Minggu, 09 Juli 2023

  • Jurnal Karya 2023 "Makalah" #4

     Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 

    “KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT” Dosen Pengampu : Drs. Imam Suyanto, M.Pd. 

    Nama : Amanda Ayu Pramesti 

    NIM : K7122025 

    Nomor Absen : 14 

    Kelas : 2G 

    PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR  FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 

    TAHUN 2023

    Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam 

    “KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT” Dosen Pengampu : Drs. Imam Suyanto, M.Pd. 

    Nama : Amanda Ayu Pramesti 

    NIM : K7122025 

    Nomor Absen : 14 

    Kelas : 2G 

    PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR  FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 

    TAHUN 2023

    KATA PENGANTAR 

    Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya  sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya  mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi  dengan memberikan dukungan semangat sehingga makalah ini bisa selesai dengan  tepat waktu.  

    Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan  dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah  ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.  

    Bagi saya sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam  penulisan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu  saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi  kesempurnaan makalah ini. 

    Kebumen, 4 April 2023 

    Penulis

    ii 

    DAFTAR ISI 

    KATA PENGANTAR .........................................................................................ii DAFTAR ISI ......................................................................................................iii BAB I..................................................................................................................1 PENDAHULUAN ...............................................................................................1 

    A. Latar Belakang ..........................................................................................1 B. Rumusan Masalah .....................................................................................5 C. Tujuan.......................................................................................................5 

    BAB II.................................................................................................................6 PEMBAHASAN..................................................................................................6 A. Makna Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Menurut Kajian Islam .................6 B. Agama Dapat Menjamin Kebahagiaan.......................................................8 C. Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan....... 12 D. Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Perspektif Islam............................... 15 BAB III.............................................................................................................. 20 PENUTUP......................................................................................................... 20 A. Kesimpulan ............................................................................................. 20 B. Saran....................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

    iii 

    BAB I 

    PENDAHULUAN 

    A. Latar Belakang 

    Apabila dilihat dari beberapa sudut pandang, kebahagiaan masih belum  mengenal kata final, karena kebahagiaan sangat bervariasi dan berbeda  antara satu sama lain. Istilah bahagia atau kebahagiaan merupakan suatu  yang sangat diharapkan oleh semua manusia karena merupakan tujuan  hidupnya. Bagi para filosuf Barat khususnya para filosuf zaman klasik  seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Epikuros berpandangan bahwa  kebahagiaan merupakan suatu tingkat pencapaian tertinggi seseorang.  Semua ilmu yang dikembangkan oleh para Filosuf pada akhirnya  bertujuan untuk mencapai kebahagiaan jiwa (eudaimonia). Kebahagian  dapat dicapai dengan perbuatan yang baik, hati yang tenang, dan tubuh  yang sehat.  

    Dalam al-Qur’an, kata bahagia merupakan terjemahan dari kata Sa’id,  sementara kata sengsara yang merupakan lawan kata dari bahagia adalah  terjemahan dari Saqiy. Selain kata Sa’id, kata Falah, Najat, dan Najah  juga digunakan Al-Qur’an dalam makna bahagia. Menurut Al-Qur’an,  paling tidak ada enam cara untuk memperoleh kebahagiaan hidup yaitu 

    : menanamkan keyakinan bahwa dibalik kesulitan pasti ada kemudahan,  bersyukur atas nikmat yang diberikan, ridha, sabar, dan tawakkal atas  segala musibah, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan, menjahui  buruk sangka, menjauhi kebiasaan marah-marah ketika menghadapi atau  tertimpa sesuatu, mengurangi keinginan yang bersifat duniawi dengan  zuhud dan qona’ah. 

    Al-quran menyebut fenomena bahagia tersebut sebagai kenikmatan  dunia yang sedikit (mataa‘un qaliil) atau bahagia yang semu (sementara),  bukan kenikmatan hakiki yang abadi. Tentang kenikmatan duniawi, Allah  Swt. befirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan

    pada hal-hal yang diingini (nafsu), yaitu wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran [3]: 14). 

    Kecintaan pada materi dunaiwi kerap kali membuat kita buta tentang  makna kebahagiaan sejati. Kita pun mudah terpesona dan terpukau oleh  keindahan dunia dan gemerlapnya, sehingga melupakan tujuan hidup yang  sebenarnya, yaitu meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena sibuk  mengurus harta, tahta, dan lawan jenis, kita lupa untuk berbagi senyum  kepada saudara kita sesama muslim, lalu dalam hati kita tumbuh sifat-sifat  iri, dengki, ria, hasud, bakhil, bangga diri, hingga sombong. Padahal, sifat 

    sifat ini pertanda hati kita sakit, sedangkan orang yang hatinya sakit niscaya  tidak bahagia hidupnya. 

