Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
“KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT” Dosen Pengampu : Drs. Imam Suyanto, M.Pd.
Nama : Amanda Ayu Pramesti
NIM : K7122025
Nomor Absen : 14
Kelas : 2G
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2023
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
“KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT” Dosen Pengampu : Drs. Imam Suyanto, M.Pd.
Nama : Amanda Ayu Pramesti
NIM : K7122025
Nomor Absen : 14
Kelas : 2G
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
TAHUN 2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan dukungan semangat sehingga makalah ini bisa selesai dengan tepat waktu.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kebumen, 4 April 2023
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................ii DAFTAR ISI ......................................................................................................iii BAB I..................................................................................................................1 PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................................1 B. Rumusan Masalah .....................................................................................5 C. Tujuan.......................................................................................................5
BAB II.................................................................................................................6 PEMBAHASAN..................................................................................................6 A. Makna Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Menurut Kajian Islam .................6 B. Agama Dapat Menjamin Kebahagiaan.......................................................8 C. Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan....... 12 D. Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Perspektif Islam............................... 15 BAB III.............................................................................................................. 20 PENUTUP......................................................................................................... 20 A. Kesimpulan ............................................................................................. 20 B. Saran....................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila dilihat dari beberapa sudut pandang, kebahagiaan masih belum mengenal kata final, karena kebahagiaan sangat bervariasi dan berbeda antara satu sama lain. Istilah bahagia atau kebahagiaan merupakan suatu yang sangat diharapkan oleh semua manusia karena merupakan tujuan hidupnya. Bagi para filosuf Barat khususnya para filosuf zaman klasik seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Epikuros berpandangan bahwa kebahagiaan merupakan suatu tingkat pencapaian tertinggi seseorang. Semua ilmu yang dikembangkan oleh para Filosuf pada akhirnya bertujuan untuk mencapai kebahagiaan jiwa (eudaimonia). Kebahagian dapat dicapai dengan perbuatan yang baik, hati yang tenang, dan tubuh yang sehat.
Dalam al-Qur’an, kata bahagia merupakan terjemahan dari kata Sa’id, sementara kata sengsara yang merupakan lawan kata dari bahagia adalah terjemahan dari Saqiy. Selain kata Sa’id, kata Falah, Najat, dan Najah juga digunakan Al-Qur’an dalam makna bahagia. Menurut Al-Qur’an, paling tidak ada enam cara untuk memperoleh kebahagiaan hidup yaitu
: menanamkan keyakinan bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan, bersyukur atas nikmat yang diberikan, ridha, sabar, dan tawakkal atas segala musibah, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan, menjahui buruk sangka, menjauhi kebiasaan marah-marah ketika menghadapi atau tertimpa sesuatu, mengurangi keinginan yang bersifat duniawi dengan zuhud dan qona’ah.
Al-quran menyebut fenomena bahagia tersebut sebagai kenikmatan dunia yang sedikit (mataa‘un qaliil) atau bahagia yang semu (sementara), bukan kenikmatan hakiki yang abadi. Tentang kenikmatan duniawi, Allah Swt. befirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan
2
pada hal-hal yang diingini (nafsu), yaitu wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran [3]: 14).
Kecintaan pada materi dunaiwi kerap kali membuat kita buta tentang makna kebahagiaan sejati. Kita pun mudah terpesona dan terpukau oleh keindahan dunia dan gemerlapnya, sehingga melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena sibuk mengurus harta, tahta, dan lawan jenis, kita lupa untuk berbagi senyum kepada saudara kita sesama muslim, lalu dalam hati kita tumbuh sifat-sifat iri, dengki, ria, hasud, bakhil, bangga diri, hingga sombong. Padahal, sifat
sifat ini pertanda hati kita sakit, sedangkan orang yang hatinya sakit niscaya tidak bahagia hidupnya.
Jika merujuk Al-Qur’an, kata-kata “bahagia”dapat ditemukan di berbagai surat, yakni al-Baqarah [2]:5, Ali Imran [3]:104, at-Taubah [9]:88, al-Qashash [28]:67, Thaha [20]:64, al-Mukminun [23]:1, al-A’la [87]:14 dan asy-Syam [91]:9 (Nizham, 2008: 204). Ayat-ayat tersebut memberikan makna kebahagiaan. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu ayat dalam surat al-Baqarah: 5 Allah swt. berfirman:
Artinya: mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.
