Efek Pembangunan Waduk Kedung Ombo Sebagai Wujud Konservasi Air
Annisa Itsna Nur’aini
Universitas Sebelas Maret; annisaitsna@student.uns.ac.id
Abstrak : Sumber daya alam di Indonesia sangat melimpah. Salah satunya adalah air, air mempunyai manfaat yang paling utama dalam kehidupan ini, tanpa air pasti tidak ada kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, pemasalahan air tidak boleh diabaikan. Pengetahuan yang mumpuni sangat diperlukan dalam melakukan konservasi air agar tidak salah dalam mengambil langkah upaya atau pola pengelolaan air. Salah satu bentuk pengelolaan air adalah dengan dibangunnya waduk. Waduk adalah kolam besar yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air pada saat musim penghujan datang agar dapat digunakan pada musim kemarau. Contohnya pembangunan Waduk Kedung Ombo yang terletak di Jawa Tengah. Waduk ini dibangun di daerah aliran sungai Serang dan bermuara di sungai daerah Jepara. Awalnya waduk ini hanya digunakan untuk menampung air hujan yang setiap tahun menjadi penyebab banjir, tetapi ternyata pembangunan waduk ini juga dapat dijadikan sebagai penunjang perekonomian di bidang lainnya seperti bidang perikanan, pariwisata, pertanian, pembangkit listrik. Selain dampak positif, pembangunan waduk juga menimbulkan berbagai dampak negatif yang mungkin dapat menjadi masalah baru.
Kata kunci : Sumber daya alam, air, konservasi, pembangunan, waduk, dampak
1. PENDAHULUAN
Indonesia dikelilingi oleh berbagai sumber daya alam, salah satu diantaranya adalah air. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital peranannya dalam kehidupan karena tanpa air kehidupan apapun di dunia ini tidak akan tumbuh dan hidup (Imamudin, 2012:41).
Dengan adanya berbagai pengembangan dan pengelolaan SDA dan lingkungan yang berkelanjutan maka cepat atau lambat akan menggerus ketersediaan air. Ketersediaan air di suatu tempat dari waktu ke waktu pasti akan menjadi suatu permasalahan ketika kebutuhan air meningkat, tetapi ketersediaan air tetap atau bahkan terjadi kekrisisan. Hal itu semua menjadi suatu permasalahan yang serius sehingga diperlukan perlindungan terkait pemanfaatan air yang benar untuk masa sekarang dan masa depan dengan pola dan strategi yang memperhatikan ketersediaan dan kebutuhan sehingga hasilnya tidak akan menganggu kelangsungan lingkungan hidup yang lain. Pengelolaan air adalah salah satu bagian dari upaya konservasi air dengan unsur memelihara, merehabilitasi, menjaga serta memanfaatkan kekayaan sumber air secara efektif dan efisien guna menunjang kesejahteraan masyarakat (Sallata, 2015:76-77). Menurut Asdak (dalam Sallata, 2015:77) dalam pengelolaan sumber daya air dapat dimulai dengan adanya kepahaman pengetahuan tentang air dan permasalahannya serta ilmu pengetahuan lainnya yang masih bersangkutan dengan hal hidrologi.
