Sabtu, 03 Juni 2023

  • Jurnal Karya 2022 "Cerbung" #21

                                                                                 ADE 

    Oleh: Novita Riana S.


    Part 1 

    Adelia berjalan memasuki universitas yang sangat megah, dan terbilang favorit itu. Kerja kerasnya  selama dua tahun terakhir ini tidaklah sia-sia, karena impian Adelia untuk masuk ke salah satu  perguruan tinggi negeri di kota ini terwujud. Bahkan kebanggan tersendiri baginya karena ia  mendapatkan kesempatan itu melalui jalur undangan. Kini ia bukan lagi seorang anak SMA  melainkan seorang mahasiswi, dimana mulai saat ini ia harus berusaha lebih mandiri lagi. Dan  bersifat lebih dewasa lagi tentunya. 

    Hari pertama masa orientasi, Adelia telah siap dengan segala perlengkapannya. Baju putih  dengan bawahan rok warna hitam, serta kartu identitas diri yang dibuat sendiri dari kardus dan  diikat oleh pita berwarna merah. Ia datang lebih awal sebelum acara pembukaan dimulai. Ia juga  berusaha berpenampilan serapi mungkin, karena ia sadar saat ini statusnya masih sebagai  mahasiswi baru. 

    Adelia berjalan memasuki barisan para mahasiswa baru untuk mengantri memasuki  lapangan. Sebelumnya ia megikuti tahap pengecekan terlebih dahulu. Adelia dapat melihat dengan  jelas bagaimana perlakuan para seniornya kepada para mahasiswa baru yang tidak menaati  peraturan. Sebisa mungkin Adelia berusaha tetap tenang. Hingga tak terasa kini giliran Adelia  yang akan di cek oleh seniornya itu. 

    “Oke lanjut nggak pakai lama! Lihat peralatan kamu!” 

    “Ini kak” jawab Adelia. 

    “Tunjukin tangan kamu!”perintah senior lelaki yang ada dihadapan Adelia. 

    Adelia menunjukkan tangannya, ia yakin ini tak akan menjadi masalah karena semalam ia  telah memotong kukunya. Namun di luar dugaan, ternyata seniornya itu justru memegang tangan  kecil Adel tanpa seizinnya terlebih dahulu. Spontan Adel menjauhkan dirinya dari seniornya itu.  Sang seniorpun hanya menaikkan alisnya sebelah, sebagai tanda ia tak mengerti dengan maksud  Adel. 

    Brukk….. 

    Tubuh Adel menabrak sesuatu dibelakangnya. Ia pun segera melihat siapa yang telah ia  tabrak itu. “Maaf nggak sengaja” panik Adel. 

    “Iya nggak papa-papa”ujar sosok itu sambil berdiri dan membersihkan bajunya yang  terkena debu itu.  

    “Maaf kak” ucap Adel ketika melihat wajah datar seriornya itu. Dan ia kembali  menunjukkan tangannya itu. 

    “Hmm”

    Adel berjalan menjauh dari seniornya itu. Tanpa Adel sadari setelah kepergiannya ada dua  lelaki yang diam-diam mengamati kepergiannya. “ Oy, kalian berdua jangan malah ngalamun!  Masih banyak yang antri.” Omel wanita yang antri di barisan tengah. Dua lelaki itu pun tersadar  dan kembali melanjutkan aktivitas sebelumnya. Walau pikiran mereka masih tertuju pada wanita  itu. 

    Hari kedua masa orientasi. Adel benar-benar panik sebentar lagi acara akan dimulai namun  jalanan hari ini sangat macet. Berkali-kali ia melirik jam tangannya berharap semuanya belum  terlambat, karena ia tak ingin diawal masa perkuliahannya ia sudah mendapat masalah, terutama  masalah dengan para seniornya. Namun sayang, hari ini ia belum beruntung. Setiba dikampus  pintu gerbang masuk sudah ditutup, yang menandakan bahwa Adel masih harus menunggu selama  15 menit lagi. Ia pun menghembuskan napas kasar. Walaupun ia tak sendiri banyak maba yang  juga terlambat hari ini, tetep ia merasa takut, jika harus bermasalah dengan seniornya. 