Al-muflihun bermakna orang-orang yang mendapat apa-apa yang dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya. Petani, di dalam bahasa Arab juga dikatakan sebagai fallah karena bekerja membelah tanah. Sedang para muflih berarti orang yang berhasil mencapai tujuan setelah melalui upaya dan mencurahkan kemampuan di dalam mencapainya (al
Maraghi, 1992: 68). Maksudnya, seseorang merasa bahagia ketika setelah bekerja keras mencapai sesuatu dan mendapatkan apa diinginkannya.
3
Jika dilihat dari makna dasar dari kebahagiaan dan akhir kehidupan maka istilah yang tepat untuk menggambarkan kebahagiaan adalah aflaha.Di empat ayat al-Qur’an (QS 20:64, QS 23:1, QS 87:14, QS 91:9) kata itu selalu didahului kata penegasan qad (yang memiliki arti sungguh) sehingga berbunyi qad aflaha atau sungguh telah berbahagia (Tarigan, 2012: 74).
Kata turunan selanjutnya dari aflaha yang terdapat dalam al-Qur’an adalah tuflihna (disebut sebelas kali dalam al-Qur’an dan selalu berujung dengan kata la‟allakum tuflihuna). Pesan ini memberikan pelajaran bahwa semua perintah Tuhan dimaksudkan agar kita hidup bahagia(Tarigan, 2012: 75). Walaupun derivasi dari kata falah ditemukan di 40 tempat di dalam al
Qur’an namun ada satu ayat yang terdapat dalam al-Quran yang tidak menggunakan derivasi kata falah yang menyampaikan pesan bahwa kebahagiaan menurut Islam tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Sebagaimana terdapat pada surat Al-Baqarah : 201:
Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka".
Kata al-falah memiliki banyak makna, yakni kemakmuran, keberhasilan, atau pencapaian apa yang kita inginkan atau apa yang diperoleh dapat memberikan kebahagiaan, ketentraman, kenyamanan yang terus menerus, atau kehidupan yang penuh berkah yang berkelanjutan(Tarigan, 2012: 74). Banyaknya penjelasan tentang makna kebahagiaan baik secara filsafat maupun para pemikir lainnya, maka kita perlu melihat konsep kebahagiaan yang disampaikan al-Qur’an. Pada surat Ali Imran: 130 Allah swt. berfirman:
4
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Ayat yang lebih lengkap menggambarkan kebahagiaan (falah) terdapat dalam surah Al-Mu’minun: 1-9 berikut:
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya,dan orang orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,dan orang-orang yang menunaikan zakat,dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang orang yang melampaui batas.dan orang-orang yang memelihara amanat amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.dan orang-orang yang memelihara sholatnya.
Dari ayat di atas dapat dipahami orang yang bahagia adalah orang beriman, yang khusu’ dalam shalatnya, menjauhkan diri dari perbuatan yang
5
tidak bermanfaat dan perkataan yang tidak berguna, orang yang menunaikan zakat, orang menjaga menghindari perbuatan zina, orang yang menjaga amanah dan menjaga shalatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah makna kebahagiaan dunia dan akhirat menurut islam? 2. Bagaimana agama menjamin kebahagiaan umat manusia? 3. Bagaimana karakteristik agama sebagai jalan Tuhan menuju kebahagian dunia akhirat?
4. Bagaimana cara meraih kebahagiaan menurut perspektif Islam?
C. Tujuan
1. Untuk menganalisis bagaimana makna kebahagiaan dunia dan akhirat menurut islam.
2. Untuk menganalisis bagaimana agama dapat menjamin kebhagiaan umat manusia di dunia.
3. Untuk menganalisis karakteritik agama sebagai jalan Tuhan menuju kebahagiaan.
4. Untuk menganalisis cara meraih kebahagiaan menurut perspektif Islam.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Menurut Kajian Islam Berbicara tentang arti kebahagiaan sejati atau kebahagiaan hakiki, islam mempunayi pandangan mengenai pengertian atau arti dari kebahagiaan sejati berdasarkan dalil dari firman Allah SWT, dalam Kitabullah Al-Qur’an dan juga dalil hadits Nabi Muhammad SAW. Kebahagiaan sejati seseorang tidak bisa diukur dengan banyaknya harta atau kekayaan,status, atau pangkat sosial dalam kemasyarakatan dan atau semua kemewahan yang dimiliki seseorang.
