Jumat, 16 Desember 2022

  • Aksara Bersuara #63

    Kehidupan Baru di Tempat Baru

    Oleh: Tita Roliatun Hasanah

    Pagi yang cerah, udara yang segar dan diiringi suara burung yang berkicauan membuat suasana di desa sangatlah menyejukkan. Banyak warga desa berlalu lalang di sepanjang jalan setapak untuk mengawali harinya dengan penuh semangat.

    Pagi itu seorang gadis yang gendut sedang menyapu latar rumahnya dan bersiap-siap akan mandi untuk pergi ke sekolah. Pada waktu yang bersamaan lewatlah seorang kakek yang hendak ke sawah melewati rumahnya, “Ka sawah ki?” Ujar Risma menyapanya menggunakan bahasa Sunda. “eh uhun neng” Jawabnya dengan senyum yang semangat. Setelah selesai menyapu gadis yang bermana Risma itu pun bergegas mandi dan berangkat sekolah. Ia sedang sendiri di rumah karena ia hanya tinggal bersama ayahnya, dan ayah sedang berada di rumah kakeknya Risma yang ada di luar kota. Ayah Risma memang sering ke sana untuk mengunjungi kakek Risma, bisa sebulan sekali ia pergi ke sana. Risma terbiasa berangkat sendiri ke sekolah dan mencari makan sendiri, saat itu Risma masih duduk dibangku kelas 1 SMA semester dua di daerahnya.

    Pada hari sabtu dan minggu sekolah Risma akan melaksanakan kemah pramuka selama 2 hari 2 malam, sebelum ponselnya dititipkan ke panitia Risma sudah menghubungi ayah untuk tidak bisa di telephon selama acara kemah berlangsung. “Pak aku mau ikut kemah di sekolah hari sabtu dan minggu, jadi gak bisa di hubungi dulu ya!”, ujarnya di telephone kepada ayahnya. Setelah 2 hari 2 malam kemah berlangsung dengan lancar dan seru, semua murid boleh pulang dengan sebelumnya dilakukan upacara sebagai penutupan kemah. Risma segera pulang dan ayahnya masih ada diluar kota, sesampainya di rumah, Risma ke rumah nenek yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari rumahnya. “Mihhh!” Begitulah caranya memanggil nenek kesayangannya itu. “Eh udah pulang kemahnya de, sini makan dulu!” Jawab neneknya. Setelah Risma selesai makan nenek memberitahu jika ayahnya sedang sakit dan dirawat di rumah sakit di kota kakek, Risma langsung menangis dan segera menghubungi ayah lewat telephone. “Ayah gak papakan?” Sautnya sambil menangis. Alhamdulillah ayahnya sudah membaik saat itu, hanya saja masih belum boleh pulang dari rumah sakit karena masih belum terlalu pulih. Dua hari kemudian ayah menelephonenya kembali tetapi ayah masih berada di rumah sakit. Dalam telephone ayah berbicara untuk berencana pindah tempat tinggal ke tempatnya yang sekarang, untuk masa pemulihan sakitnya. Lalu Risma pun diberikan suatu pilihan oleh ayahnya, antara ia akan ikut pindah bersama ayahnya ke sana atau akan tetap tinggal di desanya bersama nenek dan ayahnya akan pulang beberapa saat sekali untuk mengunjunginya. Risma benar-benar bingung harus memilih apa. Lalu Risma berkata kepada ayah untuk mempertimbangkan dulu pilihan tersebut. Sedari kecil Risma tinggal bersama nenek sejak ibunya meninggal waktu ia kelas satu SD. Baru saat SMP ia tinggal di rumah ayah karena saat itu, SMP-nya jauh dan harus diantar jemput oleh ayahnya.