    “Masih jadi maba udah berani telat kalian, bagaimana kedepannya?” tanya senior lelaki  yang memiliki tubuh tinggi,dan wajah tampan. 

    Adel hanya bisa menundukkan wajahnya. Tak ada yang berani berbicara sedikitpun saat  berhadapan dengan seniornya yang satu ini. Setelah lama hening dan tampak seperti tak akan ada  jawaban dari para maba didepannya sang seniorpun mengangkat bicara. 

    “Kenapa diam? Apa kalian tidak bisa berbicara? Apa saya sedang berbicara dengan  patung?” 

    “Bisa nggak si kak seharian aja nggak usah marah-marah terus, cepet tua baru tau rasa.”  ujar wanita dibarisan belakang. 

    “Siapa yang bilang, maju sini! Jangan Cuma berani ngomong dibelakang.”wajah sang  senior menunjukkan amarah yang begitu memuncak saat itu, karena baru pertama kali ini ada maba  yang berani dengannya. 

    Seorang wanita berjalan kedepan dengan sangat beraninya. “Saya kenapa? Nggak terima ha?” Adel yang menyadari siapa wanita itu, ia hampir tak percaya. Kalau teman satu kostnya itu  akan seberani itu. 

    “Kamu…” ujarnya dengan mengangkat tangannya diudara 

    “Sabar kak! Jangan kebawa emosi, hanya masalah seperti itu kenapa nggak diselesaikan  secara baik-baik?” dengan penuh keberanian Adel berbicara itu. Karena ia tak ingin melihat  kekasaran didepan matanya sendiri. 

    Senior itupun mengalihkan pandangannya ke arah Adel, ia terkejut namun dengan cepat ia  memasang wajah datar. Ia membuang napas dengan kasar, dan menurunkan tangannya. “Kenapa  kau juga ikut campur!” 

    Adel pikir seniornya akan sadar akan sifatnya. Justru yang terjadi kini seniornya itu  menatap Adel dengan mata elangnya. Adel Pun menunduk tak berani menatap sama sekali. Jujur  ia takut.

    “Semua boleh masuk,dan ikuti hukuman dari teman kakak ini” ujarnya sambil menunjuk  teman lelakinya. Merasa ditunjuk ia pun segera berjalan dan diikuti oleh para maba. 

    Adel bernapas lega. Ia langkahkan kakinya memasuki pintu gerbang itu. Namun saat ia  berjalan tiba-tiba ada tangan yang menahannya. Adelpun membalikan badannya. Saat sadar siapa  yang menyentuhnya, segera ia tepis. Senior itu memandang heran atas sifat juniornya didepannya. 

    “Kecuali kamu.” 

    “Ha, kenapa bisa gitu kak? Aku salah apa?” 

    “Nggak usah banyak tanya! Ikut aku!”tanpa sadar seniornya menarik tangan Adel. 

    Dengan sekuat tenaga Adel berusaha melepaskan pegangan itu. “Aku tau kakak senior aku.  Tapi nggak berarti kakak berhak megang aku begitu saja. Lepasin kak!” tegas Adel. Seniornya  itupun segera melepaskan genggamannya itu. Dirinya tak habis pikir dengan sikap juniornya yang  satu ini. 

    Mereka telah sampai dilapangan fakultas. “Lari 3 putaran, sekarang!” perintah seniornya  itu. 

    “Saya nggak mau.” 

    “Kamu berani sama saya?” seniornya kembali menatapnya dengan mata elangnya. “Kakak belum jawab.” 

    “Apa?” seraya menaikan alisnya sebelah. 

    “Salah saya apa?” ucap Adel dengan memandang kearah seniornya itu. Ia bener-bener tak  habis pikir apa jalan pikir orang didepannya itu. Dan ia tak habis mengerti kenapa orang seperti  dia bisa menjadi Presiden BEM kampus ini. 

    “Karena kamu udah belain orang yang nggak punya sopan santun.” 

    “Saya nggak bermaksud membela teman saya, namun saya hanya nggak mau melihat  kekerasan didepan mata saya sendiri. Dan saya hanya ingin menasehati kakak, nggak baik kak  marah-marah. Apakah itu salah?” 