Kebahagiaan yang sesungguhnya atau sejati terletak pada ketenangan hati seseorang. Sudah banyak orang yang kaya raya dengan harta kekayaan mereka, namun kekayaan yang mereka miliki tidak bisa menjadikan hati mereka menjadi tenang, akan tetapi sebaliknya justru harta
kekayaan yang mereka kumpulkan membuat mereka lalai, lupa dan sibuk untuk senantiasa mengejar kekurangan. Hal ini karena beberapa harta benda dan kekayaan yang mereka miliki masih saja mereka anggap kurang.Hal ini sudah dijelaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya yang berbunyi :
Artinya : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk kedalam kubur”(QS. At-Takasur: 1-2).
Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati atau ketenagan jiwa yang merupakananugerah dari Allah swt. yang sangat berharga. Setiap orang pasti mengingikannya, namun hanyasedikit sekali orang yang mendapatkannya. Hal ini karena banyak manusia yang
melupakan penciptanya,melupakan dzat pemberi kebhagiaan dan melupakan tentang dzat sang pencipta ketenangan di dalam jiwa atau hati yang sebenarnya, Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya :
7
Artinya : “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”(QS. Al-Fath: 4).
Dari penjelasan firman Allah SWT, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang menginginkan kebahagiaan, ingin mempunyai hati dan jiwa yang tenang, tetapi lupa kepada sang penciptanya, maka semua keinginannya tersebut hanyalah sia-sia belaka.Oleh sebab itu, untuk mencari dan kemudian mendapatkan kebahagiaan sejati adalah dengan cara: 1. Selalu mengingat Allah swt. sebagaimana dalam penjelasan firman
Allah SWT tersebut bahwa Allah-lah dzat yang memberi,menciptakan dan menentukan kebahagiaan pada hamba-Nya.
2. Berusahalah selalu untuk memperoleh ketenangan dalam jiwa dan hati dengan bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa. Allah berfirman :
ِي َن َوال ِ صِد يِقي َنِ يِهْم ِم َن النهبْيهَّللاُ َعلََْنعَمَِذي َن أهولَئِ َك َم َع الُهَّللاَ َوال هرسُو َل فَأَِو َم ْن يُ ِطع ِا هَّللِ َعِلي ًماَو َكفَى بفَ ْض ُل ِم َن هَّللاِِْل َك الولَئِ َك َرفِيًقا ذََُوال ُّش َهدَا ِء َوال هصاِل ِحي َن َو َحسُ َن أ Artinya : “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka itulah teman yang sebaik baiknya.yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”.(QS. An-Nisa: 69-70)
Itulah janji-janji Allah kepada hamba-Nya yang terpilih, maka mereka akan mendapatkan anugerah dan kebahagiaan sejati. Bagi orang orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, janji tersebut bukanlah
8
diperuntukkan bagi orang-orang yang durhaka kepada Allah SWT. Perlu diingatkan kembali bahwannya kemewahan,kedudukan,jabatan,dan segala kemegahan yang ada di dunia ini hanyalah semu belaka dan tidak akan ada yang abadi dan pasti akan musnah dan rusak.Hidup di dunia ini hanyalah tempat lintasan belaka yang merupakan sarana dalam mencari bekal untuk menempuh perjalanan menuju akhirat. Dan sebai-baik bekal itu adalah bekal taqwa dan iman taat kepada Allah SWT.
B. Agama Dapat Menjamin Kebahagiaan
Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Fitrah itu sesuatu yang melekat dalam diri manusia dan telah menjadi karakter (tabiat) manusia. Kata “fitrah” secara kebahasaan memang asal maknanya adalah “suci”. Yang dimaksud dengan suci adalah suci dari dosa dan suci secara genetis. Meminjam term Prof. Udin Winataputra, fitrah adalah lahir dengan membawa iman. Berbeda dengan konsep teologi islam, teologi tertentu berpendapat sebaliknya yaitu bahwa setiap manusia lahir telah membawa dosa yakni dosa warisan. Di dunia, menurut teologi ini, manusia dibebani tugas yaitu harus membebaskan diri dari dosa itu. Adapun dalam teologi islam, seperti telah dijelaskan bahwa setiap manusia lahir dalam kesucian yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama islam. Tugas manusia adalah berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam hatinya hingga kembali kepada Allah.
