MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE
`DALAM OPTIMALISASI PEMBELAJARAN SISWA SEKOLAH DASAR TINGKAT ATAS
Yulia Permata Sari
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Email: yuliapermata@student.uns.ac.id
ABSTRAK
Kualitas pendidikan di Indonesia dalam kategori rendah dibandingkan pendidikan di negara lain. Ditambah Indonesia telah memasuki Era Revolusi Industri
5.0 yang mengharuskan manusia terlebih generasi muda untuk dapat berpikir kristis. Tujuan penelitian ini adalalah menyelidiki, menganalisis, dan mendeskripsikan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) terhadap kemampuan berpikir kritis dalam optimalisasi pembelajaran siswa sekolah dasar tingkat atas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui pengisian formulir kuisioner serta mengumpulkan data dari berbagai sumber baik buku, jurnal, maupun internet guna mendukung artikel ini. Hasil peneltian menunjukan 1) analisis keberhasilan penerapan model pembelajaran SSCS, 2) manajemen pembelajaran yang baik, 3) fakor penghambat keberhasilan kemampuan berpikir kritis. Simpulan, secara umum penerapan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) dapat diterapkan di sekolah dasar tingkat atas dengan rata-rata hasil yang baik.
Kata Kunci : Pendidikan, Model Pembelajaran SSCS, Berpikir Kritis
ABSTRACT
The quality of education in Indonesia is in the low category compared to education in other countries. Plus Indonesia has entered the Industrial Revolution Era
5.0 which requires humans, especially the younger generation, to be able to think critically. The purpose of this study is to investigate, analyze, and describe the SSCS ( Search, Solve, Create, and Share ) learning model on critical thinking skills in
optimizing the learning of high school students. The method used in this study is qualitative, with data collection techniques through filling out questionnaire forms and collecting data from various sources, both books, journals, and the internet to support this article. The results of the study show 1) analysis of the success of implementing the SSCS learning model, 2) good learning management, 3) factors that inhibit the success of critical thinking skills. In conclusion, in general the application of the SSCS learning model ( Search, Solve, Create, and Share ) can be applied in upper elementary schools with good average results.
Keywords : Education, SSCS Learning Model, Critical Thinking
PENDAHULUAN
Secara umum pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan tidak hanya berperan menciptakan generasi muda sebagai agent of change yang membawa perubahan, namun generasi muda harus bisa menjadi agent of producer yang mampu menciptakan perubahan yang nyata. Pendidikan harus bisa menjadi patron bukan hanya dalam hal pendidikan formal tapi yang dimaksud adalah pendidikan yang mampu mengubah pola pikir anak bangsa dan pendidikan inovatif yang mendorong kreativitas dan daya inovatif anak bangsa. Generasi muda sebagai agen inovasi yang dapat memberikan kontribusi penting dan signifikan untuk menerapkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan yang aplikatif. Berdasarkan arahan dari forum PBB yang telah disepakati pada tanggal 2 Agustus 2015, pendidikan merupakan salah satu tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs) hingga 2030 nomor 4.
Selain itu, pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menunjang kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) di suatu negara. Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi yang semakin pesat menuntut pendidikan untuk terus berkembang dan dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi yang mampu berpikir kritis, kreatif, sistematis, mampu dalam memecahkan masalah, dan mempunyai akhlak yang baik. Kemampuan berpikir kritis
sangat penting dimiliki, karena berpikir kritis dapat digunakan untuk memecahkan masalah dan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang benar.
Namun fakta dilapangan menunjukan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia cukup memperihatinkan. Hal ini dibuktikan dengan adanya data yang dipublikasi oleh World Population Review, pada tahun 2021 lalu Indonesia masih berada di peringkat ke-54 dari total 78 negara yang masuk dalam pemeringkatan tingkat pendidikan dunia, hasil survei kemampuan pelajar yang dirilis Programme for International Student Assessment (PISA) Desember 2019 di Paris, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Serta menurut Education Index dari Human Development Reports (2017), menyebut Indonesia berada di posisi ke-7 di ASEAN dengan skor 0,622. Salah satu upaya dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yaitu dengan penerapan penggunaan metode pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) di sekolah dasar tingkat atas.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) mampu melatih berpikir kritis (Hatari et al., 2016) karena model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pemikirannya secara mandiri (Mulyono & Indah Lestari, 2016). Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam model pembelajarann SSCS yaitu 1) Search (mencari topik), 2) Memecahkan (merancang peelitian) (Satriawan, 2017), 3) Create (membuat produk), dan 4) Share (mensosialisasikan produk) (K.Abeli & G.Lederman, 2007; Milama, Bahriah, & Mahmudah, 2017). Berpikir kritis (critical thinking) adalah kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi informasi yang didapat dari hasil pengamatan, pengalaman, penalaran maupun komunikasi untuk memutuskan apakah informasi tersebut dapat dipercaya sehingga dapat memberikan kesimpulan yang rasional dan benar.