    “Tetap saja. Nggak usah banyak alasan cepet lari 3 kali putaran! Atau mau ditambah lagi?” 

    “Hmm.” Adel segera berlari, ia sudah tak punya pilihan lain. Sang senior pun tersenyum  penuh kemenangan. 

    Tak terasa dua putaran telah Adel lalui. Tak jauh dari lapangan fakultas ada laki-laki yang  sedang duduk mengamati gerak-geriknya. Laki-laki yang sejak awal Adel masuk ke kampus ini  membuat moodnya menjadi hancur. 

    “Yang bener! Aku tinggal bentar.” Terdengar suara terikan sang senior. Adel tidak  menoleh sama sekali, ia tak mau melihat wajah seniornya yang satu itu.

    Adel masih terus berlari, rasa lelah ia buang jauh-jauh. Dia tak mau membuat kesalahan  kembali, sehingga harus berurusan dengan seniornya itu. Adelpun merasakan tenggorokannya  yang mulai mengering, dia membutuhkan minuman yang bisa menyembuhkan rasa hausnya.  

    Adelpun berhenti sejenak. Memajamkan matanya, rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk  berlari. Namun tiba-tiba saat Adel membuka matanya ia melihat sosok yang berdiri didepannya  seraya memegang air mineral, sontak Adel segera melihat siapa yang berdiri didepannya itu.  

    BERSAMBUNG






    ADE  

    Part 2 

    Adel masih terus berlari, rasa lelah ia buang jauh-jauh. Dia tak mau membuat kesalahan kembali,  sehingga harus berurusan dengan seniornya itu. Adelpun merasakan tenggorokannya yang mulai  mengering, dia membutuhkan minuman yang bisa menyembuhkan rasa hausnya.  

    Adelpun berhenti sejenak. Memajamkan matanya, rasanya ia sudah tak sanggup lagi untuk  berlari. Namun tiba-tiba saat Adel membuka matanya ia melihat sosok yang berdiri didepannya  seraya memegang air mineral, sontak Adel segera melihat siapa yang berdiri didepannya itu.  

    “Ini buat kamu. Kamu boleh istirahat sekarang.” 

    “Makasih kak.” 

    “Hmm. Lain kali nggak usah sok jadi pahlawan.” 

    “Tapikan yang aku..” 

    “Nggak menerima alasan!” ujarnya dengan meneguk air mineral miliknya. 

    Adelpun juga meminum air mineralnya, hingga habis. Saat ia sedang minum, ada mata  yang menatapnya. Seperti sadar Adel segera menatap tajam seniornya itu. 

    “Kenapa gitu? Kenalin aku Ade.” Kata Ade seniornya itu sambil mengayunkan tangan  didepan Adel untuk bersalaman. 

    Adel mengangkat alisnya bingung. Kemudian menangkup tangannya didepan dada. “Adel  kak.” Mengabaikan tangan didepannya. 

    Melihat Adel tak kunjung menyambut uluran tangannya membuat Ade menarik tangannya  kembali, kemudian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Keadaan kembali hening. Adel merasa  canggung dengan keadaan seperti ini, begitu juga dengan Ade. 

    “Kak” 

    “Dek” ucap Ade seraya menatap Adel. Adel juga menatap sekilas seniornya saat menyadari  ucapan mereka bersamaan. 

    “Kamu duluan” ujar mereka bersamaan kembali. 

    “Mau ngomong apa?” tanya seniornya itu. 

    “Kakak dulu aja!” 

    “Setelah ini kamu ikut pendikar di lantai dua.” 

    “Adel juga mau bilang itu kak, ya udah Adel duluan. Assalamualaikum.” Kata Adel dengan  berjalan meninggalkan seniornya itu. Tanpa ada jawaban dari seniornya itu.

    Tak terasa masa oreantasi telah berada diujung acara. Ade selaku ketua ia memantau  jalannya acara. Sesekali ia melihat dan mengamati para maba. Namun ia belum juga melihat sosok  yang ia cari. Adepun berkeliling memutari barisan para maba dan berharap sosok itu ada disini.  Tak seperti biasanya Ade seperti ini, biasanya ia bersikap cuek dengan para maba,  

    “Kemana cewek itu?” gumannya lirih. 

