Nama : Alya Hanifah
NIM : K7223009
Kelas : 2A
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan
PERJALANAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Menurut Ni’matul Huda dalam bukunya yang berjudul Ilmu Negara jika berbicara tentang sejarah teori demokrasi, ada 2(dua) fakta historis yang penting. Pertama, hampir semua orang pada masa ini mengaku sebagai democrat. Beragam jenis rezim politik di dunia mendeskripsikan dirinya sebagai demokrasi. Namun, apa yang dikatakan dan diperbuat oleh rezin yang satu dengan rezim yang lain sering berbeda secara substansial. Kedua, sementara banyak negara yang saat ini menganut paham demokrasi, sejarah lembaga politiknya mengungkap adanya kerapuhan dan kerawanan tatanan demokrasi. Sejarah Eropa Abad ke-20 sendiri mengambarkan dengan jelas bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang sangat sulit untuk diwujudkan dan dijaga.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam dua tahap yaitu tahapan pra kemerdekaan dan tahapan pasca kemerdekaan. Perkembangan demokrasi di Indonesia pasca kemerdekaan mengalami pasang-surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini, selama 55 tahun perjalanan bangsa dan negara Indonesia, masalah pokok yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan berbangsa dan bernegara seperti dalam bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya. Sebagai tatanan kehidupan, inti tatanan kehidupan demokratis secara empiris terkait dengan persoalan pada hubungan antar negara atau pemerintah dengan rakyat, atau sebaliknya hubungan rakyat dengan negara atau pemerintah dalam posisi keseimbangan (aquilibrium potition) dan saling melakukan pengawasan (check and balance).
Perkembangan demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi dalam empat periode, yaitu:
1. Demokrasi Parlementer Periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem demokrasi parlementer mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan mulai diperkuat dalam UndangUndang Dasar 1945 dan 1950, ternyata sistem demokrasi
parlementer ini kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan secara memuaskan pada beberapa negara Asia lain. Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari Presiden beserta Menteri Menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik setiap kabinet berdasarkan kondisi yang berkisar pada satu atau dua partai besar dan beberapa partai kecil. Koalisi ternyata tidak berjalan dengan baik dan partai-partai koalisi tidak segan-segan untuk menarik dukungannya sewaktusewaktu, sehingga kabinet seringkali jatuh karena keretakan dalam koalisi sendiri. Umumnya kabinet dalam masa pra pemilihan umum yang diadakan dalam tahun 1955 tidak dapatt bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi politik dan politik oleh karena pemerintah tidak memperoleh kesempatan melaksanakan programnya. Namun pada periode ini kedudukan parlemen sangat kuat dan pada gilirannya menguat pula kedudukan partai politik karena itu segala hal yang terkait dengan kebijakan negara tidak lepas dari sikap kritis para anggota parlemen untuk mendebatnya baik melalui forum parlemen maupun secara sendiri- sendiri.
1. Demokrasi Terpimpin Periode 1959-1965
Ciri sistem politik pada periode ini adalah dominasi peranan presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik.12 Dalam praktik pemerintahan, pada periode ini telah banyak melakukan distrosi terhadap praktik demokrasi. Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik yang terjadi dalam sidang konstituante merupakan salah satu bentuk penyimpangan praktik demokrasi. Begitu pula dalam UndangUndang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa bagi seorang presiden dapat bertahan sekurang-kurangnya selama lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengatakan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun. Banyak terjadi penyimpanganpenyimpangan pada praktik demokrasi, terutama pada bidang eksekutif. Misalnya Presiden diberi wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif. Hal itu dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 19/1964, di bidang legislatif presiden dapat mengambil tindakan politik berdasarkan peraturan tata tertib peraturan presiden Nomor 14/1960 dalam hal anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak mencapai manfaat. Demokrasi terpimpin Soekarno bukanlah demokrasi yang sebenarnya, melainkan sebagai bentuk keotoriteran. Bentuk sistem
demokrasi ini tidak mencerminkan arti dari demokrasi itu sendiri. Demokrasi terpimpin dari Soekarno berakhir dengan lahirnya Gerakan 30 September PKI (G30SPKI)
2. Demokrasi Pancasila Periode 1965-1998
Periode pemerintahan ini muncul setelah gagalnya G30SPKI. Landasan formil periode ini adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari lahirnya periode ini adalah ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara konsekuen dan murni. Untuk meluruskann dari penyelewangan terhadap UndangUndang Dasar yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin, kita telah mengadakan tindakan korektif. Ketetapan MPPS Nomor III/1963 yang menetapkan masa jabatan seumur hidap untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan Presiden kembali menjadi selektif selama lima tahun. Pada periode ini praktik demokrasi di Indonesia senantiasa mengacu pada nilai nilai Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Maka dari itu demokrasi pada masa ini disebut dengan Demokrasi Pancasila. Karena dalam demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi, karena rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu juga dengan partisipasi politik yang sama semua rakyat. untuk itu pemerintah patut memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik. Akan tetapi, “Demokrasi Pancasila” dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praksis atau penerapan. Karena dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi
3. Demokrasi Periode Reformasi
Pelaksanaan demokrasi di era reformasi (1998-sekarang) ditandai dengan lengsernya presiden terdahulu, Soeharto yang menjabat sebagai presiden selama sekitar 32 tahun. Demokrasi Indonesia periode reformasi meletakkan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi Indonesia pada masa selanjutnya. Terdapat beberapa indikator pelaksanaan demokrasi di Indonesia, yaitu
a. Diberikan kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.
b. Berlakunya sistem multipartai, diberlakukan ini terlihat pada Pemilihan Umum 1999. Masa ini Kesempatan pada rakyat untuk berserikat dan berkumpul sesuai ideologi dan
aspirasi politiknya. Karakteristik periode reformasi merupakan demokrasi Pancasila. Warga negara bertugas mengawal demokrasi agar dapat teraplikasikan dalam aspek kehidupan. Karakteristik demokrasi pada periode reformasi adanya Pemilu lebih demokratis, terjadi perputaran kekuasaan dari pemerintah pusat hingga daerah. Pola rekrutmen politik terbuka Hak-hak dasar warga negara, rekrutmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Setiap warga negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik tanpa diskriminasi. Hak-hak dasar warga negara terjamin, sebagian besar hak dasar rakyat bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers dan sebagainya.
Link : https://youtu.be/1eAURZPiwRE?si=TUSoCBt-wtIz0ETK
0 comments:
Posting Komentar