia berjalan memasuki barisan para mahasiswa baru untuk mengantri memasuki lapangan. Sebelumnya ia megikuti tahap pengecekan terlebih dahulu. Adelia dapat melihat dengan jelas bagaimana perlakuan para seniornya kepada para mahasiswa baru yang tidak menaati peraturan. Sebisa mungkin Adelia berusaha tetap tenang. Hingga tak terasa kini giliran Adelia yang akan di cek oleh seniornya itu.
“Oke lanjut nggak pakai lama! Lihat peralatan kamu!”
“Ini kak” jawab Adelia.
“Tunjukin tangan kamu!”perintah senior lelaki yang ada dihadapan Adelia.
Adelia menunjukkan tangannya, ia yakin ini tak akan menjadi masalah karena semalam ia telah memotong kukunya. Namun di luar dugaan, ternyata seniornya itu justru memegang tangan kecil Adel tanpa seizinnya terlebih dahulu. Spontan Adel menjauhkan dirinya dari seniornya itu. Sang seniorpun hanya menaikkan alisnya sebelah, sebagai tanda ia tak mengerti dengan maksud Adel.
Brukk…..
Tubuh Adel menabrak sesuatu dibelakangnya. Ia pun segera melihat siapa yang telah ia tabrak itu. “Maaf nggak sengaja” panik Adel.
“Iya nggak papa-papa”ujar sosok itu sambil berdiri dan membersihkan bajunya yang terkena debu itu.
“Maaf kak” ucap Adel ketika melihat wajah datar seriornya itu. Dan ia kembali menunjukkan tangannya itu.
“Hmm”
Adel berjalan menjauh dari seniornya itu. Tanpa Adel sadari setelah kepergiannya ada dua lelaki yang diam-diam mengamati kepergiannya. “ Oy, kalian berdua jangan malah ngalamun! Masih banyak yang antri.” Omel wanita yang antri di barisan tengah. Dua lelaki itu pun tersadar dan kembali melanjutkan aktivitas sebelumnya. Walau pikiran mereka masih tertuju pada wanita itu.
Hari kedua masa orientasi. Adel benar-benar panik sebentar lagi acara akan dimulai namun jalanan hari ini sangat macet. Berkali-kali ia melirik jam tangannya berharap semuanya belum terlambat, karena ia tak ingin diawal masa perkuliahannya ia sudah mendapat masalah, terutama masalah dengan para seniornya. Namun sayang, hari ini ia belum beruntung. Setiba dikampus pintu gerbang masuk sudah ditutup, yang menandakan bahwa Adel masih harus menunggu selama 15 menit lagi. Ia pun menghembuskan napas kasar. Walaupun ia tak sendiri banyak maba yang juga terlambat hari ini, tetep ia merasa takut, jika harus bermasalah dengan seniornya.
“Masih jadi maba udah berani telat kalian, bagaimana kedepannya?” tanya senior lelaki yang memiliki tubuh tinggi,dan wajah tampan.
Adel hanya bisa menundukkan wajahnya. Tak ada yang berani berbicara sedikitpun saat berhadapan dengan seniornya yang satu ini. Setelah lama hening dan tampak seperti tak akan ada jawaban dari para maba didepannya sang seniorpun mengangkat bicara.
“Kenapa diam? Apa kalian tidak bisa berbicara? Apa saya sedang berbicara dengan patung?”
“Bisa nggak si kak seharian aja nggak usah marah-marah terus, cepet tua baru tau rasa.” ujar wanita dibarisan belakang.
“Siapa yang bilang, maju sini! Jangan Cuma berani ngomong dibelakang.”wajah sang senior menunjukkan amarah yang begitu memuncak saat itu, karena baru pertama kali ini ada maba yang berani dengannya.
Seorang wanita berjalan kedepan dengan sangat beraninya. “Saya kenapa? Nggak terima ha?” Adel yang menyadari siapa wanita itu, ia hampir tak percaya. Kalau teman satu kostnya itu akan seberani itu.
“Kamu…” ujarnya dengan mengangkat tangannya diudara
“Sabar kak! Jangan kebawa emosi, hanya masalah seperti itu kenapa nggak diselesaikan secara baik-baik?” dengan penuh keberanian Adel berbicara itu. Karena ia tak ingin melihat kekasaran didepan matanya sendiri.
Senior itupun mengalihkan pandangannya ke arah Adel, ia terkejut namun dengan cepat ia memasang wajah datar. Ia membuang napas dengan kasar, dan menurunkan tangannya. “Kenapa kau juga ikut campur!”