    “Cari siapa De?” 

    “Bukan siapa-siapa” ketusnya. 

    “Kamu nggak bisa bohongin aku De, aku kenal kamu dari SMA,aku tau kamu gimana” 

    “Nggak usah sok tau San” ujar Ade dengan menatap Ihsan. Yang ditatap justru hanya  tersenyum. Ihsan Adipati Putra adalah sahabat dekat Ade, mereka bersahabat sejak SMA maka tak  heran Ihsan mengerti apa yang disembunyikan oleh sahabatnya itu. 

    “Baik lah” 

    “Bukannya kamu jaga, kenapa pergi-pergi?” 

    “Kamunya sendiri kenapa nggak jaga didepan?” 

    “A aku cuma mau mantau para maba aja” 

    “Yakin?” 

    “Udah lah San, kamu kesini ngapain?” 

    “Aku cuma mau lapor kalau ada maba yang masuk UKS” 

    “Oh atas nama?” 

    “ Adelia Ayu Rahmawati” 

    Ade pergi begitu saja, setelah mendengar nama Adel masuk kedalam UKS. Sebenarnya  Ade kurang yakin apakah Adelia yang dimaksud Ihsan adalah Adel yang ia kenal. Jika benar ia  sungguh sangat merasa bersalah jika Adel sakit karena hukumannya kemarin. 

    Sesampai di UKS ia bener-bener terkejut. Ternyata dugaannya benar jika Adelia adalah  Adel yang ia kenal. Dengan cepat ia masuk kedalam UKS. Untuk memastikan bahwa Adel baik baik saja, ia sentuh dahi Adel. Ade bisa merasakan suhu tinggi orang yang didepannya. Ia pun  merasa kasian, ia pandangi wajah Adel.  

    “Cantik juga ni anak” 

    Tanpa sadar Ade kini telah tertidur disamping ranjang Adel. Adel terbangun dari  pingsannya, dan ia sangat terkejut ketika menyadari bahwa senior cuek itu tertidur di kursi  disamping ranjangnya. Hati Adel berbunga-bunga dan serasa ingin copot saat harus ada diposisi  sedekat ini dengan seniornya itu. Meskipun Adel sering kesal dengan pelakuannya namun  dihatinya ada rasa kagum kepada seniornya yang satu ini. Adel pandang wajah tampan milik 

    seniornya itu selagi tidak diketahui oleh sang pemilik wajah tampan itu. Namun tak lama kemudian  Ade terbangun dari tidurnya dan memergoki Adel yang sedang memandangnya sambil tersenyum. 

    “Aku tau aku ganteng ngak usah dilihatin kek gitu juga.” Ujarnya mengoda Adel 

    “Ih apaan sih kak nggak usah kepedan deh ya” sambal memalingkan wajahnya dan  memasang ekspresi cemberut, jujur adel sangat malu. 

    “ Kok mukanya jadi merah?” 

    “Nggak” elak Adel 

    “ Del, maafin aku ya.” Pinta Ade raut wajahnya menunjukan penuh penyesalan. “Maaf untuk?” Adel tak mengerti arah pembicaraan seniornya itu. 

    “Maaf karena aku kamu jadi begini, aku terlalu jahat Del sama kamu. Nggak seharusnya  aku lakuin itu kekamu Del. Maafin aku ya Del! Kamu boleh Del marahin aku, maki-maki aku,  tampar aku, apapun itu asal kamu maafin aku Del.”  

    “Kak Ade nggak salah kok, aku pingsan bukan karena terlalu beratnya hukuman kakak.  Aku lagi nggak enak badan aja kak. Soal pelakuaan kakak ke aku, aku udah maafin kok kak. Allah  aja maha pengampun masa aku yang hanya hambanya nggak mau memaafkan kak.” 

    “Kamu memang baik Del, makasih ya.” 

    “Sama-sama kak.” 

    Kedekatan Adel dengan Kak Ade semakin hari semakin bertambah. Mereka sering  melakukan kegiatan Bersama, dimana ada Adel pasti disitu ada Kak Ade. Karena itu tak jarang  banyak orang yang tidak menyukai kedekatan mereka, baik itu dari pihak Adel ataupun Ade. Salah  satu dari mereka adalah Dika Wilantara, Dika adalah temen satu kelas Adel, awal pertemuan  mereka pun saat pertama kali orientasi saat tidak sengaja Adel menabrak Dika. 