Salah satu bentuk konservasi terhadap air adalah dengan dibangunnya waduk. Soejono (dalam Jati, 2019) menjelaskan bahwa waduk merupakan sebuah tampungan besar yang digunakan untuk penyimpanan air yang dapat dipergunakan ketika ketika musim kemarau
tiba. Dalam perkembangannya waduk yang telah dibangun memiliki berbagai manfaat lain seperti dalam hal pengairan, perikanan, pariwisata, maupun pembangkit listrik tenaga air. Waduk Kedung Ombo ialah waduk terkenal di Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten Grobogan. Waduk Kedung Ombo ini dibangun pada aliran Sungai Serang pada tahun 1980- an yang berawal berfungsi untuk menampung serta mengontrol air yang mengalir di Sungai Serang yang bermuara di wilayah Jepara. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi bencana banjir yang tak jarang melanda daerah Jawa Tengah serta dapat mengatasi kekeringan. Selain untuk mengatasi masalah banjir maupun kekeringan, waduk ini dapat difungsikan menjadi pembangkit listrik energi air, bahkan juga dapat dijadikan sebagai tempat wisata yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Kondisi geografis di daerah aliran sungai Serang di daerah timur laut dan tenggara dengan bentuk datar sampai bergelombang yang dipenuhi lahan bukit-bukit kecil serta perbukitan yang berpola dan dibatasi oleh punggung bukit yang bergelombang pada bagian tengah DAS (bagian hilir sampai bagian tengah). Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Suyana & Muliawati (2014:142), bagian hulu dari aliran sungai ini mempunyai bentuk lahan bergelombang, berbukit, dan agak terjal. Kawasan sekitar waduk ini dipenuhi dataran tinggi berupa beberapa pegunungan kecil. Waduk Kedung Ombo memberikan berbagai manfaat besar terhadap irigasi di persawahan yang berada di daerah Grobogan, Demak, dan Pati.
Selain sebagai konservasi air, keberadaan Waduk Kedung Ombo sangat membantu perekonomian masyarakat sekitar karena masyarakat lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beberapa mata pencaharian yang dapat dilakukan di kawasan tersebut. Dengan begitu, perekonomian masyarakat dapat meningkat secara signifikan. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menjadi salah satu indikator keberhasilan pemerintah dalam mengelola dan menjalankan suatu negara. Pada hakikatnya setiap pembangunan diharapkan dapat menunjang serta meningkatkan kesejahteraan baik kesejahteraan individu maupun kesejahteraan sosial, tetapi disamping harapan positif tersebut di setiap pembangunan juga akan menimbulkan dampak negatif (Swela et al., 2017: 2). Demikian dengan pembangunan Waduk kedung Ombo ini juga pastinya menimbulkan berbagai dampak negatif. Oleh karena itu, diperlukan pembahasan yang lebih mendalam terkait dengan berbagai efek yang ditimbulkan dari pembangunan Waduk Kedung Ombo sebagai wujud konservasi air terhadap masyarakat sekitar.
2. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh berbagai data dan informasi yang akurat dalam penyusunan paper karya ilmiah ini, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis melakukan pencarian data dan informasi melalui berbagai literature sumber dari jurnal dan buku yang relevan dengan topik tersebut kemudian dilanjutkan dengan analisis data yang ada dan dekrispsi guna menjawab hal yang perlu pengkajian.
3. Hasil
Gambar 3.1 Peta Waduk Kedung Ombo
Waduk Kedung ombo adalah salah satu bendungan air terbesar yang berupa waduk yang pernah dibangun oleh pemerintah Jawa Tengah pada tahun 1985-1989 yang terletak di tengah-tengah perbatasan Kabupaten Grobogan, Sragen, dan Boyolali. Pembangunan Waduk Kedung Ombo berawal dari adanya rencana proyek pembangunan wilayah Sungai Jratunseluna (Jragung, Tuntang, Serang, Lusi, dan Juana) yang mencakup 3 karesidenan, yaitu Karesidenan Semarang, Pati, dan Surakarta. Selain itu, pembangunan ini juga mencakup 9 kabupaten disekitarnya.
Namun, dengan pembangunan Waduk Kedung Ombo ini ternyata juga menimbulkan dampak positif lainnya, khususnya di bidang perekonomian. Kawasan Waduk Kedung Ombo menciptakan berbagai aktivitas masyarakat sekitar guna menunjang perekonomiannya, antara lain:
a. Perikanan
Salah satu manfaat dari Waduk Kedung Ombo adalah sektor perikanan. Perikanan di kawasan Waduk Kedung Ombo ini dilakukan dengan sistem budidaya dengan adanya sarana keramba jaring apung (KJA), baik yang dimiliki perusahaan maupun masyarakat setempat. Berbagai jenis ikan dapat ditemukan di perairan Waduk Kedung Ombo.