Adel pikir seniornya akan sadar akan sifatnya. Justru yang terjadi kini seniornya itu menatap Adel dengan mata elangnya. Adel Pun menunduk tak berani menatap sama sekali. Jujur ia takut.
“Semua boleh masuk,dan ikuti hukuman dari teman kakak ini” ujarnya sambil menunjuk teman lelakinya. Merasa ditunjuk ia pun segera berjalan dan diikuti oleh para maba.
Adel bernapas lega. Ia langkahkan kakinya memasuki pintu gerbang itu. Namun saat ia berjalan tiba-tiba ada tangan yang menahannya. Adelpun membalikan badannya. Saat sadar siapa yang menyentuhnya, segera ia tepis. Senior itu memandang heran atas sifat juniornya didepannya.
“Kecuali kamu.”
“Ha, kenapa bisa gitu kak? Aku salah apa?”
“Nggak usah banyak tanya! Ikut aku!”tanpa sadar seniornya menarik tangan Adel.
Dengan sekuat tenaga Adel berusaha melepaskan pegangan itu. “Aku tau kakak senior aku. Tapi nggak berarti kakak berhak megang aku begitu saja. Lepasin kak!” tegas Adel. Seniornya itupun segera melepaskan genggamannya itu. Dirinya tak habis pikir dengan sikap juniornya yang satu ini.
Mereka telah sampai dilapangan fakultas. “Lari 3 putaran, sekarang!” perintah seniornya itu.
“Saya nggak mau.”
“Kamu berani sama saya?” seniornya kembali menatapnya dengan mata elangnya. “Kakak belum jawab.”
“Apa?” seraya menaikan alisnya sebelah.
“Salah saya apa?” ucap Adel dengan memandang kearah seniornya itu. Ia bener-bener tak habis pikir apa jalan pikir orang didepannya itu. Dan ia tak habis mengerti kenapa orang seperti dia bisa menjadi Presiden BEM kampus ini.
“Karena kamu udah belain orang yang nggak punya sopan santun.”
“Saya nggak bermaksud membela teman saya, namun saya hanya nggak mau melihat kekerasan didepan mata saya sendiri. Dan saya hanya ingin menasehati kakak, nggak baik kak marah-marah. Apakah itu salah?”
“Tetap saja. Nggak usah banyak alasan cepet lari 3 kali putaran! Atau mau ditambah lagi?”
“Hmm.” Adel segera berlari, ia sudah tak punya pilihan lain. Sang senior pun tersenyum penuh kemenangan.
Tak terasa dua putaran telah Adel lalui. Tak jauh dari lapangan fakultas ada laki-laki yang sedang duduk mengamati gerak-geriknya. Laki-laki yang sejak awal Adel masuk ke kampus ini membuat moodnya menjadi hancur.
“Yang bener! Aku tinggal bentar.” Terdengar suara terikan sang senior. Adel tidak menoleh sama sekali, ia tak mau melihat wajah seniornya yang satu itu.
Adel masih terus berlari, rasa lelah ia buang jauh-jauh. Dia tak mau membuat kesalahan kembali, sehingga harus berurusan dengan seniornya itu. Adelpun merasakan tenggorokannya yang mulai mengering, dia membutuhkan minuman yang bisa menyembuhkan rasa hausnya.
Adelpun berhenti sejenak. Memajamkan matanya, rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk berlari. Namun tiba-tiba saat Adel membuka matanya ia melihat sosok yang berdiri didepannya seraya memegang air mineral, sontak Adel segera melihat siapa yang berdiri didepannya itu.
BERSAMBUNG
ADE
Part 2
Adel masih terus berlari, rasa lelah ia buang jauh-jauh. Dia tak mau membuat kesalahan kembali, sehingga harus berurusan dengan seniornya itu. Adelpun merasakan tenggorokannya yang mulai mengering, dia membutuhkan minuman yang bisa menyembuhkan rasa hausnya.
Adelpun berhenti sejenak. Memajamkan matanya, rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk berlari. Namun tiba-tiba saat Adel membuka matanya ia melihat sosok yang berdiri didepannya seraya memegang air mineral, sontak Adel segera melihat siapa yang berdiri didepannya itu.
“Ini buat kamu. Kamu boleh istirahat sekarang.”
“Makasih kak.”
“Hmm. Lain kali nggak usah sok jadi pahlawan.”
“Tapikan yang aku..”