    “Del kekantin bareng yuk, aku laper belum sarapan tadi!” Ajak Dika 

    “Maaf banget Dik, tapi aku udah ada janji buat keperpustakaan sama kak Ade. Lain waktu  ya Dik, maaf banget.” 

    “Kenapa selalu dia Del? Apa istimewanya dia dimata kamu? Dia nggak pantes Del buat  kamu, sholat dia tinggalin, ngaji nggak bisa, apa Del yang buat kamu mau deket sama cowok kek  dia?” 

    “Aku tau Dik, aku tau semua itu, dan aku juga sadar akan hal itu. Kak Ade pernah tinggalin  sholat bertahun-tahun, dia juga nggak bisa lancar mengaji. Beda jauh berbeda sama kamu Dik.  Tapi Kak Ade nggak pernah malu buat belajar, buat belajar untuk menjadi lebih baik. Aku yakin  kok kalau Kak Ade itu orang yang baik. Jadi tolong berhenti buat selalu ngehina Kak Ade.” Ucap  Adel dengan pergi meninggalkan Dika yang berdiri mematung mendengar ucapan Adel yang  membela musuhnya.

    Hari ini Adel pergi lari pagi Bersama kak Ade. Namun selama diperjalanan Adel  merasakan perasaan yang tidak enak, ia sendiri tak mengerti perasaan apa ini? Harusnya ia bahagia  bisa sedekat ini dengan Kak Ade namun kenapa hari ini tidak. Adel pun meminta untuk berhenti  sejenak ditaman dekat komplek mereka berlari, Adel ingin menenangkan perasaannya. Namun ia  tak berani mengungkapkan kegelisahannya ini kepada Kak Ade, karena ia tak ingin membuat Kak  Ade khawatir, dan Adel percaya bahwa semua akan baik-baik saja. 

    “Del, kamu kenapa diam aja gitu? Mau es krim nggak ada es krim itu?” ucap kak Ade  menunjuk penjual es krim di pingir jalan. 

    “Nggak papa-papa kok kak, boleh kak” ujarnya dengan berusaha untuk tersenyum 

    Ade pun segera beranjak untuk memberikan Adel es krim, saat membeli es krim Ade  melihat ada penjual bunga mawar maka ia putuskan untuk membelinya. Ade ingin  mengungkapkan rasa yang selama ini ia pendam kepada gadis pujaannya itu. Ade menyebrangi  jalan untuk kembali kepada Adel, Ade sudah tidak sabar ingin melihat gadis pujaannya itu  tersenyum melihat kejutannya ini. Tanpa Ade sadari ada motor yang melaju sangat kencang dan  menabrak tubuh Ade, Ade terpental jauh sang pengemudi montor tanpa peduli langsung  meninggalkan tempat tersebut. 

    Bruk… 

    Adel yang mendengar suara tersebut langsung melihat kebelakang, matanya tak percaya  dengan apa yang ia lihat. Dengan mengumpulkan segala kekuatan Adel berlari untuk menghampiri  Kak Ade yang sudah berlumuran darah, Ade menangis sejadi-jadinya ia meminta tolong kepada  orang-orang yang disekitarnya untuk segera menelpon ambulans. 

    “Kak aku mohon bertahan jangan tinggalin aku” Adel tak kuasa nemahan air matanya.  BERSAMBUNG



    ADE  

    Part 3 

    Bruk… 

    Adel yang mendengar suara tersebut langsung melihat kebelakang, matanya tak percaya  dengan apa yang ia lihat. Dengan mengumpulkan segala kekuatan Adel berlari untuk menghampiri  Kak Ade yang sudah berlumuran darah, Ade menangis sejadi-jadinya ia meminta tolong kepada  orang-orang yang disekitarnya untuk segera menelpon ambulans. 

    “Kak aku mohon bertahan jangan tinggalin aku” Adel tak kuasa nemahan air matanya.  