Gambar 3a.1 Jumlah dan jenis ikan tangkapan nelayan
Setelah mendapatkan tangkapan, para nelayan juga melakukan budidaya. De Silva et al. dalam Aisyah dan Widihastuti (2017:98) mengungkapkan bahwa budidaya perikanan dapat dilakukan dengan menebar bibit ikan yang didasarkan pada jenis ikan yang laku di pasaran, mampu tumbuh dengan cepat, dapat memanfaatkan pakan alami, dan dapat berkembang dengan berbagai jenis ikan yang sudah ada di perairan tersebut, serta yang disukai oleh komunitas di sekitar waduk.
Gambar 3a.2 Penyebaran benih ikan
b. Pariwisata
Pariwisata mempunyai peranan yang krusial dalam pengembangan ekonomi di berbagai negara, khusunya di wilayah Indonesia. Pariwisata menjadi salah satu senjata pengembangan yang potensial, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diversifikasi ekonomi, mengurangi kemiskinan dan membangun hubungan timbal balik (kerja sama) dengan produksi lain serta sektor penyedia jasa (Amalia et al., 2018:49). Sektor pariwisata juga memberikan kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengembangan wilayah,
penciptaan lapangan kerja dan juga peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai penyjmbang devisa (Rahma, 2020:4).
Di Kabupaten Grobogan, Waduk Kedung Ombo menjadi salah satu penyumbang devisa pendapatan daerah tertinggi dalam bidang pariwisata (SLHD Kab. Grobogan dalam Muhlisin, 2013:4). Lingkungan sekitar Waduk Kedung Ombo memiliki pemandangan indah dari deretan hutan yang hijau yang menjadikan udara sejuk sehingga tidak salah jika kawasan Waduk Kedung Ombo ini dikembangkan guna sebagai destinasi objek wisata yang dikunjungi banyak orang.
Tabel 3b.1 kunjungan wisata
c. Pertanian
Bidang pertanian menjadi hal yang paling penting dalam pengelolaan Waduk Kedung Ombo karena pada dasarnya waduk ini dibangun mempunyai fungsi utama sebagai sarana irigasi. Terlebih lagi sebagian besar penduduk di sekitar Waduk Kedung Ombo bekerja sebagai petani. Keadaan ekonomi warga sekitar khususnya petani mulai mengalami perubahan setelah adanya pembangunan dan pengembangan Waduk Kedung Ombo. Namun, dalam pengelolaan lahan pertanian tidak dapat dilakukan dengan sembarangan karena kawasan waduk rentan terjadinya erosi.
Gambar 3c.1 Analisis erosi waduk
d. Pembangkit Listrik Tenaga Air
Selain sebagai sumber irigasi, Waduk Kedung Ombo sebagai penampungan air yang melimpah juga difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Waduk Kedung Ombo berperan besar dalam pembangunan pembangkit listrik dengan memanfaatkan arus air yang ada.
Gambar 3d.1 Gambaran PLTA waduk
Gambar 3d.2 Gambaran konstruksi PLTA
4. Pembahasan
Waduk Kedung Ombo terletak di Kabupaten Grobogan, tepatnya di Dukuh Kedung Ombo, Desa Ngrambat, Kecamatan Geyer. Waduk atau Bendungan Kedung Ombo ini terletak di Desa Rambat yang berbatasan dengan Desa Juworo, Kecamatan Geyer, Kabupaten Grobgan, serta berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Sragen. Waduk Kedung Ombo ini dibangun menghabiskan dana ratusan juta dollar yang disokong dari Bank dunia, Bank Exim Jepang, serta keuangan dari APBN. Waduk ini mulai dialiri air pada bulan Januari 1989. Luas keseluruhan waduk ini sekitar 6.578 Ha yang terdiri dari 2.890 Ha perairan dan 3.688 Ha daratan. Dengan luas yang begitu besar mengakibatkan harus menenggelamkan beberapa desa dan kecamatan di 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Sragen, Boyolali, dan Grobogan.