“Nggak menerima alasan!” ujarnya dengan meneguk air mineral miliknya.
Adelpun juga meminum air mineralnya, hingga habis. Saat ia sedang minum, ada mata yang menatapnya. Seperti sadar Adel segera menatap tajam seniornya itu.
“Kenapa gitu? Kenalin aku Ade.” Kata Ade seniornya itu sambil mengayunkan tangan didepan Adel untuk bersalaman.
Adel mengangkat alisnya bingung. Kemudian menangkup tangannya didepan dada. “Adel kak.” Mengabaikan tangan didepannya.
Melihat Adel tak kunjung menyambut uluran tangannya membuat Ade menarik tangannya kembali, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Keadaan kembali hening. Adel merasa canggung dengan keadaan seperti ini, begitu juga dengan Ade.
“Kak”
“Dek” ucap Ade seraya menatap Adel. Adel juga menatap sekilas seniornya saat menyadari ucapan mereka bersamaan.
“Kamu duluan” ujar mereka bersamaan kembali.
“Mau ngomong apa?” tanya seniornya itu.
“Kakak dulu aja!”
“Setelah ini kamu ikut pendikar di lantai dua.”
“Adel juga mau bilang itu kak, ya udah Adel duluan. Assalamualaikum.” Kata Adel dengan berjalan meninggalkan seniornya itu. Tanpa ada jawaban dari seniornya itu.
Tak terasa masa oreantasi telah berada diujung acara. Ade selaku ketua ia memantau jalannya acara. Sesekali ia melihat dan mengamati para maba. Namun ia belum juga melihat sosok yang ia cari. Adepun berkeliling memutari barisan para maba dan berharap sosok itu ada disini. Tak seperti biasanya Ade seperti ini, biasanya ia bersikap cuek dengan para maba,
“Kemana cewek itu?” gumannya lirih.
“Cari siapa De?”
“Bukan siapa-siapa” ketusnya.
“Kamu nggak bisa bohongin aku De, aku kenal kamu dari SMA,aku tau kamu gimana”
“Nggak usah sok tau San” ujar Ade dengan menatap Ihsan. Yang ditatap justru hanya tersenyum. Ihsan Adipati Putra adalah sahabat dekat Ade, mereka bersahabat sejak SMA maka tak heran Ihsan mengerti apa yang disembunyikan oleh sahabatnya itu.
“Baik lah”
“Bukannya kamu jaga, kenapa pergi-pergi?”
“Kamunya sendiri kenapa nggak jaga didepan?”
“A aku cuma mau mantau para maba aja”
“Yakin?”
“Udah lah San, kamu kesini ngapain?”
“Aku cuma mau lapor kalau ada maba yang masuk UKS”
“Oh atas nama?”
“ Adelia Ayu Rahmawati”
Ade pergi begitu saja, setelah mendengar nama Adel masuk kedalam UKS. Sebenarnya Ade kurang yakin apakah Adelia yang dimaksud Ihsan adalah Adel yang ia kenal. Jika benar ia sungguh sangat merasa bersalah jika Adel sakit karena hukumannya kemarin.
Sesampai di UKS ia bener-bener terkejut. Ternyata dugaannya benar jika Adelia adalah Adel yang ia kenal. Dengan cepat ia masuk kedalam UKS. Untuk memastikan bahwa Adel baik baik saja, ia sentuh dahi Adel. Ade bisa merasakan suhu tinggi orang yang didepannya. Ia pun merasa kasian, ia pandangi wajah Adel.
“Cantik juga ni anak”
Tanpa sadar Ade kini telah tertidur disamping ranjang Adel. Adel terbangun dari pingsannya, dan ia sangat terkejut ketika menyadari bahwa senior cuek itu tertidur di kursi disamping ranjangnya. Hati Adel berbunga-bunga dan serasa ingin copot saat harus ada diposisi sedekat ini dengan seniornya itu. Meskipun Adel sering kesal dengan pelakuannya namun dihatinya ada rasa kagum kepada seniornya yang satu ini. Adel pandang wajah tampan milik
seniornya itu selagi tidak diketahui oleh sang pemilik wajah tampan itu. Namun tak lama kemudian Ade terbangun dari tidurnya dan memergoki Adel yang sedang memandangnya sambil tersenyum.
“Aku tau aku ganteng ngak usah dilihatin kek gitu juga.” Ujarnya mengoda Adel
“Ih apaan sih kak nggak usah kepedan deh ya” sambal memalingkan wajahnya dan memasang ekspresi cemberut, jujur adel sangat malu.