    Jika merujuk Al-Qur’an, kata-kata “bahagia”dapat ditemukan di  berbagai surat, yakni al-Baqarah [2]:5, Ali Imran [3]:104, at-Taubah [9]:88,  al-Qashash [28]:67, Thaha [20]:64, al-Mukminun [23]:1, al-A’la [87]:14  dan asy-Syam [91]:9 (Nizham, 2008: 204). Ayat-ayat tersebut memberikan  makna kebahagiaan. Hal ini dapat dilihat dalam salah satu ayat dalam surat  al-Baqarah: 5 Allah swt. berfirman:  

    Artinya: mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan  mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. 

    Al-muflihun bermakna orang-orang yang mendapat apa-apa yang  dimohonkannya kepada Allah sesudah mengusahakannya. Petani, di dalam  bahasa Arab juga dikatakan sebagai fallah karena bekerja membelah tanah.  Sedang para muflih berarti orang yang berhasil mencapai tujuan setelah  melalui upaya dan mencurahkan kemampuan di dalam mencapainya (al 

    Maraghi, 1992: 68). Maksudnya, seseorang merasa bahagia ketika setelah  bekerja keras mencapai sesuatu dan mendapatkan apa diinginkannya.

    Jika dilihat dari makna dasar dari kebahagiaan dan akhir kehidupan  maka istilah yang tepat untuk menggambarkan kebahagiaan adalah  aflaha.Di empat ayat al-Qur’an (QS 20:64, QS 23:1, QS 87:14, QS 91:9)  kata itu selalu didahului kata penegasan qad (yang memiliki arti sungguh)  sehingga berbunyi qad aflaha atau sungguh telah berbahagia (Tarigan, 2012:  74). 

    Kata turunan selanjutnya dari aflaha yang terdapat dalam al-Qur’an  adalah tuflihna (disebut sebelas kali dalam al-Qur’an dan selalu berujung  dengan kata la‟allakum tuflihuna). Pesan ini memberikan pelajaran bahwa  semua perintah Tuhan dimaksudkan agar kita hidup bahagia(Tarigan, 2012:  75). Walaupun derivasi dari kata falah ditemukan di 40 tempat di dalam al 

    Qur’an namun ada satu ayat yang terdapat dalam al-Quran yang tidak  menggunakan derivasi kata falah yang menyampaikan pesan bahwa  kebahagiaan menurut Islam tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat.  Sebagaimana terdapat pada surat Al-Baqarah : 201: 

    Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan  Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan  peliharalah Kami dari siksa neraka". 

    Kata al-falah memiliki banyak makna, yakni kemakmuran,  keberhasilan, atau pencapaian apa yang kita inginkan atau apa yang  diperoleh dapat memberikan kebahagiaan, ketentraman, kenyamanan yang  terus menerus, atau kehidupan yang penuh berkah yang  berkelanjutan(Tarigan, 2012: 74). Banyaknya penjelasan tentang makna  kebahagiaan baik secara filsafat maupun para pemikir lainnya, maka kita  perlu melihat konsep kebahagiaan yang disampaikan al-Qur’an. Pada surat  Ali Imran: 130 Allah swt. berfirman:

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan  Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya  kamu mendapat keberuntungan. 

    Ayat yang lebih lengkap menggambarkan kebahagiaan (falah) terdapat  dalam surah Al-Mu’minun: 1-9 berikut: 

    Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang  

    beriman,(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sholatnya,dan orang orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada  berguna,dan orang-orang yang menunaikan zakat,dan orang-orang yang  menjaga kemaluannya,kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak  yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada  terceIa.Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang orang yang melampaui batas.dan orang-orang yang memelihara amanat amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.dan orang-orang yang memelihara  sholatnya. 

    Dari ayat di atas dapat dipahami orang yang bahagia adalah orang  beriman, yang khusu’ dalam shalatnya, menjauhkan diri dari perbuatan yang 

    tidak bermanfaat dan perkataan yang tidak berguna, orang yang menunaikan  zakat, orang menjaga menghindari perbuatan zina, orang yang menjaga  amanah dan menjaga shalatnya. 

    B. Rumusan Masalah 

    1. Apakah makna kebahagiaan dunia dan akhirat menurut islam? 2. Bagaimana agama menjamin kebahagiaan umat manusia? 3. Bagaimana karakteristik agama sebagai jalan Tuhan menuju kebahagian  dunia akhirat? 

    4. Bagaimana cara meraih kebahagiaan menurut perspektif Islam? 

    C. Tujuan 

    1. Untuk menganalisis bagaimana makna kebahagiaan dunia dan akhirat  menurut islam. 

    2. Untuk menganalisis bagaimana agama dapat menjamin kebhagiaan umat  manusia di dunia. 

    3. Untuk menganalisis karakteritik agama sebagai jalan Tuhan menuju  kebahagiaan. 

    4. Untuk menganalisis cara meraih kebahagiaan menurut perspektif Islam.

    BAB II 

    PEMBAHASAN 

    A. Makna Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Menurut Kajian Islam Berbicara tentang arti kebahagiaan sejati atau kebahagiaan hakiki,  islam mempunayi pandangan mengenai pengertian atau arti dari  kebahagiaan sejati berdasarkan dalil dari firman Allah SWT, dalam  Kitabullah Al-Qur’an dan juga dalil hadits Nabi Muhammad SAW.  Kebahagiaan sejati seseorang tidak bisa diukur dengan banyaknya harta atau  kekayaan,status, atau pangkat sosial dalam kemasyarakatan dan atau semua  kemewahan yang dimiliki seseorang. 