    Ade segera dilarikan kerumah sakit terdekat untuk segera diatasi. Ade mengalami  pendarahan yang sangat parah hingga membutuhkan banyak sekali darah, Adel yang mengetahui  bahwa darah mereka sama ia segera menyerahkan dirinya untuk diambil darahnya, meskipun  selama ini ia takut dengan darah namun ia abaikan itu baginya keselatan Kak Ade lebih utama. 

    “ Ya Allah, selamatkan kan Ade, jangan kau ambil dia Ya Allah, hamba menyayanginya  tulus. Berikan kesembuhan untuk Kak Ade Ya Allah” pinta Adel disetiap doanya. 

    Berhari-hari sudah Kak Ade mengalami koma dan tidak sadarkan diri. Dan berhari-hari  Adel selalu setia menemani Kak Ade dirumah sakit tersebut. Ia tidak peduli dengan kuliah, tugas  ataupun organisai yang ia ikuti, ia hanya ingin menghampiskan waktunya Bersama Kak Ade, lelaki  yang selama ini Ade puja secara diam-diam. Rasa Lelah yang Adel rasakan membuatnya tertidur  disamping ranjang Kak Ade, namun ia segera terbangun karena ada tangan yang berusaha  menyentuh jilbabnya.  

    “ Kak Ade” mata Adel berkaca-kaca dan saat melihat kondisi Kak Ade yang begitu lemah  ia sudah tidak kuat lagi untuk membendung air matanya, yak Adel tidak bisa pura-pura tegar  dengan kondisi ini. 

    “Adel” ucap Kak Ade pelan namun masih bisa didengar oleh Adel 

    “Iya Kak?’’ 

    “Aku seneng banget, lihat kamu disini nemanin aku selama ini, aku seneng bisa sedeket ini  sama kamu di sisa-sisa hidup aku. “ Kata Ade dengan meneteskan air matanya. 

    “Kakak nggak boleh bilang begitu Kak Ade harus kuat !” 

    “Adel sebelum aku pergi, aku mau jujur soal perasaan aku kekamu. Aku sayang sama kamu  Del, bahkan aku cinta sama kamu. Aku ingin kamu bahagia Del, aku ingin kamu bisa mendapatkan  lelaki yang lebih baik nantinya. Kamu adalah cinta terakhir aku Del. Terima kasih atas apa yang  telah kamu berikan selama ini. Sebelum aku pergi aku ingin mendengar jawaban kamu Del!” 

    “Kak, aku juga cinta sama kakak. Karena itu kakak harus kuat, biar kita bisa bersama-sama  kak.”

    “Sebelum aku pergi aku mau bacain hafalan terakhir aku kekamu, kamu mau dengerin kan  Del?’ 

    “Hmm iya pasti aku dengerin” Adel tak kuasa menahan air matanya, badannya mulai  melemas 

    “ar-raḥmān. 'allamal-qur`ān. khalaqal-insān. 'allamahul-bayān. asy-syamsu wal-qamaru  biḥusbān. wan-najmu wasy-syajaru yasjudān. was-samā`a rafa'ahā wa waḍa'al-mīzān. allā taṭgau  fil-mīzān. wa aqīmul-wazna bil-qisṭi wa lā tukhsirul-mīzān. wal-arḍa waḍa'ahā lil-anām. fīhā  fākihatuw wan-nakhlu żātul-akmām. wal-ḥabbu żul-'aṣfi war-raiḥān. fa bi`ayyi ālā`i rabbikumā  tukażżibān.” Suara Ade terdengar semakin mengecil hingga akhirnya Ade terdiam pada ayat ke  tiga belas. 

    “Kak Ade?” ucap Adel panik “ Dokter, suster” teriak Adel 

    Dokter pun segera datang dan memeriksa keadaan Ade, setelah dilakukan tindakan oleh  oleh dokter namun hingga akhirnya dokter mengatakan 

    “Maaf,Ade tidak bisa selamatkan.” 

    Adel yang mendengar itu semua, membuat tubuhnya tak berdaya, ia masih belum percaya  jika ia harus kehilangan Kak Ade. Barusan saja Ade menguncapkan rasa kepadanya namun disaat  itu juga ia harus kehilangan orang yang dia cintai itu. Hati Adel hancur sekali dengan ini semua,  hingga akhirnya ia terjatuh ke lantai.  