Ariyani & Fauzi (2019:198) menuturkan bahwa kawasan Waduk Kedung Ombo memiliki potensi alam yang sangat dominan bagi perekonomian masyarakat. Hal itu terlihat dari adanya hamparan air yang sangat luas dengan panjang 1.8 km, lebar 18 m, tinggi 96 m, dan dengan debit air 723 juta m3, yang dipenuhi hutan jati yang kaya dengan keanekaragaman hayati, bukit-bukit alami, serta pemandangan yang sangat indah.
Perekonomian di kawasan Waduk Kedung Ombo dapat berasal dari berbagai bidang, antara lain:
a. Perikanan
Perikanan di kawasan Waduk Kedung Ombo dapat dlakukan dengan menggunakan keramba. Pemasangan keramba ini menyebar di berbagai wilayah seperti di Desa Bulu Kecamatan Kemusu Kabupaten Boyolali, Desa Ngasinan, Jurang, Gandul, Boyo Layar Kecamatan Sumberlawang Kabupaten Sragen. Keramba jaring apung yang tersebar di kawasan Waduk Kedung Ombo ini dimiliki oleh masyarakat setempat, PT Aquafarm, dan perorangan dari waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Berdasarkan data yang didapatkan, berbagai jenis ikan dapat ditemukan di kawasan waduk ini seperti ikan bader, betutu, keprek abang, kutuk, lukas, nila, palung, sogo, tawes, wader, red devil, gurame, lele, mujair, sepat rawa. Berdasarkan jawaban responden, terdapat 3 jenis ikan yang paling banyak ditangkap nelayan Waduk Kedung Ombo yaitu ikan betutu, tawes, sedangkan untuk ikan yang jarang ditangkap adalah ikan mujair dan sepat rawa, hal itu disebabkan karena kurang minatnya masyarakat dalam mengonsumsi dan kurangnya bibit ikan tersebut.
Selain dengan menangkap ikan, para nelayan juga melakukan penyebaran beberapa jenis benih ikan. Dari data yang ada, dapat diketahui bahwa benih ikan nila yang mendominasi penyebaran, sedangkan ikan mujair dan gabus menjadi jenis benih ikan yang paling sedikit penyebarannya. Namun, dalam hal pemeliharaan harus memerhatikan berbagai aspek, misalnya kualitas dan pakan ikan (pallet). Kualitas perairan sangat penting bagi kehidupan organisme akuatik karena digunakan sebagai tempat hidup (Jati, 2019). Dengan bertambahnya populasi masyarakat sekitar, maka dapat memicu peningkatan pemanfaaan sumber daya ikan dengan didasari oleh isu-isu konservasi di daerah dengan adanya aspek keberagaman hayati yang tinggi (Longin et al., 2021). Kualitas perairan yang baik pasti tergantung dengan ekosistem yang baik pula.
Fitoplankton menjadi salah satu komponen penting dalam perairan karena fitoplankton itu menjadi makanan pertama dan produsen dalam mata rantai kehidupan perairan (Sukmono, 2019: 43). Levin et al. (2018:51-53) menjelaskan bahwa dalam menjaga ekosistem perairan diperlukan struktur dan proses rencana ekosistem perikanan, antara lain :
1. Mengetahui model (rencana) dan inventarisasi
2. Memiliki visi, tujuan, dan prioritas
3. Mengetahui langkah/cara
4. Melakukan kerja nyata
5. Evaluasi
b. Pariwisata
Awal pembangunan Waduk Kedung Ombo, sarana pariwisata Waduk Kedung Ombo juga sangat minimum dikarenakan kurangnya rasa kesadaran akan pengembangan yang lebih baik. Padahal dengan pengembangan pariwisata secara tidak langsung akan membantu meningkatkan hasil perekonomian daerah serta kesejahteraan masyarakat karena menghasilkan perluasan lapangan kerja serta peningkatan dan pemerataan infrastruktur (Ariyani et al., 2020:358-359).
