PERJUANGAN MENDAPATKAN PERGURUAN TINGGI NEGERI
Oleh: Putra Nadzif Yuanditama Asirwada
Halo, disini saya akan menceritakan bagaimana pengalamanku untuk mendapatkan perguruan tinggi negeri yang aku pun tidak menyangka akan mendapatkannya, tapi karena sudah digariskan oleh tuhan, maka terjadilah. Sebelum itu mungkin saya akan awali dengan memperkenalkan biografi singkat diri saya. Perkenalkan saya Putra Nadzif Yuanditama Asirwada, saya lahir di Jakarta namun kini berdomisili di Bogor, dan saya anak pertama dari 2 bersaudara. Saya berumur 18 tahun, dan adik saya berumur 2 tahun, jadi umur kami selisih 16 tahun, hehehehe jauh yaaa. Dan hal itulah yang salah satunya menjadi semangat saya untuk hidup mandiri dan bisa memberikan pendidikan yang layak untuk adik saya.
Kisah bermula ketika saya pertama kali masuk sekolah menengah atas ( SMA ). Di awal kelas 10 semester ganjil sampai kelas 11 semester ganjil saya masih memiliki jiwa remaja tanggung yang goyah untuk konsisten menggapai masa depan cerah, artinya semasa itu saya tidak serius dalam sekolah dan memiliki prestasi yang kurang memuaskan di sekolah. Hingga suatu ketika, entah hidayah apa yang saya dapatkan, tiba – tiba saya tersadar akan masa depan saya sebagai laki-laki dan orang di sekitar saya yang harus saya bantu, lantas saat itu pula saya mulai berusaha untuk berubah lebih baik di sekolah baik dalam hal nilai dan sikap.
Awalnya saya fokus untuk mendapatkan sekolah ikatan dinas sebagai tujuan utama setelah lulus SMA nanti. Jadi saya fokus untuk latihan fisik, psikotes, memperbaiki cara belajar, dan hal lainnya untuk persiapan tes masuk sekolah ikatan dinas. Mengingat seleksi yang sulit dan saingan yang berat, maka saya mempersiapkan rencana kedua untuk mengambil jurusan psikologi dalam perkuliahan, namun saat itu saya tidak mematok dimana kampus yang harus saya dapatkan, intinya jurusan psikologi. Lambat laun waktu berjalan dan seiring dengan waktu tersebut, prestasi belajar saya pun meningkat.
Singkat cerita, akhirnya pandemi covid – 19 melanda Indonesia dan kebetulan saat itu saya sudah naik ke kelas 12 SMA, karena kebijakan pemerintah untuk mengatasi pandemi akhirnya sekolah pun dilakukan secara daring di rumah. Dengan kondisi sekolah daring saya semakin nyaman belajar karena tidak ada yang mengganggu dan menyontek jawaban, dengan kondisi yang demikian akhirnya prestasi belajar saya pun semakin meningkat.
Setelah saya melewati berbagai lika – liku anak sekolah kelas 12 SMA, akhirnya tepat di bulan Januari akhir, Sekolah saya mengeluarkan pengumuman siswa – siswi eligible yang berkesempatan untuk ikut seleksi SNMPTN, dan kebetulan saya termasuk siswa eligible dan berhak ikut SNMPTN. Selama waktu seleksi SNMPTN, saya terus berdoa dan menempuh jalur langit, namun saat hari pengumuman tiba, nama saya tidak lolos. Setelah sedih dan dikuatkan oleh keluarga juga teman-teman, saya mencoba bangkit untuk berjuang menempuh jalur SBMPTN, yang kebetulan seleksi tersebut berdekatan waktunya dengan seleksi sekolah ikatan dinas. Tiap hari saya belajar untuk SBMPTN sekaligus belajar untuk seleksi kedinasan guna mempersiapkan semuanya agar lolos seleksi, dan jika dihitung-hitung saya hanya tidur 1 sampai 4 jam sehari. Namun saat pengumuman tiba, hasilnya seleksi SBMPTN dan seleksi kedinasan tidak ada yang lolos semua.
Namun karena nilai UTBK saya tidak terlalu jelek, maka saya mencari info dan memutuskan untuk ikut ujian mandiri jalur UTBK, saya disitu mendaftar ke 5 kampus top Indonesia. Dengan kasih bantuan Allah dan doa orang tua juga keluarga dekat, akhirnya saya diterima di salah satu universitas yang saya daftarkan di seleksi mandiri UTBK. Dengan persetujuan orang tua, akhirnya saya resmi berkuliah di universitas tersebut. Jika dirincikan universitas yang menerima saya identik dengan almamater biru telur asin, yaa itulah kampus saya sekarang. Disinilah saya benar-benar belajar arti dari kata tidak tidak kenal lelah dan tidak kenal menyerah, dan tetap optimis terhadap tujuan kita. Disini saya juga benar-benar belajar kekuatan jalur langit itu seperti apa kuatnya.
0 comments:
Posting Komentar