“ Kok mukanya jadi merah?”
“Nggak” elak Adel
“ Del, maafin aku ya.” Pinta Ade raut wajahnya menunjukan penuh penyesalan. “Maaf untuk?” Adel tak mengerti arah pembicaraan seniornya itu.
“Maaf karena aku kamu jadi begini, aku terlalu jahat Del sama kamu. Nggak seharusnya aku lakuin itu kekamu Del. Maafin aku ya Del! Kamu boleh Del marahin aku, maki-maki aku, tampar aku, apapun itu asal kamu maafin aku Del.”
“Kak Ade nggak salah kok, aku pingsan bukan karena terlalu beratnya hukuman kakak. Aku lagi nggak enak badan aja kak. Soal pelakuaan kakak ke aku, aku udah maafin kok kak. Allah aja maha pengampun masa aku yang hanya hambanya nggak mau memaafkan kak.”
“Kamu memang baik Del, makasih ya.”
“Sama-sama kak.”
Kedekatan Adel dengan Kak Ade semakin hari semakin bertambah. Mereka sering melakukan kegiatan Bersama, dimana ada Adel pasti disitu ada Kak Ade. Karena itu tak jarang banyak orang yang tidak menyukai kedekatan mereka, baik itu dari pihak Adel ataupun Ade. Salah satu dari mereka adalah Dika Wilantara, Dika adalah temen satu kelas Adel, awal pertemuan mereka pun saat pertama kali orientasi saat tidak sengaja Adel menabrak Dika.
“Del kekantin bareng yuk, aku laper belum sarapan tadi!” Ajak Dika
“Maaf banget Dik, tapi aku udah ada janji buat keperpustakaan sama kak Ade. Lain waktu ya Dik, maaf banget.”
“Kenapa selalu dia Del? Apa istimewanya dia dimata kamu? Dia nggak pantes Del buat kamu, sholat dia tinggalin, ngaji nggak bisa, apa Del yang buat kamu mau deket sama cowok kek dia?”
“Aku tau Dik, aku tau semua itu, dan aku juga sadar akan hal itu. Kak Ade pernah tinggalin sholat bertahun-tahun, dia juga nggak bisa lancar mengaji. Beda jauh berbeda sama kamu Dik. Tapi Kak Ade nggak pernah malu buat belajar, buat belajar untuk menjadi lebih baik. Aku yakin kok kalau Kak Ade itu orang yang baik. Jadi tolong berhenti buat selalu ngehina Kak Ade.” Ucap Adel dengan pergi meninggalkan Dika yang berdiri mematung mendengar ucapan Adel yang membela musuhnya.
Hari ini Adel pergi lari pagi Bersama kak Ade. Namun selama diperjalanan Adel merasakan perasaan yang tidak enak, ia sendiri tak mengerti perasaan apa ini? Harusnya ia bahagia bisa sedekat ini dengan Kak Ade namun kenapa hari ini tidak. Adel pun meminta untuk berhenti sejenak ditaman dekat komplek mereka berlari, Adel ingin menenangkan perasaannya. Namun ia tak berani mengungkapkan kegelisahannya ini kepada Kak Ade, karena ia tak ingin membuat Kak Ade khawatir, dan Adel percaya bahwa semua akan baik-baik saja.
“Del, kamu kenapa diam aja gitu? Mau es krim nggak ada es krim itu?” ucap kak Ade menunjuk penjual es krim di pingir jalan.
“Nggak papa-papa kok kak, boleh kak” ujarnya dengan berusaha untuk tersenyum
Ade pun segera beranjak untuk memberikan Adel es krim, saat membeli es krim Ade melihat ada penjual bunga mawar maka ia putuskan untuk membelinya. Ade ingin mengungkapkan rasa yang selama ini ia pendam kepada gadis pujaannya itu. Ade menyebrangi jalan untuk kembali kepada Adel, Ade sudah tidak sabar ingin melihat gadis pujaannya itu tersenyum melihat kejutannya ini. Tanpa Ade sadari ada motor yang melaju sangat kencang dan menabrak tubuh Ade, Ade terpental jauh sang pengemudi montor tanpa peduli langsung meninggalkan tempat tersebut.
Bruk…
Adel yang mendengar suara tersebut langsung melihat kebelakang, matanya tak percaya dengan apa yang ia lihat. Dengan mengumpulkan segala kekuatan Adel berlari untuk menghampiri Kak Ade yang sudah berlumuran darah, Ade menangis sejadi-jadinya ia meminta tolong kepada orang-orang yang disekitarnya untuk segera menelpon ambulans.
