Senin, 04 Januari 2021

  • Aksara Bersuara #31

     Oleh: Sheila Yuliantoro Putri


    METODE PEMBELAJARAN DARING DI MASA PANDEMI COVID-19

                Pandemi Covid-19 berdampak pada dunia pendidikan. Dengan adanya Covid-19 ini, menghambat kegiatan belajar mengajar yang biasanya berlangsung secara tatap muka. Dengan begitu, para orang tua, guru, pelajar, dan dosen sangat kesulitan untuk menggunakan pembelajaran melalui media online. Di masa pandemi ini, pembelajaran online menjadi pilihan. Semua mata pelajaran disampaikan dengan menggunakan bantuan teknologi. Dan perkuliahan pun juga menggunakan metode pembelajaran daring ini. Kebijakan ini, yang tujuannya tak lain adalah untuk mencegah penyebaran virus Covid-19, serupa dengan himbauan WHO bahwa semua elemen masyarakat perlu berpartisipasi dalam mencegah dan mengurangi dampak virus tersebut.

                Dengan adanya wabah virus ini justru menjadi katalis hebat yang memacu dunia pendidikan. Seperti mendorong lebih banyak pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat perantara untuk media pembelajaran daring. Namun, ada tantangan besar dalam pelaksanaan pembelajaran daring. Salah satunya, civitas akademika belum terbiasa menggunakan sistem pembelajaran daring. Muncul kesulitan karena belum dilatih menggunakan peralatan untuk model pembelajaran daring. Karenanya perlu tambahan dukungan dan mentoring untuk menyesuaikan dengan model pembelajaran baru ini.

                Pandemi Covid-19 telah memaksa jutaan peserta didik harus belajar di rumah dan sementara itu banyak pendidiknya tiba-tiba jadi “gagap mengajar” karena harus mengubah cara mengajar secara drastis dari tatap muka menjadi secara daring. Tidak ada kejelasan tentang kapan persoalan pandemik Covid-19 dapat berakhir. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membekali para pendidik dengan pedagogi yang terkait erat dengan pemanfaatan teknologi.

                Sesungguhnya pembelajaran cara daring bukanlah hal yang sangat baru, sudah terdapat teori-teori pendidikan dan penelitian yang berkaitan dengan belajar jarak jauh sehingga seharusnya belajar cara daring bukan sekedar sebuah proses “digitalisasi” bahan ajar, yaitu mengubah bahan ajar hanya jadi bahan bacaan atau tontonan secara digital. Prof George Siemens, seorang guru besar dari Athabasca University di Kanada merupakan salah seorang pelopor pengembangan pedagogi untuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi. Ia mengusulkan sebuah teori alternatif untuk pendidikan yaitu Connectivism. Ini adalah sebuah teori pendidikan yang memasukkan teknologi dan konektivitas sebagai bagian dari kegiatan belajar yang penting.

                Peran pendidik adalah sebagai kurator, sang guru dapat mengumpulkan, memilah dan memilih sumber-sumber belajar yang ia pandang akan berguna dan melengkapi pengetahuan peserta belajar. Ia dapat mengeksplorasi bahan ajar dalam bentuk teks, gambar maupun video dari Internet, karya peserta didik tahun sebelumnya atau video yang merupakan hasil rekaman ia sendiri dan banyak lagi. Dengan hadirnya sumber-sumber belajar yang sudah terkurasi maka peserta belajar dapat bertemu dengan sumber-sumber pengetahuan yang bukan saja sesuai tapi sungguh bermutu karena melalui proses kurasi terlebih dahulu.

    Melalui kurasi guru dan teknologi sebuah “perpustakaan sekolah” dapat dihadirkan di setiap ponsel cerdas atau laptop peserta didik. Peran yang ketiga adalah sebagai “Administrator Jaringan”. Peran ini meletakkan guru sebagai desainer dan pengelola jejaring yang akan menfasilitasi peserta belajar untuk mengalami pengalaman belajar yang maksimal. Guru mengumpulkan, memilah dan memilih sumber-sumber belajar dan kemudian menciptakan serangkaian “konektivitas” untuk peserta didik sehingga mereka dapat “berselancar” melalui jaringan tersebut dan bertemu dengan sumber-sumber belajar yang pada akhirnya membawa mereka pada pengetahuan yang dituju. Gurulah yang mengadministrasi “jaringan-jaringan” belajar tersebut.

    Peran ini menuntut kemampuan guru untuk paham bahan ajar, paham pedagogi, paham teknologi dan juga paham fitur-fitur yang ada di dalam sebuah LMS sehingga pengalaman belajar melalui teknologi jadi sebuah pengalaman belajar yang bermutu dan juga asyik untuk peserta didik. Peran yang terakhir adalah peran pendidik sebagai “Concierge”, ini memberikan arti bahwa guru memiliki peran sebagai “help desk” untuk peserta didik apabila mereka mengalami kesulitan, “tidak tahu arah” atau “tersesat” dalam proses belajar melalui teknologi. Kesimpulan yang dapat kita tarik adalah terdapat banyak peluang untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermutu melalui pembelajaran daring namun untuk itu kita harus bisa memiliki para pendidik yang siap dalam memanfaatkan pedagogi era teknologi dan juga siap dalam memanfaatkan teknologi untuk kepentingan peserta didik.

    Tetapi pada masyarakat pedesaan pembelajaran secara daring ini menjadi penghambat mereka untuk belajar, dikarenakan kondisi di pedesaan yang sulit untuk menggunakan teknologi.

    Masalah ini adalah masalah kita bersama, kita harus saling peduli satu sama lain dan di saat seperti inilah aspek sosial dalam kehidupan harus lebih di kedepankan, untuk bisa terus berusaha hingga pandemi ini selesai. Pemerintah dan masyarakat harus saling bekerja sama agar penyebaran covid-19 ini dapat di hentikan, khususnya di dunia pendidikan yang jadi masalah sampai detik ini, problem efektifitas dalam pembelajaran, biaya pendidikan, dan akses internet yang tentunya belum bisa di atasi oleh pemerintah, kita ketahui tempat wisata, mall, dan tempat kerumunan lainnya sudah dibuka bahkan tanpa di sadari masyarakat sudah beranggapan pandemi ini sudah selesai, untuk itu dalam menjaga kesadaran terkait semakin banyaknya korban yang positif terkena Virus Corona ini di butuhkan instruksi dari pihak pemerintah dan kepedulian dari masyarakat agar pandemi covid 19 segera selesai di Indonesia. Dan negeri ini pun akan berbenah dan mengaplikasikan serta meningkatkan kepedulian tentang hidup yang lebih sehat.

     

     


  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.