Setelah beberapa tahun kemudian, Waduk Kedung Ombo mengalami perubahan dan pengembangan dalam berbagai sektor, terkhusus di sektor pariwisata sudah dibangun sarana yang memadai untuk pariwisata. Berbagai pihak terlibat dalam
pengembangan potensi pariwisata ini, mulai dari pemerintah, swasta, dan masyarakat dengan berbagai strata. Partipasi-partisipasi semua pihak tersebut dapat berupa partisipasi buah pikir yaitu pihak yang memberikan atau mengusulkan ide dan gagasan mengenai strategi maupun rencana dalam pengembangan, partisipasi tenaga adalah partisipasi yang banyak diperlukan dan dapa dikatakan yang paling mudah karena tidak membutuhkan keahlian khusus dalam pelaksanaannya. Partisipasi material dengan adanya penggantian dan pemindahan lahan masyarakat oleh aparat pemerintah.
Panorama yang dimiliki Waduk Kedung Ombo sangat cocok dijadikan destinasi wisata. Menurut data tabel dari Setiawan dan Sunaryo (2013:43) terdapat berbagai sarana yang dapat dinikmati ketika berkunjung ke Waduk Kedung Ombo, yaitu ikan bakar tepi waduk, rumah makan apung, keramba ikan, perahu motor, area pemancingan, dan hutan wisata air. Persentase kunjungan tertinggi ditempati ikan bakar tepi waduk karena disitulah kita dapat menikmati 2 hal sekaligus, menikmati ikan bakar yang khas Waduk Kedung Ombo dan menikmati pemandangan yang indah. Sarana wisata yang kurang diminati pengunjung adalah are pemancingan dan hutan wisata air.
c. Pertanian
Ashari et al. (2017:47) bahwa dalam pembangunan bidang pertanian terdapat berbagai faktor, salah satunya adalah teknologi. Teknologi yang semakin canggih membuat Waduk Kedung ombo dipergunakan sebagai irigasi. Sebelum pembangunan Waduk Kedung Ombo, petani hanya dapat melakukan sistem tanam padi 1 kali, namun kini sudah menjadi 2 kali musim tanam padi. Dampaknya tidak hanya mempengaruhi sistem tanam saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kedatangan banjir karena sebelum pembangunan waduk, banjir selalu terjadi setiap tahunnya, namun sekarang air yang berlebihan sudah dikendalikan oleh waduk. Warga di sekitar waduk memanfaatkan lahan green belt atau yang biasa disebut dengan lahan tanah pasang surut ini untuk dijadikan lahan pertanian yang akan ditanami padi maupun palawija.
Contohnya lahan greenbelt atau lahan pasang surut yang dijadikan sebagai lahan untuk menanam padi maupun palawija bukan tanaman tahunan karena itu akan rawan terendam oleh air waduk. Oleh karena itu, umunya para petani mulai menanam saat air mulai menyusut. Dalam melakukan penanaman, para petani juga memperhatikan kondisi tanah. Tanah yang relatif datar dan subur digunakan untuk menanam padi dan palawija pada pertengahan bulan Juni dan berharap agar pada awal Agustus sudah bisa di panen. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan tanah yang baik dan benar agar terhindar dari erosi, apalagi pertanian ini terletak di kawasan waduk. Berdasarkan gambar analisis toleransi erosi, Waduk Kedung Ombo memiliki toleransi erosi yang tinggi, hal itu menunjukkan bahwa lahan di daerah tersebut masih aman dari erosi karena pembentukan tanah lebih cepat daripada erosi yang mungkin terjadi. Erosi dapat terjadi karena faktor-faktor biofisik antara lain kondisi kemiringan lereng, penutupan lahan, tekstur tanah, dan teras (Cerdan et al. dalam Harjadi, 2018:147).
