Senin, 04 Januari 2021

  • Aksara Bersuara #29

     Fathi

    Karya: Novita Riana Sari

    Seorang bunga desa yang cantik jelita bernama Fathia berjalan dengan sangat tergesa-gesa, sebentar lagi rapat anggota rohis akan segera dimulai. Karena terlalu terburu-buru tanpa sadar Fathia menabrak seseorang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Karena terkejut ia terjatuh kelantai, buku yang ia bawa jatuh berserakan. Dengan cepat Fathia membereskan buku tersebut. Namun tanpa sengaja tangan Fathia bersentuhan dengan tangan sosok di depannya, saat bersamaan ingin mengambil buku yang terjatuh. Sepontan Fathia langsung menarik tangannya.

                “Maaf, nggak sengaja, maaf juga udah buat kamu jatuh,” ucap lelaki itu sambil memberikan buku milik Fathia.

                Fathia pun hanya terdiam, ia masih tidak percaya dengan penglihatannya, dan dengan apa yang ia alami ini. Sosok yang sudah lama tidak muncul bagaikan ditelan bumi, kini kembali hadir dihadapannya. Hingga akhirnya Fathia memilih memejamkan matanya. Namun ketika ia kembali membuka matanya, ia sudah tidak menemui sosok lelaki itu. “Mungkin ini hanya halusinsku,”  bisik Fathia pelan.

    Kenangan tiga tahun yang lalu…..

                “kamu suka sama kakak kelas kita itu?” tanya Audi sambil menunjuk seorang laki-laki yang sedang bermain sepak bola di lapangan bersama teman-temannya. Ya sosok itu  bernama Fathi. Fathi adalah kakak kelas satu  tahun diatasnya saat Fathia kelas 7. Yang sejak pertama kali Fathia bertemu dengannya sudah membuat ia merasa berbeda.

    “Entah, aku juga nggak ngerti apakah aku suka, cinta, atau hanya sekedar fans?” ucap Fathia sambil terus menatap sosok itu.

                “Memang yang kamu rasain bagaimana saat dekat sama kak Fathi?”

                “Gugup, detak jantungku tiga kali lebih cepat dari biasanya, apa-apa serba salah, mendadak lupa gimana cara jalan bahkan napas.”

                “Hahaha…. ya sudah sampaikan saja apa yang kamu rasakan ini sebelum di ambil orang!”

    “Aku nggak berani, lagian minggu ini terakhir aku sekolah disini, jadi buat apa aku ungkapkan perasaanku?  Biarlah cukup aku, kau, dan Tuhan yang tau tentang perasaanku ini,” kata Fathia dengan meneteskan air matanya, dia gagal menahan air mata itu ketika ia mengingat ia akan berpisah dari Fathi.

                “Udah jangan sedih, jodoh nggak akan kemana. Lagian aku yakin di sekolah baru kamu, pasti banyak yang lebih cakep dari dia kok.”

                Fathia pun tersadar dari lamunannya itu. Ia yakin bahwa kejadiaan tadi hanya halusinasinya. Saat Fathia melihat jam tangannya ia langsung tersadar bahwa ia harus buru-buru menuju ruang rohis karena sebentar lagi rapat akan di mulai, dan akhirnya ketika Fathia sampai ia sudah terlambat, rapat sudah dimulai. Dengan penuh keberanian ia mengetuk pintu ruang rohis tersebut.

    “Assalamuallaikum.” Semua mata yang awalnya fokus dengan layar, beralih memperhatikan kearah Fathia. Malu rasanya baru menjadi anggota rohis sudah datang terlambat.

    “Waalaikumsallam,” ucap mereka serempak.

    “Maaf, saya telat,” seraya menundukan pandangan.

    Mata bisa saja lupa siapa yang dia lihat. Namun hati tidak akan pernah lupa siapa yang dia cintai.

                                                                Fathia

                “Iya tidak apa-apa, masuk sini. Lagian rapatnya juga baru dimulai,” ujar seorang laki-laki yang memiliki lesung pipi.

                “Terima kasih kak.”

                Setelah masuk kedalam ruangan rohis, Fathia langsung memposisikan dirinya duduk dengan anggota baru lainnya. Meskipun anggotanya tidak banyak seperti ekstrakurikuler yang lain tapi Fathia tetap bersyukur karena bisa ikut dalam kegiatan ini. Ditambah para angota yang baik dan ramah, ini lah salah satu alasan kenapa Fathia memilih esktrakurikuler ini.

                Rapat pun telah selesai. Semua anggota baru satu persatu meninggalkan ruangan rohis, dan hanya menyisahkan Fathia dengan beberapa pengurus rohis lama. Karena merasa tidak enak dengan kakak kelasnya itu, Fathia memutuskan untuk menunggu jemputan di luar. Saat  ia sedang berjalan menuju tempat  menunggu jemputan, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ia menginjak sebuah benda kecil. Fathia pun mengambil benda itu, yang  ternyata adalah sebuah dompet. Dengan ragu fathia membuka dompet itu, agar ia dapat mengetahui siapa pemilik dompet tersebut.

                Fathia  mengerutkan  dahi.  “Fathi  Ardhiansyah, apakah  itu benar dia?”