    Kebahagiaan yang sesungguhnya atau sejati terletak pada  ketenangan hati seseorang. Sudah banyak orang yang kaya raya dengan  harta kekayaan mereka, namun kekayaan yang mereka miliki tidak bisa  menjadikan hati mereka menjadi tenang, akan tetapi sebaliknya justru harta 

    kekayaan yang mereka kumpulkan membuat mereka lalai, lupa dan sibuk  untuk senantiasa mengejar kekurangan. Hal ini karena beberapa harta benda  dan kekayaan yang mereka miliki masih saja mereka anggap kurang.Hal ini  sudah dijelaskan oleh Allah swt. dalam firman-Nya yang berbunyi : 

    Artinya : “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu  masuk kedalam kubur”(QS. At-Takasur: 1-2). 

    Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati atau ketenagan  jiwa yang merupakananugerah dari Allah swt. yang sangat berharga. Setiap  orang pasti mengingikannya, namun hanyasedikit sekali orang yang  mendapatkannya. Hal ini karena banyak manusia yang 

    melupakan penciptanya,melupakan dzat pemberi kebhagiaan dan  melupakan tentang dzat sang pencipta ketenangan di dalam jiwa atau hati  yang sebenarnya, Allah SWT telah menjelaskan dalam firman-Nya :

    Artinya : “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang  telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah  Maha Mengetahui, Mahabijaksana”(QS. Al-Fath: 4). 

    Dari penjelasan firman Allah SWT, dapat disimpulkan bahwa  seseorang yang menginginkan kebahagiaan, ingin mempunyai hati dan jiwa  yang tenang, tetapi lupa kepada sang penciptanya, maka semua  keinginannya tersebut hanyalah sia-sia belaka.Oleh sebab itu, untuk  mencari dan kemudian mendapatkan kebahagiaan sejati adalah dengan cara:  1. Selalu mengingat Allah swt. sebagaimana dalam penjelasan firman  

    Allah SWT tersebut bahwa Allah-lah dzat yang memberi,menciptakan  dan menentukan kebahagiaan pada hamba-Nya.  

    2. Berusahalah selalu untuk memperoleh ketenangan dalam jiwa dan hati dengan bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa. Allah berfirman :  

    ِي َن َوال ِ صِد يِقي َنِ يِهْم ِم َن النهبْيهَّللاُ َعلََْنعَمَِذي َن أهولَئِ َك َم َع الُهَّللاَ َوال هرسُو َل فَأَِو َم ْن يُ ِطع ِا هَّللِ َعِلي ًماَو َكفَى بفَ ْض ُل ِم َن هَّللاِِْل َك الولَئِ َك َرفِيًقا ذََُوال ُّش َهدَا ِء َوال هصاِل ِحي َن َو َحسُ َن أ Artinya : Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya),  mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi  nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang  mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka itulah teman yang sebaik baiknya.yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup  mengetahui.”.(QS. An-Nisa: 69-70) 

    Itulah janji-janji Allah kepada hamba-Nya yang terpilih, maka  mereka akan mendapatkan anugerah dan kebahagiaan sejati. Bagi orang orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, janji tersebut bukanlah 

    diperuntukkan bagi orang-orang yang durhaka kepada Allah SWT. Perlu  diingatkan kembali bahwannya kemewahan,kedudukan,jabatan,dan segala  kemegahan yang ada di dunia ini hanyalah semu belaka dan tidak akan ada  yang abadi dan pasti akan musnah dan rusak.Hidup di dunia ini hanyalah  tempat lintasan belaka yang merupakan sarana dalam mencari bekal untuk  menempuh perjalanan menuju akhirat. Dan sebai-baik bekal itu adalah  bekal taqwa dan iman taat kepada Allah SWT. 

    B. Agama Dapat Menjamin Kebahagiaan 

    Kunci beragama berada pada fitrah manusia. Fitrah itu sesuatu yang  melekat dalam diri manusia dan telah menjadi karakter (tabiat) manusia.  Kata “fitrah” secara kebahasaan memang asal maknanya adalah “suci”.  Yang dimaksud dengan suci adalah suci dari dosa dan suci secara genetis.  Meminjam term Prof. Udin Winataputra, fitrah adalah lahir dengan  membawa iman. Berbeda dengan konsep teologi islam, teologi tertentu  berpendapat sebaliknya yaitu bahwa setiap manusia lahir telah membawa  dosa yakni dosa warisan. Di dunia, menurut teologi ini, manusia dibebani  tugas yaitu harus membebaskan diri dari dosa itu. Adapun dalam teologi  islam, seperti telah dijelaskan bahwa setiap manusia lahir dalam kesucian  yakni suci dari dosa dan telah beragama yakni agama islam. Tugas manusia  adalah berupaya agar kesucian dan keimanan terus terjaga dalam hatinya  hingga kembali kepada Allah. 