    Pagi itu Risma berangkat ke sekolah seperti biasa dan masih belum ada yang mengetahui tentang pilihan yang membuatnya bingung itu. Sesampainya di sekolah ia duduk dibangku sebelah Sani yang merupakan sahabat tersekatnya Risma. “Kamu kenapa kok kaya sedih?” Tanya Sani kepada Risma. “Tidak papa!” Ujarnya. Sungguh ini adalah pilihan yang berat bagi Risma, dimana ia harus ikut dengan ayahnya yang sedang sakit, tetapi ia juga tidak mau meninggalkan zona nyamannya saat itu dan memulai kehidupan baru. Ia tidak ingin kehilangan teman-temannya di sana dan ia juga tidak ingin berpisah dengan neneknya, walaupun sesekali Risma masih bisa mengunjunginya ketika ia libur nanti, tapi Risma benar-benar tidak ingin pindah saat itu, memang terkesan egois tapi itulah yang dirasakan olehnya. Pada saat akan pulang sekolah Risma dan Sani seperti biasa pergi ke masjid sekolah untuk melaksanakan sholat ashar di sana, sesudahnya Risma menceritakan hal ini kepada sahabatnya itu, tentu Sani kaget dan merasa sedih karena akan berpisah dengannya. Ia berkata kepada Risma bahwa tetap harus dia yang menentukan ini dan tidak dapat memberikan saran apa pun. Waktu berlalu dan Risma pun pulang. Di rumah Risma menceritakan tentang pilihan yang diberikan ayahnya itu kepada nenek, jelas nenek mengatakan agar Risma jangan ikut pindah dan tinggal bersamanya didesa itu. Namun Risma hanya diam dan tetap bingung tentang apa yang harus ia pilih dan ia jalani.

    Hari-hari Risma lalui dengan biasa dan sepertinya ia sudah tahu jawabannya. Ia pergi ke sekolah dan pulang sore karena mengikuti latihan ekstra kulikuler di sekolahnya. Sebelum pulang Risma berbicara dengan Sani tentang pertimbangannya untuk ikut pindah bersama ayahnya di sana. Rasanya memang sedih tapi bagaimana lagi itu sudah keputusannya. Sesampainya di rumah Risma juga berbicara mengenai hal yang sama kepada neneknya tentang keputusannya itu, nenek merasa sedih karena akan berpisah dengan Risma, namun Risma mengatakan akan sering-sering untuk menengoknya sehingga ia tidak usah takut untuk merasa ditinggal oleh Risma. Risma pun masih harus mengikuti satu pekan masuk sekolah lagi karena menunggu pembagian raport sekolahnya sambil mengurusi kepindahannya itu. 

    Waktu terus berjalan dan tiba akhirnya pembagian raport hari itu mungkin adalah hari terakhir Risma berada di sekolahnya itu dan berjumpa dengan teman-teman. Divsana Risma berpamitan kepada mereka. Setelah itu Risma pun pulang dan menginap di rumah nenek karena besok paginya Risma akan berangkat ke tempat ayah dengan menaiki kereta. Pagi tiba dan Risma pun berangkat dengan berpamitan terlebih dahulu kepada nenek serta saudaranya yang ada di sana, lalu ia diantarkan oleh pamannya ke stasiun. 

    Setelah sekitar 5 jam naik kereta akhirnya Risma pun sampai. Ia dijemput ayah dan tinggal di rumah kakek di sana. Di sana Risma pun sudah di daftarkan disalah satu sekolah SMA. Setelah libur 2 minggu akhirnya tiba waktunya untuk Risma pergi ke sekolah baru, ia pun sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya, dan ia akan pergi ke sekolah barunya dengan semangat. Saat di sekolah baru Risma berkenalan dengan teman-teman barunya, mereka sangat baik dan asyik. Hari berganti hari Risma pun semakin akrab dengan mereka. Awalnya Risma merasa takut akan tidak punya teman di sana, tetapi ia salah, di tempat baru ia memiliki banyak teman dan juga sahabat dekat seperti waktu ia di sekolahnya yang dulu. 

  • 0 comments:

    Posting Komentar

    Copyright @ 2018 LSP FKIP UNS Kampus VI Kebumen.