“Kak aku mohon bertahan jangan tinggalin aku” Adel tak kuasa nemahan air matanya. BERSAMBUNG
ADE
Part 3
Bruk…
Adel yang mendengar suara tersebut langsung melihat kebelakang, matanya tak percaya dengan apa yang ia lihat. Dengan mengumpulkan segala kekuatan Adel berlari untuk menghampiri Kak Ade yang sudah berlumuran darah, Ade menangis sejadi-jadinya ia meminta tolong kepada orang-orang yang disekitarnya untuk segera menelpon ambulans.
“Kak aku mohon bertahan jangan tinggalin aku” Adel tak kuasa nemahan air matanya.
Ade segera dilarikan kerumah sakit terdekat untuk segera diatasi. Ade mengalami pendarahan yang sangat parah hingga membutuhkan banyak sekali darah, Adel yang mengetahui bahwa darah mereka sama ia segera menyerahkan dirinya untuk diambil darahnya, meskipun selama ini ia takut dengan darah namun ia abaikan itu baginya keselatan Kak Ade lebih utama.
“ Ya Allah, selamatkan kan Ade, jangan kau ambil dia Ya Allah, hamba menyayanginya tulus. Berikan kesembuhan untuk Kak Ade Ya Allah” pinta Adel disetiap doanya.
Berhari-hari sudah Kak Ade mengalami koma dan tidak sadarkan diri. Dan berhari-hari Adel selalu setia menemani Kak Ade dirumah sakit tersebut. Ia tidak peduli dengan kuliah, tugas ataupun organisai yang ia ikuti, ia hanya ingin menghampiskan waktunya Bersama Kak Ade, lelaki yang selama ini Ade puja secara diam-diam. Rasa Lelah yang Adel rasakan membuatnya tertidur disamping ranjang Kak Ade, namun ia segera terbangun karena ada tangan yang berusaha menyentuh jilbabnya.
“ Kak Ade” mata Adel berkaca-kaca dan saat melihat kondisi Kak Ade yang begitu lemah ia sudah tidak kuat lagi untuk membendung air matanya, yak Adel tidak bisa pura-pura tegar dengan kondisi ini.
“Adel” ucap Kak Ade pelan namun masih bisa didengar oleh Adel
“Iya Kak?’’
“Aku seneng banget, lihat kamu disini nemanin aku selama ini, aku seneng bisa sedeket ini sama kamu di sisa-sisa hidup aku. “ Kata Ade dengan meneteskan air matanya.
“Kakak nggak boleh bilang begitu Kak Ade harus kuat !”
“Adel sebelum aku pergi, aku mau jujur soal perasaan aku kekamu. Aku sayang sama kamu Del, bahkan aku cinta sama kamu. Aku ingin kamu bahagia Del, aku ingin kamu bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik nantinya. Kamu adalah cinta terakhir aku Del. Terima kasih atas apa yang telah kamu berikan selama ini. Sebelum aku pergi aku ingin mendengar jawaban kamu Del!”
“Kak, aku juga cinta sama kakak. Karena itu kakak harus kuat, biar kita bisa bersama-sama kak.”
“Sebelum aku pergi aku mau bacain hafalan terakhir aku kekamu, kamu mau dengerin kan Del?’
“Hmm iya pasti aku dengerin” Adel tak kuasa menahan air matanya, badannya mulai melemas
“ar-raḥmān. 'allamal-qur`ān. khalaqal-insān. 'allamahul-bayān. asy-syamsu wal-qamaru biḥusbān. wan-najmu wasy-syajaru yasjudān. was-samā`a rafa'ahā wa waḍa'al-mīzān. allā taṭgau fil-mīzān. wa aqīmul-wazna bil-qisṭi wa lā tukhsirul-mīzān. wal-arḍa waḍa'ahā lil-anām. fīhā fākihatuw wan-nakhlu żātul-akmām. wal-ḥabbu żul-'aṣfi war-raiḥān. fa bi`ayyi ālā`i rabbikumā tukażżibān.” Suara Ade terdengar semakin mengecil hingga akhirnya Ade terdiam pada ayat ke tiga belas.
“Kak Ade?” ucap Adel panik “ Dokter, suster” teriak Adel
Dokter pun segera datang dan memeriksa keadaan Ade, setelah dilakukan tindakan oleh oleh dokter namun hingga akhirnya dokter mengatakan
“Maaf,Ade tidak bisa selamatkan.”