Kebahagian adalah sebuah pohon yang airnya, makanannya, udaranya, dan cahayanya adalah keimanan kepada Allah dan akhirat.Oleh karenanya agama diperlukan sebagai tuntunan agar kita dapat lebih dekat kepada Tuhan dan sebagai bimbingan kita untuk keluar dari kegelapan
dunia. Kebahagiaan itu tidak ada dalam garis keturunan, harta benda, dan emas berlian. Tapi kebahagiaan itu terdapat dalam agama, ilmu, sopan santun, dan tujuan yang kesampaian.
Bahagia merupakan suatu kebutuhan, karena bahagia itu dibutuhkan maka manusia akan mencari bahagia itu dengan sungguh-sunggguh untuk
9
merasakan nilai kebahagiaan di dalam hidupnya. Dalam kesungguh sungguhannya untuk meraih kebahagiaan, manusia akan terjebak di dalam pilihan-pilihan yang ekstrim di dalam pekerjaannya, karena pandangan seseorang dalam mendefinisikan bahagia tentunya berbeda-beda bergantung bagaimana pendapat masing-masing individu. Ada orang yang melihat bahagia secara empiris, artinya bahagia dirasakan seseorang hanya semata-mata dilihat dari sisi kehidupan nyata berdasar fakta fisik, materi dan kekayaan yang dimiliki seseorang. Banyak orang yang tidak mampu
melihat indahnya kehidupan ini dan hanya terfokus pada harta benda. Untuk memperoleh kebahagiaan, manusia melakukan apapun yang memungkinkan untuk itu, karena kebahagiaan adalah cita-cita tertinggi manusia. Kebahagiaan itu ada dalam pengorbanan dan pengingkaran terhadap (keinginan) diri sendiri. Juga, di dalam usaha mengeluarkan semua upaya dan mencegah semua bahaya.19 Jadi untuk mencapai suatu kebahagiaan perlu adanya tahapan atau proses berupa usaha. Kebahagiaan tidak datang secara tiba-tiba, kebanyakan mereka memperolehnya setelah adanya penderitaan. Mereka mengubah kondisi penderitaan yang dialaminya dengan penghayatan terhadap kenyataan hidup yang tidak bermakna, sehingga mereka mampu menemukan hikmah dari penderitaan. Setiap melihat kesulitan, mereka menjadikannya sebagai pemacu diri untuk mengalahkan kesulitan tersebut. Berbeda dengan manusia yang selalu risau, setiap kali menjumpai kesulitan maka ia akan meninggalkannya dan melihatnya sebagaisesuatu yang memberatkan dirinya.
Definisi Agama Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia dan manusia dengan lingkungannya.
Agama (Ad-din) diartikan secara bahasa sebagai agama. Adapun arti sesungguhnya adalah menyembah, menundukkan diri atau memuja. Tujuan Agama Agama adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing manusiayang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan
10
hidup di dunia dan akhirat. Selain itu, agama juga mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat yang ada disekitarnya.
Peran agama dalam meraih sumber kebahagiaan sejati adalah ketenanganhati atau ketenangan jiwa yang merupakan suatu anugrah dari Allah SWT yang sangat berharga. Setiap orang pasti menginginkannya, namun hanya sedikit sekali orang yang mendapatkannya. Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya dalam surah AlFath/48:4,
Artinya :“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati
orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah MahaMengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Diantara kenikmatan terbesar adalah kegembiraan, ketentraman, dan ketenangan hati. Sebab, dalam kegembiraan hati itu terdapat keteguhan berpikir, produktivitas yang bagus, dan keriangan jiwa.Ketenangan didapatkan dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dalam firman-Nya pada surah Ar-Ra’d/13:28,
Artinya :“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Adapun modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau kemampuandiri dalam menanggung beban kehidupan, tidak mudah tergoyahkan, tidak mudah menyerah dan senantiasa bersabar dan bersyukur. Keimanan adalah rahasia di balikkerelaan, ketenangan, dan rasa aman.