    Semenjak kepergian Ade, hidup Adel seperti hancur, ia kehilangan semangat untuk  menjalani kehidupannya. Adel yang dulu periang sekarang ia menjadi anak yang murung, sedikit  bicara bahkan sekarang sahabat-sahabat Adel jarang melihat senyum indah dibibir Adel. Semua  ini terjadi karena kepergian Ade. 

    “ Kamu kenapa jadi begini Del, aku rindu kamu yang dulu “ tanya Dika 

    Tanpa memberikan jawaban Adel pergi meninggalkan Dika begitu saja. Ia rindu dengan  senyum, tawa dan sapaan Ade. Namun kini yang hanya ia bisa lakukan hanya memandangi batu  nisan Ade. Rasanya Adel tak ingin pergi dari sisih Ade, Adel ingin berlama-lama disini. Seperti  ikatan batin antara Adel dengan Alam, alam seakan-akan mengerti perasaan Adel dan ikut  mengeluarkan air matanya, yang mewakili perasaan Adel saat ini. 

    “ Kak, udah berbulan-bulan Kak Ade ninggalin aku sendiri, nggak ada kakak nggak ada  yang jadi pelindung buat aku, pembangkit semangat aku. Kehilangan kakak berarti kehilangan  semangat aku kak. Dulu kalau aku nangis ada Kak Ade yang hapus air mataku, dulu Kak Ade  bilang kakak nggak mau buat aku nangis apa lagi lihat aku nangis, tapi sekarang kakak yang  membuat aku menangis.” 

    “Del,maafin aku ini semua terjadi karena ku.” Ucap seseorang dibelakang Adel, Adel pun  segera melihat siapa sosok yang ada di belakangnya tersebut. 

    “ Dika, maksud kamu?”

    “Beberapa bulan yang lalu, motor yang telah menabrak Ade adalah aku, aku yang udah  membuat Ade seperti itu. Maafkan aku Del, aku terbutakan oleh cinta, aku cemburu dengan  kedekatan kalian sampai aku lakukan itu. Dulu aku berpikir dengan kepergian Ade, aku dapat  memiliki mu, namun itu semua tak pernah bisa merupah cinta kamu ke Ade. Maaf karena aku  kamu jadi begini, aku rindu kamu yang dulu Del.” 

    “Kenapa kau bisa setega itu Dik, kau bilang kau rindu dengan ku yang dulu, kebahagianku  yang dulu hanya ada dengan Kak Ade, orang yang telah kau sakiti. Pergi Dik dari hadapanku, dan  jangan pernah kembali lagi!” 

    “Aku akan pergi jauh asalkan kamu memaafkan aku Del. Ini memang salahku tapi ini telah  menjadi takdir untuk Ade Del. Kamu pantas bahagia.” 

    “ Aku tau itu Dik, tapi kamu membuatku kecewa. Selama ini aku berfikir kamu adalah  teman yang baik, laki-laki yang baik tapi ternyata semua dugaan aku kekamu itu salah. Terima  kasih karena telah menunjukkan siapa dirimu yang sebenarnya.” Senyum Adel kecut. 

    “Maaf jika aku telah membuatmu kecewa, maaf jika telah menyakiti hati dan perasaanmu.  Satu hal yang harus kau ketahui bahwa aku tulus mencintai mu Del.’’ 

    Setelah kejadian itu berbulan-bulan Dika pergi meninggalkan Adel tanpa memberi kabar.  Dan perlahan-lahan Adel mulai bisa menerima semua takdir yang terjadi padanya. Mungkin Kak  Ade bukan lah jodoh Adel. Karena itu ia berusaha mengiklaskan kepergiannya dan membuka  hatinya untuk yang lain. Adel percaya bahwa Allah telah menentukan jodoh yang terbaik untuk  Adel.  

    Kehilangan seseorang yang sangat dicintai adalah suatu hal yang menyakitkan. Mengiklaskan  kepergiannya membutuhkan hati yang kuat. Mencintai tak selamanya harus memiliki. Dan  percaya bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hambanya terutama dengan  jodohnya. 

    ~Adelia~


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.