Berdasarkan identifikasi masalah diatas dapat diperoleh rumusan masalah berupa bagaiamana penerapan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) dalam optimalisasi pembelajaran siswa sekolah dasar tingkat atas? Tujuan penelitian ini adalalah menyelidiki, menganalisis, dan mendeskripsikan model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) terhadap kemampuan berpikir kritis dalam optimalisasi pembelajaran siswa sekolah dasar tingkat atas. Hal-hal tersebut
berupa analisis keberhasilan penerapan model pembelajaran SSCS, manajemen pembelajaran yang baik, dan fakor penghambat keberhasilan kemampuan berpikir kritis.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek penelitian yaitu 100 orang guru sekolah dasar tingkat atas di Kabupaten Purworejo. Teknik pengumpulan data melalui pengisian formulir kuisioner serta mengumpulkan data dari berbagai sumber baik buku, jurnal, maupun internet guna mendukung artikel ini. Serta teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan ini dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan cara kualitatif, yakni dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan dalam periode tertentu. Kedua, penulis menggunakan model analisis interaktif yang meliputi empat dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan (conclusion drawing) (Miles et.al, 2009).
PEMBAHASAN
Analisis Keberhasilan Penerapan Model Pembelajaran SSCS
Model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) adalah model pembelajaran yang disetiap fase nya melibatkan peserta didik dan dapat memfasilitasi terjadinya latihan berpikir peserta didik dalam pelajaran karena fase search menyangkut ide-ide lain yang mempermudah dan mengidentifikasi sehingga mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diselidiki. Model pembelajaran SSCS ini mengacu pada empat langkah penyelesaian masalah yang urutannya dimulai pada menyelidiki masalah (search), merencanakan pemecahan masalah (solve), mengkonstruksi pemecahan masalah (create), dan yang terakhir adalah mengkomunikasikan penyelesaian yang diperolehnya (share) Secara rinci kegiatan yang dilakuan peserta didik pada keempat fase di atas terdapat pada tabel berikut:
Fase | Kegiatan Yang Dilakukan |
Search | Memahami soal atau kondisi yang diberikan kepada peserta didik, yang berupa apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui; Melakukan observasi dan investigasi terhadap kondisi tersebut; Membuat pertanyaan-pertanyaan kecil; dan Menganalisis informasi yang ada sehingga terbentuk sekumpulan ide.
|
Solve | Menghasilkan dan melaksanakan rencana untuk mencari solusi; Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif, membentuk hipotesis yang dalam hal ini merupakan dugaan jawaban; Memilih metode untuk memecahkan masalah; dan Mengumpulkan data dan menganalisis.
|
Create | Menciptakan produk yang berupa solusi masalah yang berdasarkan dugaan yang telah dipilih pada fase sebelumnya; Menguji dugaan yang dibuat apakah benar atau salah; dan Menampilkan hasil yang skreatif mungkin.
|
Share | Berkomunikasi dengan guru, teman sekelompok dan kelompok lain atas temuan solusi masalah. Peserta didik dapat menggunakan laporan. Mengartikulasikan pemikiran mereka, menerima
umpan balik dan mengevaluasi solusi. |
Tabel 1.1 Fase SSCS (Search, Solve, Create, and Share) Sumber: Dokumen Pribadi
Tiap-tiap fase dalam metode pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) diatas dibutuhkan kemampuan berpikir kritis. Data hasil pengisisan formulir
kuisioner oleh 100 guru sekolah dasar tingkat atas di Kabupaten Purworejo mengenai indikator kemampuan berpikir kritis ditunjukan pada Tabel 1.2.
No | Indikator | Keterangan Indikator | Presentase |
1. |
Interpretasi | Memahami masalah yang ditunjukkan dengan menulis yang diketahui maupun yang ditanyakan soal dengan tepat. |
71,37% |
2. |
Analisis | Mengidentifikasi hubungan- hubungan antara pernyataan-pernyataan, pertanyaan-pertanyaan, konsep-konsep yang diberikan dalam soal yang ditunjukkan dengan membuat model IPA dengan tepat dan memberi penjelasan yang tepat. |
73% |
3. |
Evaluasi | Menggunakan strategi yang tepat dalam menyelesaikan soal, lengkap, dan benar dalam melakukan perhitungan. |
82,75% |
4. |
Inferensi | Dapat menarik kesimpulan dari apa yang ditanyakan dengan tepat |
85,2% |
Tabel 1.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Sumber: Dokumen Pribadi
Berdasarkan data pada Tabel 1.2, diketahui presentasi capaian berdasarkan indikator kemampuan berpikir kritis sebagai berikut:
Indikator 1, terdapat 71,37% siswa sekolah dasar tingkat atas mampu;
Indikator 2, terdapat 73 % siswa sekolah dasar tingkat atas mampu;
Indikator 3, terdapat 82,75% siswa sekolah dasar tingkat atas mampu; dan
Indikator 4, terdapat 85,2% siswa sekolah dasar tingkat atas mampu.
