LOVE DIVE
Karya Adellia Isfara Nanjar Dewi
Part 1
Sebagai putri pertama yang sangat dicintai oleh keluarga adalah harapan semua anak
perempuan, begitu dengan diri ini yang kini telah meranjak usia sembilan belas tahun bukanlah
suatu usia yang muda lagi, masa ini adalah masa yang tersulit dalam kehidupan kata orang
karena kita akan memasuki kepala dua yang harus sudah memiliki segalanya tantangan disini
adalah bagaiman persepsi keluarga tentang ini, bagaimana keluarga mengangap semua ini ?.
Semua berbanding terbalik dengan kehidupanku, aku hanyalah anak angkat dari
keluarga kaya raya yang sibuk dengan urusan pekerjaan keduanya tetapi mereka menginginkan
seseorang putri sehingga kedua pasangan kaya raya itu mengadopsiku. Aku sangat bersyukur
memiliki keluarga walau aku tak tahu dimana dan siapa ayah ibu kandung yang tega
membuang anak yang tak berdosa ini, mengapa mereka mengangapku sebagai sampah
sehingga dibuang begitu saja.
“Dalla” kata seseorang wanita yang berusia enam puluh tahunan tapi masih terlihat
cantik dan segar, dia adalah Mommy, wanita yang aku anggap ibu selama ini. “Kau harus
menikah nak, Mommy tau ini berat tapi usiaku tak lagi muda, aku ingin kau bahagia disisa
usiaku”, matanya penuh binar bahkan cahaya bulan kalah dengan senyuman diwajahhnya.
Bagaimana mungkin gadis delapan belas menikah, bagi sebagian orang apakah ini hal yang
wajar, aku masih ingin menikmati masa-masa yang bagiku adalah milikku sendiri. Aku
tersenyum melihat Mommy yang memelukku.
***
“Sayang belum tidur ?” suara laki-laki yang aku cintai selama ini, walaupun Daddy hanyalah
ayah angkatku tapi bagiku dia adalah orang yang sempurna sama halnya dengan Mommy. Jujur
aku lebih dengan Daddy daripada Mommy, walaupun keduanya sibuk Daddy selalu
memberikan waktu terkecilnya untukku.
“Daddy”, aku tersenyum kearahnya.
“Maafkan Daddy belum bisa menjaga putri kecil yang berharga ini, kamu tetap putri Daddy”,
laki-laki ini terus menangis dihadapanku, lalu aku menenangkan dengan senyuman yang
mampu hanya aku berikan.
“Daddy juga tetap ayah aku” aku tersenyum walau hati ini berat sekali melepas seseorang yang
kita sayangi.
***
“Choi Dal-Ah, maukah kau hidup semati denganku ?”, kata pria yang menggunakan jas
dengan memegang tanganku, dia adalah Huang Renjun. Pria keturunan Tionghoa, memiliki
kulit putih dengan tatapan yang tajam. Orang yang dijodohkan dan ditakdirkan untuk menjadi
suamiku, orang yang lebih tua dariku dua tahun. Aku menganggukan dengan gugup aku
mengucapkan ya sebagai tanda aku mau.
“Aku sangat menyayangi Mommy Daddy, terima kasih telah merawat dan menyayangi
Dalla sehingga sekarang telah tumbuh dewasa”, aku segera memeluk keduanya dengan
tangisan tersedu-sedu, walau mereka sibuk dan sering meninggalkanku tapi rasa ini berbeda
sekarang.
“Renjun, mommy mohon jaga Dalla sekarang hingga selamannya”.
“Tentu Mom, sekarang Dalla dan Renjun pamit ya”
“Oh iya Dalla, mommy akan ke Paris bersama daddy nanti ada urusan bisnis” kata daddy,
dengan tersenyum.
***
Aku memasuki rumah baru dan asing, walaupun rumah ini sama besar dengan rumah
Daddy namun arsitektur yang berbeda, terlihat sekali banyak benda-benda yang sangat estetik,
seperti yang aku tahu bahwa Renjun adalah anak seni.
“Dalla, kamu tidur dikamar pembantu”, katanya dengan sangat sadis, dia pergi
menginggalkanku dengan barang-barang yang dibiarkan didalam bagasi mobil.
Aku juga capek, huft, kalau bukan karena mommy mana mungkin aku mau menikah
dengan pria yang angkuh minta ampun, aku yakin ini gak bertahan lama karena aku adalah
Dalla gadis yang penuh kekuatan dan tahan dalam situasi apapun. Aku sangat yakin.
“Hai Dalla, sini aku bantu”, dia mengangkat koperku keluar dari bagasi mobil dan
membantuku memasuki rumah ini. “Aku Haechan, sahabat Renjun”, ternyata pria baik ini
adalah sahabat Renjun, andai pria yang aku nikahi memiliki sifat humoris dan ceria seperti
laki-laki ini.
Braakkkkk, suara pintu yang dibuka keras, tiba-tiba Renjun datang dengan marah-marah tanpa
aku sadari mungkin pria imi cemburu dengan kehadiran Haechan, aku dalam hati tertawa, tapi
mungkin ini hanya halusinasiku saja mana mungkin dia menyukaiku. Dia tidak ada niatan
menikahiku.
“Dalla buatkan kami minum”, Renjun melotot kearahku, jujur itu membuatku takut
karena aku tak pernah dimarahi selama ini, tak pernah melakukan pekerjaan rumah sehingga
awam bagiku untuk mengetahui pekerjaan rumah.
“KAU TULI, SUDAHKU BILANG BUATKAN KAMI MINUM”, aku langsung pergi kearah
yang tak aku tau yang jelas aku menjauh dari dirinya, aku bahkan tak tau dimana letak dapurnya
, rasanya ingin menangis betapa sakitnya hati ini ketika dimarahin.
“Dalla istrimu, jangan kasar” , kata Haechan menasihati pria itu dengan tatapan yang berbinar.
0 comments:
Posting Komentar