Adel yang mendengar itu semua, membuat tubuhnya tak berdaya, ia masih belum percaya jika ia harus kehilangan Kak Ade. Barusan saja Ade menguncapkan rasa kepadanya namun disaat itu juga ia harus kehilangan orang yang dia cintai itu. Hati Adel hancur sekali dengan ini semua, hingga akhirnya ia terjatuh ke lantai.
Semenjak kepergian Ade, hidup Adel seperti hancur, ia kehilangan semangat untuk menjalani kehidupannya. Adel yang dulu periang sekarang ia menjadi anak yang murung, sedikit bicara bahkan sekarang sahabat-sahabat Adel jarang melihat senyum indah dibibir Adel. Semua ini terjadi karena kepergian Ade.
“ Kamu kenapa jadi begini Del, aku rindu kamu yang dulu “ tanya Dika
Tanpa memberikan jawaban Adel pergi meninggalkan Dika begitu saja. Ia rindu dengan senyum, tawa dan sapaan Ade. Namun kini yang hanya ia bisa lakukan hanya memandangi batu nisan Ade. Rasanya Adel tak ingin pergi dari sisih Ade, Adel ingin berlama-lama disini. Seperti ikatan batin antara Adel dengan Alam, alam seakan-akan mengerti perasaan Adel dan ikut mengeluarkan air matanya, yang mewakili perasaan Adel saat ini.
“ Kak, udah berbulan-bulan Kak Ade ninggalin aku sendiri, nggak ada kakak nggak ada yang jadi pelindung buat aku, pembangkit semangat aku. Kehilangan kakak berarti kehilangan semangat aku kak. Dulu kalau aku nangis ada Kak Ade yang hapus air mataku, dulu Kak Ade bilang kakak nggak mau buat aku nangis apa lagi lihat aku nangis, tapi sekarang kakak yang membuat aku menangis.”
“Del,maafin aku ini semua terjadi karena ku.” Ucap seseorang dibelakang Adel, Adel pun segera melihat siapa sosok yang ada di belakangnya tersebut.
“ Dika, maksud kamu?”
“Beberapa bulan yang lalu, motor yang telah menabrak Ade adalah aku, aku yang udah membuat Ade seperti itu. Maafkan aku Del, aku terbutakan oleh cinta, aku cemburu dengan kedekatan kalian sampai aku lakukan itu. Dulu aku berpikir dengan kepergian Ade, aku dapat memiliki mu, namun itu semua tak pernah bisa merupah cinta kamu ke Ade. Maaf karena aku kamu jadi begini, aku rindu kamu yang dulu Del.”
“Kenapa kau bisa setega itu Dik, kau bilang kau rindu dengan ku yang dulu, kebahagianku yang dulu hanya ada dengan Kak Ade, orang yang telah kau sakiti. Pergi Dik dari hadapanku, dan jangan pernah kembali lagi!”
“Aku akan pergi jauh asalkan kamu memaafkan aku Del. Ini memang salahku tapi ini telah menjadi takdir untuk Ade Del. Kamu pantas bahagia.”
“ Aku tau itu Dik, tapi kamu membuatku kecewa. Selama ini aku berfikir kamu adalah teman yang baik, laki-laki yang baik tapi ternyata semua dugaan aku kekamu itu salah. Terima kasih karena telah menunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya.” Senyum Adel kecut.
“Maaf jika aku telah membuatmu kecewa, maaf jika telah menyakiti hati dan perasaanmu. Satu hal yang harus kau ketahui bahwa aku tulus mencintai mu Del.’’
Setelah kejadian itu berbulan-bulan Dika pergi meninggalkan Adel tanpa memberi kabar. Dan perlahan-lahan Adel mulai bisa menerima semua takdir yang terjadi padanya. Mungkin Kak Ade bukan lah jodoh Adel. Karena itu ia berusaha mengiklaskan kepergiannya dan membuka hatinya untuk yang lain. Adel percaya bahwa Allah telah menentukan jodoh yang terbaik untuk Adel.
Kehilangan seseorang yang sangat dicintai adalah suatu hal yang menyakitkan. Mengiklaskan kepergiannya membutuhkan hati yang kuat. Mencintai tak selamanya harus memiliki. Dan percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hambanya terutama dengan jodohnya.
~Adelia~
0 comments:
Posting Komentar