    Kebahagian adalah sebuah pohon yang airnya, makanannya, udaranya, dan cahayanya adalah keimanan kepada Allah dan akhirat.Oleh karenanya agama diperlukan sebagai tuntunan agar kita dapat lebih dekat kepada Tuhan dan sebagai bimbingan kita untuk keluar dari kegelapan  

    dunia. Kebahagiaan itu tidak ada dalam garis keturunan, harta benda, dan  emas berlian. Tapi kebahagiaan itu terdapat dalam agama, ilmu, sopan  santun, dan tujuan yang kesampaian. 

    Bahagia merupakan suatu kebutuhan, karena bahagia itu dibutuhkan  maka manusia akan mencari bahagia itu dengan sungguh-sunggguh untuk

    merasakan nilai kebahagiaan di dalam hidupnya. Dalam kesungguh sungguhannya untuk meraih kebahagiaan, manusia akan terjebak di dalam  pilihan-pilihan yang ekstrim di dalam pekerjaannya, karena pandangan seseorang dalam mendefinisikan bahagia tentunya berbeda-beda  bergantung bagaimana pendapat masing-masing individu. Ada orang yang  melihat bahagia secara empiris, artinya bahagia dirasakan seseorang hanya  semata-mata dilihat dari sisi kehidupan nyata berdasar fakta fisik, materi  dan kekayaan yang dimiliki seseorang. Banyak orang yang tidak mampu 

    melihat indahnya kehidupan ini dan hanya terfokus pada harta benda. Untuk memperoleh kebahagiaan, manusia melakukan apapun yang  memungkinkan untuk itu, karena kebahagiaan adalah cita-cita tertinggi  manusia. Kebahagiaan itu ada dalam pengorbanan dan pengingkaran  terhadap (keinginan) diri sendiri. Juga, di dalam usaha mengeluarkan semua  upaya dan mencegah semua bahaya.19 Jadi untuk mencapai suatu kebahagiaan perlu adanya tahapan atau proses berupa usaha. Kebahagiaan  tidak datang secara tiba-tiba, kebanyakan mereka memperolehnya setelah  adanya penderitaan. Mereka mengubah kondisi penderitaan yang  dialaminya dengan penghayatan terhadap kenyataan hidup yang tidak bermakna, sehingga mereka mampu menemukan hikmah dari penderitaan. Setiap melihat kesulitan, mereka menjadikannya sebagai pemacu diri untuk  mengalahkan kesulitan tersebut. Berbeda dengan manusia yang selalu risau, setiap kali menjumpai kesulitan maka ia akan meninggalkannya dan melihatnya sebagaisesuatu yang memberatkan dirinya. 

    Definisi Agama Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama  adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan  kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan  dengan pergaulan antar manusia dan manusia dengan lingkungannya. 

    Agama (Ad-din) diartikan secara bahasa sebagai agama. Adapun arti sesungguhnya adalah menyembah, menundukkan diri atau memuja. Tujuan Agama Agama adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing manusiayang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan 

    10 

    hidup di dunia dan akhirat. Selain itu, agama juga mengajarkan para  penganutnya untuk mengatur hidupnya agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat yang ada disekitarnya. 

    Peran agama dalam meraih sumber kebahagiaan sejati adalah ketenanganhati atau ketenangan jiwa yang merupakan suatu anugrah dari  Allah SWT yang sangat berharga. Setiap orang pasti menginginkannya,  namun hanya sedikit sekali orang yang mendapatkannya. Allah telah  menjelaskan dalam firman-Nya dalam surah AlFath/48:4, 

    Artinya :“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati  

    orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping  keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit  dan bumi dan adalah Allah MahaMengetahui lagi Maha Bijaksana.” 

    Diantara kenikmatan terbesar adalah kegembiraan, ketentraman, dan  ketenangan hati. Sebab, dalam kegembiraan hati itu terdapat keteguhan  berpikir, produktivitas yang bagus, dan keriangan jiwa.Ketenangan didapatkan dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.  Dalam firman-Nya pada surah Ar-Ra’d/13:28, 

    Artinya :“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi 

    tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” 

    Adapun modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau kemampuandiri dalam menanggung beban kehidupan, tidak mudah tergoyahkan, tidak mudah menyerah dan senantiasa bersabar dan bersyukur. Keimanan adalah rahasia di balikkerelaan, ketenangan, dan rasa aman.  

    Sebaliknya, kebingungan dan kesengsaran selalu mengiringi kekufuran dan 

    11 

    keraguan. 