Sebaliknya, kebingungan dan kesengsaran selalu mengiringi kekufuran dan
11
keraguan.
Seseorang dikatakan mencapai kebahagiaan jikalau tercapai empat perkara yaitu, i’tikad yang bersih, yakin, iman, dan Agama.25 Jadi agama benar-benar dapat membantu orang dalam mengendalikan dirinya dan membimbingnya dalam segala tindakan. Begitu pula kesehatan jiwa dapat dipulihkan dengan cepat apabila keyakinan kepada Allah (iman) dan ajarannya dilaksanakan.
Islam sebenarnya tidak melarang mencari kesenangan duniawi mengangkatnya menjadi khalifah untuk kebahagiaan hidup manusia dan sekaligus sebagai hamba Tuhan. Namun, Islam memperingatkan terhadap kesenangan duniawi tidak menghalangi manusia untuk beribadah dan berbuat kepada Allah bagi manusia dan alam. Jadi bagaimanapun juga
Namun, kebahagiaan hanya bisa dirasakan melalui serabut hati Kebutuhan fisik juga harus terpenuhi, termasuk kesehatan fisik membuka pikiran, melatih pikiran juga dapat mengarahpada kemurnian jiwa Karena jiwa yang sehat adalah awal dari kebahagiaan.
Pada dasarnya kekayaan, keamanan, kesehatan, dan agama adalah pilar kebahagiaan. Logikanya saat orang tidak punya apa-apa, yang dilanda ketakutan, kekawatiran, orang yang sakit dan tidak memiliki agama, semua itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan. Mereka semua berada dalam kesengsaraan. Namun perludiingat Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak hidup menganggur berpangku tangan menunggu datangnya
kenikmatan. Namun juga melarang umatnya yang hanya semata-mata bekerja mengejar dunia sampai berlebihan tidak tahu waktu hingga melupakan akhiratnya. Jalan yang terbaik yang ditempuh Islam adalah hidup penuhkeseimbanganantara dunia dan akhirat, disatu sisi lain manusia mengerjakan untukakhiratnya karena pada akhirnya ia akan mati.
Jadi dapat disimpulkan, puncak dari segala kebahagiaan adalah kebahagiaan akhirat. Kebahagiaan akhirat merupakan titik kebahagiaan terakhir yakni ketika kehidupanmanusia di dunia berganti dengan kehidupan akhirat. Dalam menjalankan kehidupan disana yang menjadi parameternya
12
bukan harta kekayaan, pangkat dan jabatan yangtinggi,ataupun ketenangan, tetapi keseluruhan amal yang mendatangkan keridhaan Allah SWT.
C. Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan Kebahagiaan dalam islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan tumbuh dari nilai-nilai hakiki islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba yang mampu menunjukan sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri) untuk selalu berpegang pada nilai-nilai dan kebenaran ilahiah, mensyukuri karunia Allah berupa nikmat iman, islam, dan kehidupan. Berikut pendapat dari beberapa ahli mengenai makna kebahagiaan:
a. Pendapat Al-Alusi
Menurut Al-Hulusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena bisa mencapai keinginan atau cita-cita yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain menyatakan bahwa kebahagia adalah tetap dalam kebaikan atau masuk kedalam kesenangan dan kesuksesan.
b. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah perasaan senang dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik. Sebab, hati yang sehat dan berfungsi dengan baik bisa berhubungan dengan Tuhan sebagai pemilik kebahagiaan. Yaitu pemilik kebahagiaan, kekayaan, kesuksesan, kemuliaan, ilmu dan hikmah.
c. Imam Al-Ghazali
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa bahagia terbagi dua yaitu: 1. Kebahagiaan hakiki.
Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi, kebahagaiaan ukhrawi akan diperoleh dengan modal iman, ilmu dan amal. Kebahagiaan ukhrawi adalah kebahagiaan rohani dan abadi.
2. Kebahagiaan majasi.
Kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan duniawi bisa didapat oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak beriman. Ibnu Athaillah mengatakan “Allah memberikan harta kepada orang
13
yang dicintai Allah dan kepada orang yang tidak dicintai Allah, tetapi Allah tidak akan memberikan iman kecuali kepada orang yang dicintainya”. Kebahagiaan duniawi adalah kebahagiaan yang fana tidak abadi. Kebahagiaan duniawi ada yang melekat pada dirinya dan ada yang melekat pada manfaatnya. Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki harta, kedudukan terhormat, dan keluarga yang mulia.