d. Pembangkit Listrik Tenaga Air
Pada zaman sekarang yang sudah berubah dengan adanya kemajuan teknologi yang lebih canggih akibat globalisasi. Dengan perkembangan teknologi mampu membuat air menjadi sumber terbaik dalam menghasilkan listrik yang digunakan di seluruh dunia (Shahgholian, 2020:14). Pada hakikatnya, pembangkit listrik tenaga air ini menerapkan konsep hukum kekekalan energi dimana gerakan massa air pada sungai dapat memutarkan turbin sebagai alat energi kinetik yang dapat menghasilkan energi listrik dengan bantuan generator. Pembangkit listrik tenaga air di Waduk Kedung Ombo ini mempunyai 1 turbin yang akan menghasilkan daya sekitar 22,5 megawatt. Dengan
daya tersebut, PLTA diharapkan dapat menghasilkan listrik sebesar 68.000 MWh/tahun dalam keadaan normal dengan kebutuhan air sekitar 1,5 juta m3. Dengan begitu, debit yang harus dialirkan dari PLTA sebesar 53,68 m3/detik. Rencana awal di perkirakan debit PLTA itu sendiri mulai dari 45 m3/detik sampai 61,8 m3/detik. Gambaran tentang PLTA di Waduk Kedung Ombo menurut Iranawati et al. (2013:9) :
∙ Tinggi terjun sekitar 60 m
∙ Daya output sebesar 32.374 kW
∙ Turbin tipe Francis
∙ Bangunan intake elevasi + 60,00 dengan diameter 3,8 m
∙ Pipa penstock elevasi +60,00 dengan bahan pipa baja berdiameter 3,8 cm dan panjang 287 m
∙ Tail race elevasi permukaan air +28,00 dengan tinggi 2,6 m dan lebar sekitar 5,5 m
∙ Pintu pengatur elevasi +26,00 dengan canal berukuran 500x250x100
Dampak positif dari pembangunan Waduk Kedung Ombo memang sangat menguntungkan dalam segi hal perekonomian, tetapi tidak dapat dipungkiri pembangunan tersebut juga banyak menimbulkan dampak-dampak negatif, antara lain :
1. Pembangunan waduk tersebut menyebabkan 5.268 keluarga saat itu kehilangan tanahnya sehingga sempat terjadi suatu penolakan penggusuran dan pemindahan lahan karena sebagian besar warga tidak rela untuk membebaskan tanah warisan dan tanah kelahirannya begitu saja. Selain itu, ada penyebab lain yaitu adanya ganti rugi tanah yang diberikan oleh pemerintah tidak sebanding dengan harga tanah pada umumnya. Hal itu terjadi karena adanya tindakan korupsi yang dilakukan oleh para aparat pemerintah yang tidak bertanggungjawab. Akhirnya pemerintah menemukan cara lain yaitu dengan memberikan sarana transmigrasi serta diberi pesangon. Awalnya warga menolak program tersebut, tetapi dikarenakan desakan dari pemerintah yang tidak henti-henti, akhirnya pada tanggal 18 Mei 1991, waduk ini diresmikan oleh Presiden Soeharto.
2. Berkembang pesatnya Waduk Kedung Ombo di perikanan khusunya dengan adanya keramba jaring apung ini malah menimbulkan permasalahan karena pencemaran sisa pakan yang merupakan bahan organik dan kotoran ikan yang menyebar ke perairan. Kelebihan dalam memberikan makan ikan (pellet) yang menumpuk di dasar perairan akan menyebabkan pembusukan yang menurunkan kualitas perairan. Selain itu, juga akan menjadi sedimentasi yang akan mempengaruhi kehidupan ikan di perairan (Krispriati & Purnawan, 2017:210)
3. Lahan di sekitar Waduk Kedung Ombo sebagai lahan pertanian dan lahan tumbuhnya pepohonan yang tidak dikonservasi dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya erosi tanah dari sedimentasi pada sungai dan waduk, bahkan hal itu dapat mengakibatkan degradasi (Miardini dan Benny dalam Sukmono et al., 2019:42). Erosi yang melebihi ambang batas toleransi menjadi penyebab utama dari degradasi lahan. Degradasi lahan dapat terjadi dikarenakan menurunnya sifat fisik dan kimia tanah akibat penggunaan alat
alat berat dan mesin pertanian yang mengakibatkan pemadatan tanah atau adanya proses eluviasi, banjir, dan genangan (Sutrisno & Heryani, 2014:124). Oleh karena itu, diperlukan identifikasi strategi pengelolaan jangka panjang untuk merencanakan kualitas tanah (Scotti et. al, 2015)
4. Perjalanan ziarah ke makam Pangeran Samodra dan makam Nyi Ageng Serang kurang efisien. Hal ini dikarenakan ketika akan berziarah harus melalui hamparan perairan (waduk) sehingga harus menggunakan perahu (Handoyo, 2012).