    Seseorang dikatakan mencapai kebahagiaan jikalau tercapai empat  perkara yaitu, i’tikad yang bersih, yakin, iman, dan Agama.25 Jadi agama  benar-benar dapat membantu orang dalam mengendalikan dirinya dan membimbingnya dalam segala tindakan. Begitu pula kesehatan jiwa dapat dipulihkan dengan cepat apabila keyakinan kepada Allah (iman) dan ajarannya dilaksanakan. 

    Islam sebenarnya tidak melarang mencari kesenangan duniawi  mengangkatnya menjadi khalifah untuk kebahagiaan hidup manusia dan  sekaligus sebagai hamba Tuhan. Namun, Islam memperingatkan terhadap  kesenangan duniawi tidak menghalangi manusia untuk beribadah dan berbuat kepada Allah bagi manusia dan alam. Jadi bagaimanapun juga 

    Namun, kebahagiaan hanya bisa dirasakan melalui serabut hati Kebutuhan fisik juga harus terpenuhi, termasuk kesehatan fisik membuka pikiran, melatih pikiran juga dapat mengarahpada kemurnian jiwa Karena jiwa yang sehat adalah awal dari kebahagiaan. 

    Pada dasarnya kekayaan, keamanan, kesehatan, dan agama adalah pilar kebahagiaan. Logikanya saat orang tidak punya apa-apa, yang dilanda ketakutan, kekawatiran, orang yang sakit dan tidak memiliki agama, semua itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan. Mereka semua berada dalam kesengsaraan. Namun perludiingat Islam mengajarkan kepada umatnya agar  tidak hidup menganggur berpangku tangan menunggu datangnya  

    kenikmatan. Namun juga melarang umatnya yang hanya semata-mata bekerja mengejar dunia sampai berlebihan tidak tahu waktu hingga melupakan akhiratnya. Jalan yang terbaik yang ditempuh Islam adalah hidup penuhkeseimbanganantara dunia dan akhirat, disatu sisi lain manusia mengerjakan untukakhiratnya karena pada akhirnya ia akan mati. 

    Jadi dapat disimpulkan, puncak dari segala kebahagiaan adalah kebahagiaan akhirat. Kebahagiaan akhirat merupakan titik kebahagiaan terakhir yakni ketika kehidupanmanusia di dunia berganti dengan kehidupan akhirat. Dalam menjalankan kehidupan disana yang menjadi parameternya

    12 

    bukan harta kekayaan, pangkat dan jabatan yangtinggi,ataupun ketenangan,  tetapi keseluruhan amal yang mendatangkan keridhaan Allah SWT. 

    C. Karakteristik Agama sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan Kebahagiaan dalam islam adalah kebahagiaan autentik artinya lahir dan  tumbuh dari nilai-nilai hakiki islam dan mewujud dalam diri seseorang hamba  yang mampu menunjukan sikap tobat (melakukan introspeksi dan koreksi diri)  untuk selalu berpegang pada nilai-nilai dan kebenaran ilahiah, mensyukuri  karunia Allah berupa nikmat iman, islam, dan kehidupan. Berikut pendapat dari  beberapa ahli mengenai makna kebahagiaan: 

    a. Pendapat Al-Alusi 

    Menurut Al-Hulusi bahagia adalah perasaan senang dan gembira karena  bisa mencapai keinginan atau cita-cita yang dituju dan diimpikan. Pendapat lain  menyatakan bahwa kebahagia adalah tetap dalam kebaikan atau masuk kedalam  kesenangan dan kesuksesan.  

    b. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah  

    Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah berpendapat bahwa kebahagiaan itu adalah  perasaan senang dan tenteram karena hati sehat dan berfungsi dengan baik.  Sebab, hati yang sehat dan berfungsi dengan baik bisa berhubungan dengan  Tuhan sebagai pemilik kebahagiaan. Yaitu pemilik kebahagiaan, kekayaan,  kesuksesan, kemuliaan, ilmu dan hikmah.  

    c. Imam Al-Ghazali 

    Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa bahagia terbagi dua yaitu:  1. Kebahagiaan hakiki. 

    Bahagia hakiki adalah kebahagiaan ukhrawi, kebahagaiaan ukhrawi akan  diperoleh dengan modal iman, ilmu dan amal. Kebahagiaan ukhrawi adalah  kebahagiaan rohani dan abadi.  

    2. Kebahagiaan majasi. 

    Kebahagiaan majasi adalah kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan duniawi bisa  didapat oleh orang yang beriman dan bisa didapat oleh orang yang tidak  beriman. Ibnu Athaillah mengatakan “Allah memberikan harta kepada orang 

    13 

    yang dicintai Allah dan kepada orang yang tidak dicintai Allah, tetapi Allah  tidak akan memberikan iman kecuali kepada orang yang dicintainya”.  Kebahagiaan duniawi adalah kebahagiaan yang fana tidak abadi. Kebahagiaan  duniawi ada yang melekat pada dirinya dan ada yang melekat pada manfaatnya.  Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki harta, kedudukan terhormat,  dan keluarga yang mulia.  