Orang yang ingin menggapai kesempurnaan hidup, tetapi tidak memiliki harta bagaikan orang yang mau pergi berperang tanpa membawa senjata, atau seperti orang mau menangkap ikan tanpa pancing atau jaring. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Harta yang terbaik adalah harta yang ada pada seorang laki-laki yang baik pula (shaleh)”. (HR. Ibnu Hibban). “Sebaik
baik pertolongan adalah pertolongan yang dapat membantu kita semakin bertaqwa kepada Allah.” (HR. Ad-Daruqutni).
Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki keluarga, anak-anak yang shaleh, dan istri yang shalehah pula. Istri yang shalehah bagaikan kebun yang dapat mengikat pemiliknya, yaitu suami untuk tidak terjerumus pada hal-hal yang diharamkan Allah azza wajalla. Nabi Muhammad menyatakan, “sebaik
baik pertolongan untuk keutuhan beragama adalah istri yang shalehah” menyangkut keutamaan anak. Nabi Muhammad saw. bersabda, “jika anak Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Thabarani). Jika kita membuka kembali pendapat Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah bahwa untuk menggapai kebahagiaan itu mengharuskan adanya kondisi hati yang sehat (qalbun sailim), maka yang perlu kita lakukan adalah mengetahui karakteristik hati yang sehat dan cara mengobati hati yang sakit agar hati dapat kembali sehat.
Karakteristik hati yang sehat adalah sebagai berikut :
1. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun makanan yang paling bermanfaat untuk hati adalah makanan “iman”, sedangkan obat yang paling bermanfaat untuk hati adalah Al-Qur’an. 2. Selau berorientasi ke masa depan dan akhirat. Untuk sukses pada masa
14
depan, kita harus berjuang pada waktu sekarang. Orang yang mau berjuang pada waktu sekarang adalah pemilik masa depan, sedangkan yang tidak mau berjuang pada waktu sekarang menjadi pemilik masa lalu.
3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan, dan kenikmatan kecuali dengan ridha-Nya dan dekat dengan-Nya. Berzikir kepada Allah adalah makanan pokoknya, rindu kepada Allah adalah kehidupana dan kenikmatannya.
4. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berdzikir kepada Allah), tidak berhenti berkhidmat kepada Allah, dan tidak merasa senang dengan selain Allah swt.
5. Jika sesaat saja lupa kepada Allah segera segera ia sadar dan kembali mendekat dan berdzikir kepada-Nya.
6. Jika sudah masuk dalam shalat, maka hilanglah semua kebingungan dan kesibukan duniawinya dan segera ia keluar dari dunia sehingga ia mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan dan berlinanglah air matanya serta bersukalah hatinya.
7. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian kepada manusia lain dan hartanya.
8. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal semata.
Beberapa sebab yang dapat merusak hati manusia sehingga fungsi hati terganggu dan menjadi tidak normal atau sakit:
1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik.
2. At-Taman (berangan-angan)
3. Menggantungkan diri kepada selain Allah
4. Asy-Syab’u (terlalu kenyang)
5. Terlalu banyak tidur
6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna
7. Berlebihan dalam berbicara
Usman bin Hasan Al-Khaubawi mengutarakan bahwa indikator manusia yang bahagia itu adalah sumber rezekinya ada di negaranya; mempunyai
15
keluarga yang shaleh, yakni istri dan anak-anak yang membanggakan dan membahagiakan, serta berada dibawah penguasa adil yang tidak zhalim. Indikator berikutnya adalah rezekinya dapat membantu seseorang untuk mendekatkan diri kepada Allah; meskipun kaya, ia tidak berorientasi kepada dunia tetapi berorientasi terhadap kehidupan masa depan dan akhirat; semangat dalam beribadah; tidak banyak berbicara dalam hal-hal yang tidak berguna; menjaga kewajiban shalat; bersikap warak yakni hati-hati dalam memanfaatkan sumber kehidupan agar tidak terjerumus kepada yang syubhat apalagi yang haram; bergaul dengan orang-orang shaleh; bersikap tawadu dan tidak sombong; bersikap dermawan dan tidak sebaliknya yaitu pelit; bermanfaat untuk umat manusia yang lain; dan tidak pernah lupa terhadap kematian.
D. Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Perspektif Islam Para cendikiawan banyak memberikan kiat atau cara untuk meraih kebahagiaan. Di antara mereka ada yang menulis 10 kiat, ada juga yang belasan bahkan juga sampai seratus cara. Namun demikian dari sekian jumlah kiat-kiat tersebut semuanya dapat dirangkum menjadi 2 hal yaitu: 1. Iman
Menurut al-Qur’an kunci pertama dalam meraih kebahagiaan adalah apabila
seseorang beriman kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah dalam surah At-Tien:6 Artinya : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”.(surah al Tien: 6)
Ayat di atas pada dasarnya berbicara tentang kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling baik. Selanjutnya ditempatkan pada posisi yang hina sehingga menyebabkan dia menjadi sengsara.
Kesalahan manusia tersebut sesungguhnya akan terjaga mana kala tetap beriman kepada Allah yang kemudian akan melahirkan takwa, dan
16
dengan takwa itulah kemudian ia akan meraih kebahagian. Oleh karena itu, iman merupakan kunci utama yang dapat mengantarkan seseorang memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Kata falah atau muflihun di dalam al-qur’an yang juga diartikan sebagai kebahagiaan seringkali dihubungkan atau beriringan dengan kata iman (amanu). Dan di bawah ini dalam surat al
Mu’minun ayat 1-11 dijelaskan mengenai karakteristik orang-orang yang beruntung tersebut :
a. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
b. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam sembahyangnya, c. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
d. Dan orang-orang yang menunaikan zakat,
e. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
f. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. g. Barangsiapa mencari yang di balik itu, aka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
h. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
i. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
j. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
k. Yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya. (surat al-Mu’minun ayat 1-11)
Secara lebih detail Kang Jalal menjabarkan cara meraih kebahagiaan dalam hidup berdasarkan kajian ayat-ayat Al-Quran. Pertama, yakinlah di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Kita sering merasa bingung, frustasi dan sedih dikala ditimpa oleh suatu kondisi sulit dan payah, sehingga hidup terasa tidak menyenangkan dan penuh putus asa. Maka, agar hati kita tetap bahagia dan tenang yakinlah bahwa Allah tidak menurunkan kesulitan kecuali disertai kemudahan, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Insyirah, “.... Sungguh,
17
bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Bersama kesulitan benar-benar selalu ada kemudahan” .
Kedua, bersyukur, ridha dan tawakal atas segala musibah. Sebab mengeluh dan meratapi musibah akan menghidupkan gen-gen negatif yang mengintruksikan pada aksi-aksi negatif pula serta mempengaruhi kondisi tubuh. Sebaliknya, jika kita tertimpa musibah kemudian menata jiwa dan pikiran dengan syukur dan ridha maka akan mengihupkan gen-gen positif dalam tubuh, dan kebahagiaan pun dapat dirasakan. Allah berfirman dalam surat al-Tawbah, “Apa yang menimpa kami ini telah Allah gariskan. Dialah pelindung kami. Hanya Allah semata semestinya orang-orang mukmin itu bertawakal”.
Ketiga, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan. Sebab memaafkan justru memiliki manfaat yang besar yang kembali kepada diri kita sendiri, yaitu mengobati rasa sakit hati. Menurut Al-Quran, obat terbaik untuk menyembuhkan sakit hati adalah tak membalas sakit hati, menahan diri untuk kemudian memaafkan. Dengan memaafkan hidup kita akan selalu bahagia, sebab memaafkan tidak lahir kecuali dari hati yang bahagia. Allah berfirma dalam surat al-Nahl, “Balaslah perbuatan mereka setimpal dengan apa yang mereka perbuat kepadamu. Namun, jika kau lebih memilih menahan diri, itu lebih baik”
Keempat, menjahui buruk prasangka. Sebab secara psikologis buruk sangka akan menyebabkan berbagai penderitaan jiwa, yaitu marah, cemas, dan berbagai emosi negative lainnya. Allah berfirman dalam surat al- Fath: 12, “Setan telah menghias prasangka itu di hati kalian. Kalian telah berprasangka buruk. Maka, jadilah kalian kaum yang menderita”.