5. Lahan green belt atau yang biasa disebut dengan lahan sabuk hijau yang digunakan untuk lahan pertanian memang menghasilkan keuntungan yang besar. Namun, penanaman pada tanah pasang surut juga akan menimbulkan pelumpuran (Handoyo, 2012).
6. Sebagai tempat pariwisata, Waduk Kedung Ombo ini sering mengalami pencemaran lingkungan seperti membuang sampah sembarang.
Oleh karena itu, dalam pengelolaan Waduk Kedung Ombo diperlukan aturan yang dapat digunakan pegangan yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 23/PRT/M/2008 (Krispriati & Purnawan, 2017:205).
5. Penutup
Air sebagai sumber daya alam yang sangat vital peranannya, oeh karena itu memang seharusnya diperlukan konservasi. Adanya Waduk Kedung Ombo yang berada di perbatasan 3 kabupaten di Jawa Tengah ini telah membuktikan bahwa pemerintah dan masyarakat sudah peduli terhadap konservasi air. Selain sebagai konservasi, Waduk Kedung Ombo juga dapat dikatakan sebagai penunjang perekonomian masyarakat sekitar. Perekonomian didapatkan dari bidang perikanan, pariwisata, pertanian, serta pembangkit listrik. Perikanan dilakukan di sekitar waduk dengan keramba jaring apung. Pariwisata di kawasan waduk ini dapat dinikmati dengan melihat pemandangan alam hijaunya hutan, gunung, serta hamparan air dilengkapi dengan berbagai sarana yang memadai. Pertanian meningkat dengan dukungan dari irigasi waduk guna menghemat pembiayaan. Selain itu, tanah pasang surut disekitar waduk dapat dimanfaatkan dengan ditanami padi dan palawija yang menghasilkan keuntungan yang tinggi. Air di waduk yang dapat menggerakkan turbin sangat berguna dalam pembangkit listrik.
Namun, di sisi lain adanya Waduk Kedung Ombo ini juga menimbulkan berbagai masalah, diantaranya warga setempat yang kehilangan tanah kelahirannya, sisa pakan ikan (pellet) yang dapat mengganggu kualitas perairan, lahan pertanian yang kurang konservasi dapat menyebabkan erosi (bahkan degradasi), penggantian transportasi dalam melakukan ziarah, pertanian yang dilakukan di lahan green belt yang dapat menyebabkan pelumpuran, pariwisata yang menyebabkan meningkatnya sampah yang dibuang sembarangan.
Referensi
Aisyah, A., & Widihastuti, R. (2017). Preferensi Masyarakat terhadap Jenis Ikan Penebaran di Sekitar Waduk Kedung Ombo, Provinsi Jawa Tengah. Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 2(2), 93-102. http://dx.doi.org/10.15578/marina.v2i2.5925
Amalia VGA, N., Kusumawati, A., & Hakim, L. (2018). Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata serta Dampaknya terhadap Perekonomian Warga di Desa Tulungrejo Kota Batu. Jurnal Administrasi Bisnis, 61(3), 48-56. http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/view/2597
Amin, M. M., Kiryanto, K., & Santosa, A. W. B. (2014). Perancangan Kapal untuk Menunjang Pariwisata di Perairan Kedung Ombo, Grobogan, Jawa Tengah. Jurnal Teknik Perkapalan, 2(2). https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/naval/article/view/5270/5075 Ariyani, N., Fauzi, A., & Umar, F. (2020). Model Hubungan Aktor Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Potensi Pariwisata Kedung Ombo. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 23(2), 357-378. https://doi.org/10.24914/jeb.v23i2.3420
Sharifuddin, J., & Abidin, M. Z. (2017). Factors determining organic farming adoption: international research results and lessons learned for Indonesia. In Forum Penelitian Agro Ekonomi,35(1),45-58. http://dx.doi.org/10.21082/fae.v35n1.2017.45-58