    Orang yang ingin menggapai kesempurnaan hidup, tetapi tidak memiliki  harta bagaikan orang yang mau pergi berperang tanpa membawa senjata, atau  seperti orang mau menangkap ikan tanpa pancing atau jaring. Itulah sebabnya,  Nabi Muhammad saw. bersabda, “Harta yang terbaik adalah harta yang ada  pada seorang laki-laki yang baik pula (shaleh)”. (HR. Ibnu Hibban). “Sebaik 

    baik pertolongan adalah pertolongan yang dapat membantu kita semakin  bertaqwa kepada Allah.” (HR. Ad-Daruqutni). 

    Diantara kebahagiaan duniawi adalah memiliki keluarga, anak-anak yang  shaleh, dan istri yang shalehah pula. Istri yang shalehah bagaikan kebun yang  dapat mengikat pemiliknya, yaitu suami untuk tidak terjerumus pada hal-hal  yang diharamkan Allah azza wajalla. Nabi Muhammad menyatakan, “sebaik 

    baik pertolongan untuk keutuhan beragama adalah istri yang shalehah”  menyangkut keutamaan anak. Nabi Muhammad saw. bersabda, “jika anak  Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara;  sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang  tuanya.” (HR. Thabarani). Jika kita membuka kembali pendapat Ibnul Qoyyim  Al-Jauziyyah bahwa untuk menggapai kebahagiaan itu mengharuskan adanya  kondisi hati yang sehat (qalbun sailim), maka yang perlu kita lakukan adalah  mengetahui karakteristik hati yang sehat dan cara mengobati hati yang sakit  agar hati dapat kembali sehat. 

    Karakteristik hati yang sehat adalah sebagai berikut : 

    1. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun  makanan yang paling bermanfaat untuk hati adalah makanan “iman”,  sedangkan obat yang paling bermanfaat untuk hati adalah Al-Qur’an.  2. Selau berorientasi ke masa depan dan akhirat. Untuk sukses pada masa 

    14 

    depan, kita harus berjuang pada waktu sekarang. Orang yang mau berjuang  pada waktu sekarang adalah pemilik masa depan, sedangkan yang tidak mau  berjuang pada waktu sekarang menjadi pemilik masa lalu.  

    3. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah. Tidak ada  kehidupan, kebahagiaan, dan kenikmatan kecuali dengan ridha-Nya dan  dekat dengan-Nya. Berzikir kepada Allah adalah makanan pokoknya, rindu  kepada Allah adalah kehidupana dan kenikmatannya.  

    4. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berdzikir kepada Allah), tidak  berhenti berkhidmat kepada Allah, dan tidak merasa senang dengan selain  Allah swt.  

    5. Jika sesaat saja lupa kepada Allah segera segera ia sadar dan kembali  mendekat dan berdzikir kepada-Nya.  

    6. Jika sudah masuk dalam shalat, maka hilanglah semua kebingungan dan  kesibukan duniawinya dan segera ia keluar dari dunia sehingga ia  mendapatkan ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan dan berlinanglah  air matanya serta bersukalah hatinya.  

    7. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian  kepada manusia lain dan hartanya.  

    8. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal  semata. 

    Beberapa sebab yang dapat merusak hati manusia sehingga fungsi hati  terganggu dan menjadi tidak normal atau sakit: 

    1. Banyak bergaul dengan orang-orang yang tidak baik.  

    2. At-Taman (berangan-angan) 

    3. Menggantungkan diri kepada selain Allah  

    4. Asy-Syab’u (terlalu kenyang) 

    5. Terlalu banyak tidur 

    6. Berlebihan melihat hal-hal yang tidak berguna 

    7. Berlebihan dalam berbicara  

    Usman bin Hasan Al-Khaubawi mengutarakan bahwa indikator manusia  yang bahagia itu adalah sumber rezekinya ada di negaranya; mempunyai 

    15 

    keluarga yang shaleh, yakni istri dan anak-anak yang membanggakan dan  membahagiakan, serta berada dibawah penguasa adil yang tidak zhalim.  Indikator berikutnya adalah rezekinya dapat membantu seseorang untuk  mendekatkan diri kepada Allah; meskipun kaya, ia tidak berorientasi kepada  dunia tetapi berorientasi terhadap kehidupan masa depan dan akhirat; semangat  dalam beribadah; tidak banyak berbicara dalam hal-hal yang tidak berguna;  menjaga kewajiban shalat; bersikap warak yakni hati-hati dalam memanfaatkan  sumber kehidupan agar tidak terjerumus kepada yang syubhat apalagi yang  haram; bergaul dengan orang-orang shaleh; bersikap tawadu dan tidak  sombong; bersikap dermawan dan tidak sebaliknya yaitu pelit; bermanfaat  untuk umat manusia yang lain; dan tidak pernah lupa terhadap kematian. 