Rata-rata kemampuan berpikir kritis berdasarkan 4 inikator tersebut sebesar 78,08% yang termasuk dalam kategori baik.
Manajemen Pembelajaran Yang Baik
Manajemen pembelajaran adalah suatu pemikiran untuk melaksanakan tugas mengajar atau aktivitas pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran, serta melalui langkah-langkah pembelajaran, yang meliputi perencanaan, pelaksanakaan, dan evaluasi dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, manajemen pembelajaran mencakup pelaksanaan fungsi- fungsi manajemen antara lain perencanaan, pelaksanaan dan penilaian, bukan satu- satunya faktor penentu keberhasilan dalam mencapai tujuan. Hal lain yang ikut juga dalam menentukan keberhasilan pembelajaran adalah kualitas efektivitas pengelolaan dan motivasi kerja guru.
Efektivitas pada sadarnya menunjukkan pada suatu ukuran tingkat kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan hasil yang diterapkan, sebagaimana yang telah ditetapkan, sedangkan motivasi adalah daya dorong yang mengebabkan seorang anggota organisasi mau atau rela melaksanakan kegiatan sesuai dengan kewajiban dan tanggungjawab, dalam rangka mencapai tujuan. Prestasi belajar siswa diarahkan pada tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Prestasi belajar merupakan pencapaian tujuan pembelajaran yang merupakan hasil dari kegiatan belajar mengajar. Penilaian pendidikan tentang kemampuan siswa setelah melakukan aktivitas belajar. Prestasi belajar siswa adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan kemampuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum.
Hasil belajar dalam bentuk keterampilan dikelompokkan kepada empat kategori yaitu keterampilan kognitif yang berkaitan dengan keterampilan seseorang dalam menggunakan pikirannya untuk mengambil keputusan atau memecahkan masalah.
Keterampilan berakting adalah keterampilan fisik atau teknik seperti oleh raga, mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Keterampilan reakting adalah merupakan keterampilan bereaksi terhadap suatu situasi dalam artian nilai-nilai emosi dan perasaan yang biasanya disebut dengan sikap. Keterampilan interaksi adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain untuk mencapai auatu tujuan seperti komunikasi, pendidikan, penerimaan, persuasi, dan lain-lain.
Sebanyak 97% guru sekolah dasar tingkat atas di Kabupaten Purworejo dari 100 responden sepakat bahwa manajemen pembelajaran yang baik berpengaruh terhadap optimalisasi pembelajaran siswa sekolah dasar khususnya di tingkat atas.
Faktor Penghambat Keberhasilan Kemampuan Berpikir Kritis
Berdasarkan hasil pengisian formulir kuisioner oleh 100 guru sekolah dasar tingkat atas di Kabupaten Purworejo, dapat penulis analisis mengenai adanya faktor penghambat keberhasilan kemampuan berpikir kritis yang meliputi:
Kurangnya motivasi dalam diri siswa;
Menginginkan hal yang instan sehingga terkadang malas dalam berpikir;
Bentuk soal yang fuul text sehingga siswa malas membaca;
Tidak ada dukungan atau motivasi yang diberikan orang tua secara maksimal kepada siswa;
Lingkungan tempat tinggal siswa yang kurang baik; dan
Kurang lengkapnya sarana dan prasarana dalam menunjang kinerja guru dan aktivitas siswa di sekolah.
KESIMPULAN
Kualitas pendidikan di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk memperbaiki masalah tersebut, salah satunya dengan optimalisasi pembelajaran siswa sekolah dasar tingkat atas dengan menggunakan metode pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, and Share) yang dinilai cukup berhasil diterapkan. Sebelum melakukan penerapan metode pembelajaran SSCS perlu adanya beberapa pertimbangan yang harus dilakukan yaitu
kesiapan stekholder sekolah, analisis kemampuan berpikir kritis siswa, dan pertimbangan faktor penghambat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, N., Rustini, T., & Wahyuningsih, Y. (2022). Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar pada Mata Pelajaran IPS di Kelas Tinggi. Jurnal Review Pendidikan Dasar: Jurnal Kajian Pendidikan dan Hasil Penelitian, 8(1), 84-90.
Gemnafle, M., & Batlolona, J. R. (2021). Manajemen pembelajaran. Jurnal Pendidikan Profesi Guru Indonesia (Jppgi), 1(1), 28-42.
Jannah, D. R. N., & Atmojo, I. R. W. (2022). Media Digital dalam Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Abad 21 pada Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(1), 1064-1074.
Meika, I., Ramadina, I., Sujana, A., & Mauladaniyati, R. (2021). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran SSCS. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1), 383- 390.
Muspidayanti, A., Irfan, M., & Satriani, S. Penerapan Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD. JPPSD: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 2(2), 278-285.
Saregar, A., Irwandani, I., Abdurrahman, A., Parmin, P., Septiana, S., Diani, R., & Sagala, R. (2018). Temperature and heat learning through SSCS model with scaffolding: Impact on students’ critical thinking ability. Journal for the Education of Gifted Young Scientists, 6(3), 39-54.