CERPEN
Kaya: Ulfiana
Di sebuah kota tinggallah sebuah keluarga kaya. Sepasang suami istri
tersebut adalah Pak Imron dan Bu Sinta. Bapak Imron tersebut mempunyai 2 anak
dari Ibu Yuri. Anak tersebut merupakan anak kembar yang bernama Shiva dan
Shava. Mereka adalah anak kembar yang sifatnya jauh berbeda. Shiva adalah anak
yang pintar dan cerewet. Sedangkan Shava sebenarnya anak yang baik, namun
karena pengaruh teman-temannya yang kurang baik menjadikan Shava menjadi
anak yang suka membantah.
Oleh orangtuanya mereka berdua sering dimanjakan sehingga kedua anak
tersebut menjadi anak yang manja. Sebenarnya orangtuanya sangat sayang kepada
anak tersebut, namun bentuk kasihsayangnya tersebut kurang tepat. Pak Imron
baru sadar bahwa perilakunya tersebut kurang tepat. Setelah berpikir kembali,
akhirnya Bapak tersebut memutuskan untuk memasukkan kedua anaknya tersebut
ke Pesantren. Tetapi kedua anaknya tidak mau apabila dimasukkan ke Pesantren.
Apabila mereka dimasukkan ke Pesantren maka mereka merasa tidak bebas,
merasa bahwa mereka akan diatur. Namun, suka tidak suka orangtua tersebut tetap
memasukkan kedua anak tersebut ke pesantren. Apabila kedua anak tersebut tidak
nurut atau patuh kepada orang tua maka semua fasilitas nya akan dicabut. Karena
kedua anak tersebut merasa takut apabila fasilitasnya dicabut, maka terpaksa
mengikuti perkataan kedua orangtuanya.
Beberapa hari kemudian, Pak Imron mengantarkan kedua anaknya ke
Pesantren di Desa terpencil. Tujuan Pak Imron memasukkan ke Pesantren di desa
terkecil adalah karena agar mereka berdua menjadi anak yang lebih sederhana.
Perjalanan dari kota menuju lokasi pesantren tersebut sangatlah jauh. Butuh waktu
lama untuk menuju lokasi tersebut, dengan jalanan yang rusak. Namun, orang tua
tersebut rela untuk menjalani itu semua agar anaknya merasa sadar bahwa uang
bukan segalanya. Ia harus merasakan hidup yang sederhana. Setelah sampai di
pesantren tersebut, kedua anak tersebut kaget melihat keadaan pesantren dengan
bangunan yang sederhana.
Pak Imron dan Ibu Sinta bertemu dengan Pak Amar dan Bu Yuri. Mereka
saling berbincang-bincang terkait anak mereka dan tujuan mereka memasukkan
anaknya ke Pesantren tersebut. Pak Amar menceritakan awal mulanya
memasukkan Rizal ke pesantren ini.
Sebenarnya Rizal itu bukan anak kandung Pak Amar, tetapi mengadopsi
Rizal dari Panti Asuhan karena selama 10 tahun Pak Imron dan Bu Yuri menikah
belum diberi kepercayaan untuk mempunyai keturunan. Pak Amar mengadopsi
Rizal sejak umur 2 tahun. Waktu kecil Rizal adalah anak yang penurut. Sampai
sekarang pun Rizal menjadi anak penurut dan patuh pada orangtua. Pak Amar dan
Bu Yuri saya sangat sayang kepadanya. Meskipun Rizal bukan anak kandungnya,
namun Pak Amar dan Istri sangat sayang dan menganggap Rizal sebagai anak
kandungnya sendiri. Meskipun Pak Amar dan istrinya adalah orang yang
sederhana (tidak kaya), namun Pak Amar tetap berjuang untuk menyekolahkan
Rizal. Rizal selalu membantu orang tua sepulang sekolah. Rizal juga mau untuk
membawa dagangan ibunya ke sekolah untuk di jual kepada teman-temannya
maupun guru yang ada di sekolah. Meskipun Rizal seorang laki-laki, namun Rizal
tidak pernah malu untuk berjualan tersebut, karena itu merupakan sesuatu yang
halal.
Suatu ketika, Rizal bilang kepada Pak Amar, “Pak, saya ingin masuk
pesantren agar mendapatkan ilmu agama untuk bekal diakhirat nanti Pak, Bu.”
Pak Amar pun seketika terkejut mendengar perkataan Rizal tersebut dan bingung
dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan ini.
Beberapa hari kemudian, setelah Pak Amar memikirkan perkataan Rizal
tersebut, akhirnya Pak Amar memutuskan untuk memasukkan Rizal ke pesantren.
Meskipun harus meminjam uang kepada saudara untuk melakukan perjalanan dan
untuk uang masuk pesantren. Pak Amar rela mencari hutang demi anaknya yang
ingin masuk pesantren. Beberapa hari kemudian, Pak Amar mengantarkan Rizal
melakukan pendafaran sekaligus mengantarkan Rizal ke pesantren tersebut.
Ternyata bertemu dengan orang tua Shava dan Shiva yang juga bertujuan
mengantarkan anaknya untuk mengikuti kegiatan pesantren. Mendengar cerita
dari Pak Amar tersebut, Shava dan Shiva merasa terenyuh dengan cerita dari Pak
Amar. Pak Amar rela melakukan apapun demi anaknya meskipun dalam kondisi
pas-pasan. Seharusnya Shiva dan Shava merasa bersyukur dengan keadaannya
sekarang yang serba tercukupi. Shiva dan Shava merasa bersemangat dalam
menjalankan kehidupannya di Pesantren demi membahagiakan orang tuanya serta
untuk bekal menuju ke akhirat.
0 comments:
Posting Komentar