    D. Cara Meraih Kebahagiaan Menurut Perspektif Islam Para cendikiawan banyak memberikan kiat atau cara untuk meraih  kebahagiaan. Di antara mereka ada yang menulis 10 kiat, ada juga yang  belasan bahkan juga sampai seratus cara. Namun demikian dari sekian jumlah  kiat-kiat tersebut semuanya dapat dirangkum menjadi 2 hal yaitu: 1. Iman  

    Menurut al-Qur’an kunci pertama dalam meraih kebahagiaan adalah apabila  

    seseorang beriman kepada Allah swt. Sebagaimana firman Allah dalam  surah At-Tien:6 Artinya : “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal  saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”.(surah al Tien: 6) 

    Ayat di atas pada dasarnya berbicara tentang kedudukan manusia  sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling baik. Selanjutnya ditempatkan pada  posisi yang hina sehingga menyebabkan dia menjadi sengsara. 

    Kesalahan manusia tersebut sesungguhnya akan terjaga mana kala  tetap beriman kepada Allah yang kemudian akan melahirkan takwa, dan 

    16 

    dengan takwa itulah kemudian ia akan meraih kebahagian. Oleh karena itu,  iman merupakan kunci utama yang dapat mengantarkan seseorang  memperoleh kebahagiaan yang hakiki. Kata falah atau muflihun di dalam  al-qur’an yang juga diartikan sebagai kebahagiaan seringkali dihubungkan  atau beriringan dengan kata iman (amanu). Dan di bawah ini dalam surat al 

    Mu’minun ayat 1-11 dijelaskan mengenai karakteristik orang-orang yang  beruntung tersebut : 

    a. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, 

    b. (yaitu) orang-orang yang khusyu dalam sembahyangnya, c. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan  dan perkataan) yang tiada berguna, 

    d. Dan orang-orang yang menunaikan zakat, 

    e. Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 

    f. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka  miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. g. Barangsiapa mencari yang di balik itu, aka mereka itulah  orang-orang yang melampaui batas. 

    h. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang  dipikulnya) dan janjinya. 

    i. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. 

    j. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, 

    k. Yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.  (surat al-Mu’minun ayat 1-11) 

    Secara lebih detail Kang Jalal menjabarkan cara meraih kebahagiaan  dalam hidup berdasarkan kajian ayat-ayat Al-Quran. Pertama, yakinlah di balik  kesulitan pasti ada kemudahan. Kita sering merasa bingung, frustasi dan sedih  dikala ditimpa oleh suatu kondisi sulit dan payah, sehingga hidup terasa  tidak menyenangkan dan penuh putus asa. Maka, agar hati kita tetap bahagia dan  tenang yakinlah bahwa Allah tidak menurunkan kesulitan kecuali disertai  kemudahan, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Insyirah, “.... Sungguh, 

    17 

    bersama kesulitan selalu ada kemudahan. Bersama kesulitan benar-benar selalu  ada kemudahan” . 

    Kedua, bersyukur, ridha dan tawakal atas segala musibah. Sebab  mengeluh dan meratapi musibah akan menghidupkan gen-gen negatif yang  mengintruksikan pada aksi-aksi negatif pula serta mempengaruhi kondisi tubuh.  Sebaliknya, jika kita tertimpa musibah kemudian menata jiwa dan pikiran  dengan syukur dan ridha maka akan mengihupkan gen-gen positif dalam tubuh,  dan kebahagiaan pun dapat dirasakan. Allah berfirman dalam surat al-Tawbah,  “Apa yang menimpa kami ini telah Allah gariskan. Dialah pelindung kami.  Hanya Allah semata semestinya orang-orang mukmin itu bertawakal”. 

    Ketiga, memaafkan orang lain jika melakukan kesalahan. Sebab  memaafkan justru memiliki manfaat yang besar yang kembali kepada diri  kita sendiri, yaitu mengobati rasa sakit hati. Menurut Al-Quran, obat terbaik  untuk menyembuhkan sakit hati adalah tak membalas sakit hati, menahan diri  untuk kemudian memaafkan. Dengan memaafkan hidup kita akan selalu  bahagia, sebab memaafkan tidak lahir kecuali dari hati yang bahagia. Allah  berfirma dalam surat al-Nahl, “Balaslah perbuatan mereka setimpal dengan apa  yang mereka perbuat kepadamu. Namun, jika kau lebih memilih menahan diri,  itu lebih baik”  

    Keempat, menjahui buruk prasangka. Sebab secara psikologis buruk  sangka akan menyebabkan berbagai penderitaan jiwa, yaitu marah, cemas,  dan berbagai emosi negative lainnya. Allah berfirman dalam surat al- Fath: 12,  “Setan telah menghias prasangka itu di hati kalian. Kalian telah berprasangka  buruk. Maka, jadilah kalian kaum yang menderita”. 

