Sulaman Rindu
Karya: Annisa Luthfiyatur Rosyda
Aku menyulam rindu di dadamu,
Kehangatan bukanlah di ujung kain yang membalut tubuhmu
Bila daun-daun harus gugur karena cinta,
Biarlah aku menjadi kelopak-kelopaknya yang tak pernah memejamkan mata
Biarkan cahaya bintang menyentuh keningmu
Mengantarkan doa-doa heningku
Betapa pada angin pun aku berbisik tentangmu
Rinduku setangkai kalbu merekah sebatang kara
Yang tak pernah lepas dari ingatanku adalah perasaan memandangmu,
Jantungku kadang berdegup seakan kau duduk di depanku
Matamu yang sejuk menempatkan aku di antara gunung dan tebing-tebing terjal
yang menjatuhkanku ke dalam rindu
Tak ada kata yang mati dalam puisi
Aku saja yang terkubur kalimat rindu
Aku telah membelanjakan waktu
Inilah senja, keranjang tempat kukumpulkan rindu
Keheningan rindu telah melampaui bukit dan lembah
Mataku hanya ingin membeku dan abadi di puncak tatapanmu
Cahaya bulan menerangi laut di pipimu,
Ombak berdebar-debar di ujung bibirku, tak mampu menahan hempasan rindu
Ingin kubaca tiap hempasan ombak,
Mengapa rindu menentang berhenti dan terus melawan waktu
Mengapa laut membentang di dadaku
Semenit saja memandangmu, pahit luka rindu mengelupas dari bibirku
Semenit saja memejamkan mata, terlelap aku di pelukan senja
Cintaku mengenal laut di matamu, rinduku mengenal ombak di bibirmu
Lengan-lenganmu sungai, di mana tubuhku selalu hanyut terbawa
Apakah hujan ikut menanggung rindu
Berkali ia jatuh, di punggung dan dadaku, hanya untuk memelukku
Aku tergelincir di atas rindu yang membasahi bulu matamu
Bulu mata yang telah ribuan kali berlinang, dalam cinta dan do’a
Di balik kelambu kau selalu mampu menjadi cahaya,
Yang menuntun rindu menjauh dari kegelapan dan waktu
Yang menghidupkan kata cinta, ialah spasi di antara jemarimu
Yang memberi ruang bagi hurufku untuk merindukanmu
0 comments:
Posting Komentar