                Tak jauh  dari  tempat Fathia  berdiri  ia melihat  sosok  yang sudah  tidak asing lagi baginya, ia terlihat seperti sedang mencari sesuatu. Fathia pun berjalan  menghampiri sosok tersebut.  Jantungnya  berdetak lebih  kencang.

                “Cari  ini?”  kata  Fathia  dengan  menunjukkan  dompet  di  tangannya.

                “Kok bisa di kamu?”  tanyanya dengan mengambil dompet itu, lalu  memeriksa isi dompet  tersebut.  Senyum  kecil menghiasi  wajahnya  saat  mengetahui  tak  ada  sesuatu  pun yang hilang.

                “Iya,  tadi  aku nggak segaja  hampir  menginjak itu dompet. Aku  lihat  kakak  lagi  kayak orang bingung, jadi aku simpulin  itu punya  kakak.”

                “Makasih,  ini  buat  kamu!” Fathi  memberikan beberapa  lembar  uang.

                “Sama-sama kak, nggak usah lebih baik uangnya kakak kasih ke yang lebih  membutuhkan.”

                “Kalau gitu aku duluan,”  ujarnya  dengan  berlalu. Fathia masih  terus  mengamati  langkah  sosok itu  hingga akhirnya  sosok itu sudah tidak terlihat  kembali.

                Fathia  menarik napas lega. “Aku  rindu  kamu  kak, apakah  ini jawaban dari  setiap  doaku? Allah mempertemukan kita kembali hari ini. Setelah sekian tahun kita berpisah,” bisik Fathia.

                Detik  berganti  menjadi  menit. Daun yang kering terjatuh dan akan  digantikan  dengan daun yang  baru. Semuanya  berganti,  namun  tidak  dengan  hati  Fathia.  Hati  itu  tetap  setia  dengan  pemilik nama  Fathi  Ardhiansyah. Walau pun sosok itu tak pernah  sedikit pun  tau  tentang  apa yang di rasakan oleh Fathia.  Bahkan  Fathi tidak  mengetahui  bahwa sebenarnya sosok pengagum rahasianya yang  setiap  hari  diam-diam  membawakan  ia  sarapan  dan  hadiah  adalah  Fathia. Bagi  Fathia  tidak  penting  Fathi  mengetahui  hal  itu,  yang  terpenting  Fathia  dapat  melihat Fathi  bahagia.

                Tak jarang  juga  Fathia  mengerjakan  tugas sekolah  Fathi  secara  diam-diam,  kemudian mengumpulkan tugas itu dengan meminta bantuan Dea sepupunya yang  merupakan teman kelas Fathi.  Awalnya Dea tidak setuju dengan apa yang di lakukan sepupunya  itu.  Namun Karena ia  melihat ketulusan Fathia akhirnya  ia  mau membantu.

    Aku bisa saja seperti Khadijah yang langsung mengungkapkan cintanya kepada Nabi Muhammad SAW. Namun aku lebih suka menjadi Fatimah dan berharap kau akan menjemputku layaknya Ali. Karena ini lah caraku mencintaimu.  Biarkan aku  untuk  terus  menjadi  pengagumu, tanpa pernah  kau  ketahui.Hingga takdir yang akan menjawab.

                                                                 Fathia 

    “Hentikan semua kelakuan bodohmu ini Fathia! Apakah cinta membuatmu  menjadi  bodoh? Thia sadar! Fathi sudah milik Rika. Apa yang  kau  harapkan  lagi  darinya?  Jangan  pura-pura  tidak mendengar dan  melihat  semua  itu!” omel  Dea, saat melihat  Fathia  masih mengerjakan  tugas  Fathi.

                “Aku mengetahui  itu,  tapi  aku tak bisa menghentikan ini semua biarkan aku untuk  tetap melakukan ini, dan ku mohon  untuk kali ini saja,tetap lah  membantuku!” ujar  Fathia  dengan  menyerahkan  flashdisck  yang  berisi tugas  Fathi.  Tanpa memperdulikan Dea,  Fathia pergi begitu saja. Ia tak ingin sepupunya mengetahui bahwa ia terluka. Fathia menangis sejadi-jadinya hingga air matanya menjadi kering.

                “Fathi  sudah milik  Rika.”

                Perkataan Dea  membuat jantung Fathia berdetak semakin kencang. Perkataan  tersebut membuatnya  mengenang  kepedihan. Berhari-hari  Fathia  menghimpun kekuatan, untuk menerima kenyataan  jika Fathi dengan wanita  lain.

                Dea berhenti  tiba-tiba.“Tunggu kamu yakin mau kekantin?  Lebih baik  kita  makan dikelasmu! Aku bawa roti,”  pandangan Dea tak pernah berhenti memandang kearah  kantin.  Fathia  pun  menyadari  apa  yang di lihat Dea  tersebut.  Disana  Nampak  Fathi  sedang  makan  berdua  degan Rika.  Sungguh romantis.  Fathia cemburu.

                “Kenapa tidak, soal pemandangan di depan  sana  biarlah.  Ya  udah  yuk ke  kantin  keburu  masuk  nanti,” Ujar  Fathia dengan berjalan mendahulu
  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.