    Kelima, menjahui kebiasaan marah-marah ketika menghadapi atau  tertimpa sesuatu. Sebab marah atau emosi dapat berpengaruh terhadap kesehatan  fisik dan pikiran, dan dapat menjadikan stress. Selain itu, marah yang  berkepanjangan akan menimbulkan kebencian dan melahirkan dendam.  Dengan demikian hidup tak terasa bahagia dan akan menjadi penyakit. Allah  berfirman dalam surat al-Kahfi: 6, “Sekiranya mereka tidak memercayai Al-

    18 

    Quran, barangkali kau akan membunuh dirimu sendiri karena sedih, meratap,  setelah mereka berpaling”. 

    Keenam, mengurangi keinginan yang bersifat duniawi dengan zuhuddan  qona’ah. Karena terkadang banyak keinginan yang tidak realistis, sehingga  menjadikan diri stress sebab tak semua keinginan dapat dicapai. Biasanya  keinginan datang dari luar diri kita, maka buanglah keinginan-keinginan yang  sebenarnya bukan keinginan anda. Tentukanlah keinginan anda sendiri dan  kurangi keinginan anda. Sebab tidak ada cara yang paling mudah  menghilangkan stress kecuali mengurangi keinginan untuk memiliki segala 

    galanya. Al-Quran dalam surat Thaha: 124 menggambarkan situasi stres  dengan kalimat, “dadanya dijadikan sesak dan sempit, seperti orang yang  terbang ke langit”.Dengan melakukan petunjuk-petunjuk Al-Quran di atas,  menurut Rahmat dapat mengetahui bagaimana memperoleh kebahagiaan hidup  di dunia dan akhirat. 

    2. Amal Shaleh 

    Syarat kedua seseorang bisa memperoleh atau meraih kebahagiaan di dunia dan  di akhirat adalah melakukan amal shaleh. Sebagaimana dijelaskan dalam  firman Allah surah al-Nahl: 97 yang berbunyi: 

    Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki  maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami  berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri  Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah  mereka kerjakan”.( surah al-Nahl: 97). 

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt menjanjikan kepada orang  yang beramal shalih baik itu perempuan atau laki-laki dan ia beriman, untuk 

    19 

    memberikan kehidupan yang baik serta pahala yang lebih baik dari apa  yang ia amalkan sebagai balasan. Ada beberapa pendapat dari ulama  mengenai makna amal shalih dan hayatan thayyibatan, diantaranya sebagai  berikut:Menurut Ibnu Katsir yang dimaksud dengan amal shalih di sini adalah  amal yang bermanfaat dan sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Sementara kehidupan yang baik (hayatan thayyibatan) sebagai ganjaran bagi  mereka yang beramal shalih dapat berupa rizki yang halal dan berkah baik  di dunia maupun di akhirat.

    20 

    BAB III 

    PENUTUP 

    A. Kesimpulan 

    Tujuan hidup manusia adalah sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.  Dengan kata lain, dapat disebutkan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.  Kebahagiaan yang diimpikan adalah kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Untuk  menggapai kebahagiaan termasuk mustahil tanpa landasan agama. Agama  yang dimaksud adalah agama tauhidullah. Kebahagiaan hakiki itu adalah milik  Allah, kita tidak dapat meraihnya kalau tidak diberikan Allah. Untuk meraih  kebahagiaan itu, maka ikutilah cara-cara yang telah ditetapkan Allah dan  agama-Nya. Jalan mencapai kebahagiaan selain yang telah digariskan Allah  adalah kesesatan dan penyimpangan. Jalan sesat itu tidak dapat mengantar kita  ke tujuan akhir yaitu kebahagiaan. Karena didalamnya ada unsur syirik. Dan  syirik adalah landasan teologis yang sangat keliru dan tidak diampuni. Jika  landasannya salah, maka bangunan yang ada diatasnya juga salah dan tidak  mempunyai kekuatan alias rapuh. Oleh Karena itu, hindarilah kemusyrikan  supaya pondasi kehidupan kita kokoh dan kuat. Landasan itu akan kokoh dan  kuat kalau berdiri diatas tauhidullah.  

    B. Saran 

    Menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,  kedepannya akan lebih fokus dan lebih details lagi dalam menjelaskan tentang  makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih banyak tentunya. Sehingga  kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan  penulisan makalah dikemudian hari.

    21 

    DAFTAR PUSTAKA 

    Vita. (2018). Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan Dunia dan Keselamatan  Akhirat. Kendari: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.  Universitas Halu Oleo. 

    Hamim, K. (2016). Kebahagiaan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Filsafat.  Tasâmuh,13(2), 127-150 

    Mahfud, C., Amalia, R., Putra, D., dkk. (2020). Pengaruh Agama Terhadap  Kebahagiaan Generasi Milenial di Indonesia dan Singapura. Jurnal Islam  Nusantara, Vol 4(2). 

    Rohayati, W., Putri, R.A., Amaliya, Z. (2018). Peran Agama Sebagai Alat Utama  Untuk Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat.


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.