Kelima, menjahui kebiasaan marah-marah ketika menghadapi atau tertimpa sesuatu. Sebab marah atau emosi dapat berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan pikiran, dan dapat menjadikan stress. Selain itu, marah yang berkepanjangan akan menimbulkan kebencian dan melahirkan dendam. Dengan demikian hidup tak terasa bahagia dan akan menjadi penyakit. Allah berfirman dalam surat al-Kahfi: 6, “Sekiranya mereka tidak memercayai Al-
18
Quran, barangkali kau akan membunuh dirimu sendiri karena sedih, meratap, setelah mereka berpaling”.
Keenam, mengurangi keinginan yang bersifat duniawi dengan zuhuddan qona’ah. Karena terkadang banyak keinginan yang tidak realistis, sehingga menjadikan diri stress sebab tak semua keinginan dapat dicapai. Biasanya keinginan datang dari luar diri kita, maka buanglah keinginan-keinginan yang sebenarnya bukan keinginan anda. Tentukanlah keinginan anda sendiri dan kurangi keinginan anda. Sebab tidak ada cara yang paling mudah menghilangkan stress kecuali mengurangi keinginan untuk memiliki segala
galanya. Al-Quran dalam surat Thaha: 124 menggambarkan situasi stres dengan kalimat, “dadanya dijadikan sesak dan sempit, seperti orang yang terbang ke langit”.Dengan melakukan petunjuk-petunjuk Al-Quran di atas, menurut Rahmat dapat mengetahui bagaimana memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2. Amal Shaleh
Syarat kedua seseorang bisa memperoleh atau meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat adalah melakukan amal shaleh. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah surah al-Nahl: 97 yang berbunyi:
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.( surah al-Nahl: 97).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt menjanjikan kepada orang yang beramal shalih baik itu perempuan atau laki-laki dan ia beriman, untuk
19
memberikan kehidupan yang baik serta pahala yang lebih baik dari apa yang ia amalkan sebagai balasan. Ada beberapa pendapat dari ulama mengenai makna amal shalih dan hayatan thayyibatan, diantaranya sebagai berikut:Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud dengan amal shalih di sini adalah amal yang bermanfaat dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Sementara kehidupan yang baik (hayatan thayyibatan) sebagai ganjaran bagi mereka yang beramal shalih dapat berupa rizki yang halal dan berkah baik di dunia maupun di akhirat.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan hidup manusia adalah sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Kebahagiaan yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Untuk menggapai kebahagiaan termasuk mustahil tanpa landasan agama. Agama yang dimaksud adalah agama tauhidullah. Kebahagiaan hakiki itu adalah milik Allah, kita tidak dapat meraihnya kalau tidak diberikan Allah. Untuk meraih kebahagiaan itu, maka ikutilah cara-cara yang telah ditetapkan Allah dan agama-Nya. Jalan mencapai kebahagiaan selain yang telah digariskan Allah adalah kesesatan dan penyimpangan. Jalan sesat itu tidak dapat mengantar kita ke tujuan akhir yaitu kebahagiaan. Karena didalamnya ada unsur syirik. Dan syirik adalah landasan teologis yang sangat keliru dan tidak diampuni. Jika landasannya salah, maka bangunan yang ada diatasnya juga salah dan tidak mempunyai kekuatan alias rapuh. Oleh Karena itu, hindarilah kemusyrikan supaya pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat. Landasan itu akan kokoh dan kuat kalau berdiri diatas tauhidullah.
B. Saran
Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kedepannya akan lebih fokus dan lebih details lagi dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak tentunya. Sehingga kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah dikemudian hari.
21
DAFTAR PUSTAKA
Vita. (2018). Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan Dunia dan Keselamatan Akhirat. Kendari: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Halu Oleo.
Hamim, K. (2016). Kebahagiaan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Filsafat. Tasâmuh,13(2), 127-150
Mahfud, C., Amalia, R., Putra, D., dkk. (2020). Pengaruh Agama Terhadap Kebahagiaan Generasi Milenial di Indonesia dan Singapura. Jurnal Islam Nusantara, Vol 4(2).
Rohayati, W., Putri, R.A., Amaliya, Z. (2018). Peran Agama Sebagai Alat Utama Untuk Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat.
0 comments:
Posting Komentar