Handoyo, S. (2012). Tataguna Lahan Waduk Kedungombo (Studi tentang Masalah Sosial Ekonomi dan Budaya). Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur, 11(15). http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view/384
Harjadi, B. (2018). Analisis Perhitungan Toleransi Erosi di Daerah Tangkapan Waduk Kedung Ombo, Boyolali. Jurnal Hutan Tropis, 5(2), 143-150. http://dx.doi.org/10.20527/jht.v5i2.4368
Imamudin, M. (2012). Peranan Air Dalam Perspektif Al-Quran (Air sebagai Sumber Kehidupan). El-Hayah: Jurnal Biologi, 3(1). https://doi.org/10.18860/elha.v3i1.2220 Iranawati, A., Wulandari, D. P., Hadihardaja, J., & Sangkawati, S. (2013). Tinjauan dan Perencanaan PLTA Kedungombo Purwodadi–Jawa Tengah. Jurnal Karya Teknik Sipil, 2(2), 382-390. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkts/article/view/4194 Jati, W. N. (2019). Studi Komparasi Keanekaragaman Benthos di Waduk Sempor, Waduk Kedungombo dan Waduk Gajahmungkur, Jawa Tengah. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu Ilmu Hayati, 10(2). https://doi.org/10.24002/biota.v10i2.2849
Krispriati, D. R., & Purnawan, A. (2017). Penegakan Hukum Pemanfaatan Aset Barang Milik Negara di Waduk Kedungombo Ditinjau dari Pasal 167 KUHP. Jurnal Hukum Khaira Ummah, 12(2), 203-212. http://lppm unissula.com/jurnal.unissula.ac.id/index.php/jhku/article/view/1852
Levin, P. S., Essington, T. E., Marshall, K. N., Koehn, L. E., Anderson, L. G., Bundy, A., & Smith, A. D. (2018). Building Effective Fishery Ecosystem Plans. Marine Policy, 92, 48-57. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2018.01.019
Longin, G., Fontenelle, G., de Beaufort, L. B., Delord, C., Launey, S., Rinaldo, R., & Roussel, J. M. (2021). When subsistence fishing meets conservation issues: Survey of a small fishery in a neotropical river with high biodiversity value. Fisheries Research, 241, 105995. https://doi.org/10.1016/j.fishres.2021.105995
Muhlisin, A. (2013). Ekowisata sebagai Penunjang Pembelajaran Kontekstual Menumbuhkan Sikap Kepedulian Lingkungan. Jurnal Pendidikan Biologi, 4(2), 1-11. https://www.academia.edu/download/36415705/Jurnal_Proling_Ahmad_Muhlisin.pdf Novandi, A. S., Wasino, W., & Jayusman, J. (2019). Dampak Pembangunan Waduk Kedung Ombo terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Petani di Kabupaten Grobogan Tahun 1989–1998. Indonesian Journal of Conservation, 8(2). https://doi.org/10.15294/ijc.v8i2.22692
Rahma, A. A. (2020). Potensi Sumber Daya Alam dalam Mengembangkan Sektor Pariwisata di Indonesia. Jurnal Nasional Pariwisata, 12(1), 1-8. https://doi.org/10.22146/jnp.52178
Sallata, M. K. (2015). Konservasi dan Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Keberadaannya sebagai Sumber Daya Alam. Buletin Eboni, 12(1), 75-86. https://doi.org/10.20886/buleboni.5056
Scotti, R., Bonanomi, G., Scelza, R., Zoina, A., & Rao, M. A. (2015). Organic Amendments as Sustainable Tool to Recovery Fertility in Intensive Agricultural Systems. Journal of soil science and plant nutrition, 15(2), 333-352. http://dx.doi.org/10.4067/S0718- 95162015005000031
Setiawan, R., & Sunaryo, B. (2013). Pengembangan Agrowisata Kawasan Rambat–Waduk Kedungombo, Kabupaten Grobogan. Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota), 2(1), 42-50. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/pwk/article/view/1409
0 comments:
Posting Komentar