Oleh: Sheila Yuliantoro Putri
METODE PEMBELAJARAN
DARING DI MASA PANDEMI COVID-19
Pandemi Covid-19 berdampak
pada dunia pendidikan. Dengan adanya Covid-19 ini, menghambat kegiatan belajar
mengajar yang biasanya berlangsung secara tatap muka. Dengan begitu, para orang
tua, guru, pelajar, dan dosen sangat kesulitan untuk menggunakan pembelajaran
melalui media online. Di masa pandemi ini, pembelajaran online menjadi pilihan.
Semua mata pelajaran disampaikan dengan menggunakan bantuan teknologi. Dan
perkuliahan pun juga menggunakan metode pembelajaran daring ini. Kebijakan ini,
yang tujuannya tak lain adalah untuk mencegah penyebaran virus Covid-19, serupa
dengan himbauan WHO bahwa semua elemen masyarakat perlu berpartisipasi dalam
mencegah dan mengurangi dampak virus tersebut.
Dengan adanya wabah virus ini justru
menjadi katalis hebat yang memacu dunia pendidikan. Seperti mendorong lebih
banyak pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat perantara untuk media
pembelajaran daring. Namun, ada tantangan besar dalam pelaksanaan pembelajaran
daring. Salah satunya, civitas akademika belum terbiasa menggunakan sistem
pembelajaran daring. Muncul kesulitan karena belum dilatih menggunakan
peralatan untuk model pembelajaran daring. Karenanya perlu tambahan dukungan
dan mentoring untuk menyesuaikan dengan model pembelajaran baru ini.
Pandemi Covid-19 telah memaksa jutaan
peserta didik harus belajar di rumah dan sementara itu banyak pendidiknya
tiba-tiba jadi “gagap mengajar” karena harus mengubah cara mengajar secara
drastis dari tatap muka menjadi secara daring. Tidak ada kejelasan tentang
kapan persoalan pandemik Covid-19 dapat berakhir. Oleh karena itu, sangatlah
penting untuk membekali para pendidik dengan pedagogi yang terkait erat dengan
pemanfaatan teknologi.
Sesungguhnya pembelajaran cara
daring bukanlah hal yang sangat baru, sudah terdapat teori-teori pendidikan dan
penelitian yang berkaitan dengan belajar jarak jauh sehingga seharusnya belajar
cara daring bukan sekedar sebuah proses “digitalisasi” bahan ajar, yaitu
mengubah bahan ajar hanya jadi bahan bacaan atau tontonan secara digital. Prof
George Siemens, seorang guru besar dari Athabasca University di Kanada
merupakan salah seorang pelopor pengembangan pedagogi untuk pembelajaran yang
memanfaatkan teknologi. Ia mengusulkan sebuah teori alternatif untuk pendidikan
yaitu Connectivism. Ini adalah sebuah teori pendidikan yang memasukkan
teknologi dan konektivitas sebagai bagian dari kegiatan belajar yang penting.
Peran pendidik adalah sebagai
kurator, sang guru dapat mengumpulkan, memilah dan memilih sumber-sumber
belajar yang ia pandang akan berguna dan melengkapi pengetahuan peserta
belajar. Ia dapat mengeksplorasi bahan ajar dalam bentuk teks, gambar maupun
video dari Internet, karya peserta didik tahun sebelumnya atau video yang
merupakan hasil rekaman ia sendiri dan banyak lagi. Dengan hadirnya sumber-sumber
belajar yang sudah terkurasi maka peserta belajar dapat bertemu dengan
sumber-sumber pengetahuan yang bukan saja sesuai tapi sungguh bermutu karena
melalui proses kurasi terlebih dahulu.
Melalui kurasi guru dan teknologi sebuah “perpustakaan
sekolah” dapat dihadirkan di setiap ponsel cerdas atau laptop peserta didik.
Peran yang ketiga adalah sebagai “Administrator Jaringan”. Peran ini meletakkan
guru sebagai desainer dan pengelola jejaring yang akan menfasilitasi peserta
belajar untuk mengalami pengalaman belajar yang maksimal. Guru mengumpulkan,
memilah dan memilih sumber-sumber belajar dan kemudian menciptakan serangkaian
“konektivitas” untuk peserta didik sehingga mereka dapat “berselancar” melalui
jaringan tersebut dan bertemu dengan sumber-sumber belajar yang pada akhirnya
membawa mereka pada pengetahuan yang dituju. Gurulah yang mengadministrasi
“jaringan-jaringan” belajar tersebut.
Peran ini menuntut kemampuan guru untuk paham bahan
ajar, paham pedagogi, paham teknologi dan juga paham fitur-fitur yang ada di
dalam sebuah LMS sehingga pengalaman belajar melalui teknologi jadi sebuah
pengalaman belajar yang bermutu dan juga asyik untuk peserta didik. Peran yang
terakhir adalah peran pendidik sebagai “Concierge”, ini memberikan arti bahwa
guru memiliki peran sebagai “help desk” untuk peserta didik apabila mereka
mengalami kesulitan, “tidak tahu arah” atau “tersesat” dalam proses belajar
melalui teknologi. Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah terdapat banyak
peluang untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermutu melalui pembelajaran
daring namun untuk itu kita harus bisa memiliki para pendidik yang siap dalam
memanfaatkan pedagogi era teknologi dan juga siap dalam memanfaatkan teknologi
untuk kepentingan peserta didik.
Tetapi pada masyarakat pedesaan pembelajaran secara
daring ini menjadi penghambat mereka untuk belajar, dikarenakan kondisi di
pedesaan yang sulit untuk menggunakan teknologi.
Masalah ini adalah masalah kita bersama, kita harus
saling peduli satu sama lain dan di saat seperti inilah aspek sosial dalam
kehidupan harus lebih di kedepankan, untuk bisa terus berusaha hingga pandemi
ini selesai. Pemerintah dan masyarakat harus saling bekerja sama agar
penyebaran covid-19 ini dapat di hentikan, khususnya di dunia pendidikan yang
jadi masalah sampai detik ini, problem efektifitas dalam pembelajaran, biaya
pendidikan, dan akses internet yang tentunya belum bisa di atasi oleh
pemerintah, kita ketahui tempat wisata, mall, dan tempat kerumunan lainnya
sudah dibuka bahkan tanpa di sadari masyarakat sudah beranggapan pandemi ini
sudah selesai, untuk itu dalam menjaga kesadaran terkait semakin banyaknya
korban yang positif terkena Virus Corona ini di butuhkan instruksi dari pihak
pemerintah dan kepedulian dari masyarakat agar pandemi covid 19 segera selesai
di Indonesia. Dan negeri ini pun akan berbenah dan mengaplikasikan serta
meningkatkan kepedulian tentang hidup yang lebih sehat.
0 comments:
Posting Komentar